Dari Seminar Hingga Kompetisi Debat Sosialisasi Perjuangan Amandemen Kelima UUD 1945
perubahankelimauud45Pekanbaru -- 19 – 20 November 2011 lalu, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Galeri DPD RI di Hall C Pustaka Wilayah Provinsi Riau (Gedung Badan Arsip dan Dokumentasi), jalan Cut Nyak Dien Pekanbaru. Kegiatan tersebut digelar untuk mensosialisasikan sejarah DPD RI, sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kegiatan DPD RI, hingga tulisan-tulisan yang dipublish anggota DPD RI.
Bagi Intsiawati Ayus SH, MH, Anggota DPD RI Daerah Asal Pemilihan Riau, walaupun Galeri DPD RI tidak sesemarak Riau Expo atau pameran-pameran pemerintah provinsi, kabupaten/kota lainnya. Namun, penekanan materi Galeri DPD RI yang ditaja bersempena Hari Jadi DPD RI ke-7 tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan memanfaatkan Gedung Arsip dan Dokumentasi di hall C Gedung Pustaka Wilayah Provinsi Riau, muatan materi mulai dari sejarah perwakilan daerah di Indonesia, struktur organisasi DPD RI, hingga photo-photo dokumentasi kegiatan anggota sebanyak 26 buah dipajang sebagai bentuk lain dari pertanggungjawaban kerja anggota co-legislator asal Riau periode 2009-2014. Setidaknya, hal tersebut diatas digambarkan dalam bentuk photo-photo serta standing banner dalam galeri.
“Dalam Galeri DPD RI, dijelaskan bahwa lembaga neggara yang baru berumur 7 tahun tersebut merupakan lembaga perwakilan daerah yang berada dalam satu rumah – dengan kamar yang berbeda – dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), kemudian sistem parlemen seperti ini disebut sebagai bicameral system. Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, gagasan bicameral sebenarnya bukanlah gagasan yang baru.
Walaupun Indonesia secara umum, bebas, dan rahasia dinyatakan memilik wakil daerahnya pada Pemilihan Umum (PEMILU) 2004, serta pelantikannya dilakukan pada 1 Oktober 2004 dengan komposisi keanggotaan sebanyak 128 orang yang berasal dari 32 provinsi. Namun dalam sejarahnya, lembaga perwakilan daerah telah diusung sejak penyiapan UUD 1945 oleh BPUPKI pada waktu itu,” Papar ibu 2 anak tersebut. Maka, setiap propinsi disepakati berjumlah 4 orang dengan tanpa melihat besaran jumlah penduduk. Seperti halnya Gorontalo yang hanya mempunyai 3 perwakilan di DPR sama jumlah anggota DPD nya dengan Jawa Barat yang mempunyai 90 kursi. Maka hasil Pemilu 2004 ditetapkanlah sebanyak 128 anggota DPR RI mewakili 32 propinsi yang ada di Indonesia. Hal ini kemudian berubah dengan jumlah propinsi yang menjadi 33, maka jumlah anggota DPD RI sekarang (hasil pemilu 2009) menjadi 132 orang.
“Hal tersebut bisa dilihat dari perwujudan perwakilan senat pada era Republik Indonesia Serikat (RIS). Senat pada waktu itu diadakan hingga Pemilu 1955 diselenggarakan dan kemudian senat perwakilan daerah ditiadakan, sebab bentuk Negara kita tidak lagi federal. Dalam lanjutan kutipan diatas, disebutkan bahwa; “Setelah UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, Indonesia kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konsekuensinya, “utusan daerah” kembali hadir. Dekrit ini lantas diikuti dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tentang Pembentukan MPR Sementara (MPRS) dan Penetapan Presiden No. 12 Tahun 1959 tentang Susunan MPRS. Penetapan Presiden No. 12/1959 ini menetapkan bahwa MPRS terdiri dari anggota DPRS (hasil Pemilu 1955) ditambah utusan daerah dan golongan karya. Anggota MPRS tidak dipilih melalui Pemilu, melainkan melalui penunjukan oleh Soekarno. Kemudian Soekarno memangkas fungsi, kedudukan, dan wewenang MPRS melalui Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960 sehingga MPRS hanya bisa menetapkan GBHN, tanpa bisa mengubah UUD,” lanjutnya.
Dijelaskan oleh perempuan kelahiran Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut, setelah dilakukannya amandemen ketiga UUD 1945, maka pada Pemilu 2004 rakyat Indonesia untuk pertama kalinya melakukan pemilihan terhadap utusan daerah secara langsung. Jumlah anggota DPD tiap propinsi dalam ketentuan amandemen ketiga UUD 1945 Bab VIIA pasal 22 C point kedua disebutkan jika; “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (UUD NRI Amandemen Ketiga)”. Mengenai tugas dan fungsinya, anggota DPD RI tersebut dijelaskan dalam point selanjutnya , pasal 22D (1) disebutkan; “Dewan Perwakilan daerah Republik Indonesia dapat mengajukan Undang Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”.
Kemudian dalam UUD 1945 pasal 22D(2) pasal diatas berubah menjadi; “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas rancangan udang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama”. Wewenang ini kemudian dirinci lebih lanjut dalam UU No.27 tahun 2009, Pasal 224 a-i.
Sosialisasi perjuangan DPD RI dalam menguatkan wewenang lembaga senat tersebut juga dilakukannya dalam berbagai seminar, pertemuan-pertemuan informal dengan para pakar, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat pemilih di Provinsi Riau. Dalam sebuah seminar di Pekanbaru pada 2010 di Universitas Islam Riau, silam, Prof. Dr. Elidar Chaidir, seorang pakar Hukum Tata Negara mengungkapkan bahwa, DPD RI merupakan sebuah lembaga senat yang memiliki legitimasi besar, namun kewenangannya sangat kecil. Lembaga ini, diungkapkan oleh mantan dosen saya tersebut dipilih langsung oleh masyarakat pemilih, dengan perolehan suara yang besar, namun Undang-Undang memberikan kewenangan terbatas kepadanya.
Sejurus dengan ungkapannya, pengamat Hukum tata Negara lainnya, Husnu Abadi juga mengungkapkan bahwa, jika kita ingin menguatkan DPD RI, maka perjuangan amandemen kelima merupakan suatu yang harus segera diserisui. Pada masa Reses Oktober – November 2011, Intsiawati Ayus, SH, MH bersama Gafar Usman dan Maimanah Umar melakukan sosialisasi amandemen kelima UUD 1945 ke Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Riau, UIN Suska Riau, serta Kampus UIR. Dalam ketiga kesempatan tersebut, intsiawati Ayus menambahkan, DPD RI mendapat sokongan dari berbagai pihak yang telah mereka temui.
Untuk diketahui, sebelum ini, sosialisasi perjuangan DPD RI untuk mengusulkan Amandemen Kelima dilakukan Intsiawati Ayus, SH, MH mulai dari seminar-seminar, pertemuan formal/informal dengan masyarakat pemilih, hingga inisiatif gelaran Galeri DPD RI di Pekanbaru. “Bagi saya, selain telah melakukan sosialisasi ke kampus-kampus seperti; UNRI, PERSADA BUNDA, UMRI, UIN suska, dan lain sebagainya, saya bersama para staf, juga melakukan hal tersebut saat pertemuan dengan masyarakat, pemangku kepentingan, serta para politisi di Riau. Yang paling sederhana, saat DPD RI Asal daerah Pemilihan Provinsi Riau mengusulkan Galeri DPD RI, saat kegiatan tersebut berlangsung, lomba-lomba didalamnya juga berisi muatan amandemen kelima UUD 1945, terkhusus kewenangan yang kami usulkan untuk DPD RI kedepan,” tandasnya.