PEKANBARU - Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Anggaran Daerah, mewanti-wanti soal penggunaan Anggaran oleh Pemprov Riau. Pasalnya, berdasarkan catatan Kemendagri, belanja tidak langsung masih mendominasi alokasi APBD Riau 2016 ini.
"Utamakan belanja untuk kebutuhan publik atau belanja langsung. Juga untuk biaya Perjalanan Dinas pegawai, hal ini saya rasa harus diperhatikan betul oleh Pak Gubernur," tegas Dirjen Bina Anggaran Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, saat memberikan pemaparan dalam Musrenbang penyusunan RPJPD Riau 2005-2025, Rabu (22/6) di Hotel Arya Duta Pekanbaru.
RPJPD Riau sendiri telah ditetapkan berdasarkan Perda nomor 9 tahun 2009. Namun berdasarkan UU nomor 17 tahun 2007 dinyatakan bahwa RPJPD Tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah untuk periode 20 Tahun, sehingga terhitung sejak tahun 2005-2025 mengacu kepada RPJPD Nasional.
Persoalan lain yang disoroti Dirjen terkait penggunaan anggaran di Provinsi Riau, adalah mengenai pengelolaan PDAM. Berdasarkan data, 40% biaya dikeluarkan hanya untuk pembayaran tagihan listrik PDAM. Belum lagi pengeluaran teknis-operasional lainnya, tak heran, dari sektor air bersih ini Pemerintah selalu merugi.
"Ini yang dikatakan PDAM tidak sehat. Maka saya menyarankan kepada Pak Gubernur agar membuat perusahaan bersama daerah-daerah (BUMD) yang berbasis . Dari sini juga bisa dialokasikan APBD Riau agar SILPA kita yang diatas 3 triliun itu bisa dikurangi. Menurutnya hal ini sah-sah saja karena peruntukannya untuk pelayanan publik," urainya.
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD/MPR RI) asal Riau, Intsiawati Ayus, berharap dengan dibentangnya semua persoalan serta solusi mengenai pengelolaan Anggaran ini, Pemprov Riau bisa lebih memaksimalkan serapan APBD 2016.
"Saya berharap Pemprov bisa lebih proaktif untuk menggerakkan seluruh sumber daya aparaturnya dari hulu ke hilir seraya mengawal realisasi program-program,” ujarnya. Intsiawati mengingatkan kepada Pemprov agar mengurangi kegiatan yang bersifat seremonial karena hal tersebut selalu menjadi sumber sorotan Pusat terhadap Provinsi Riau, tandasnya.
Di sisi lain, tentang pengembangan budaya dan pariwisata di Riau, dirinya berkeyakinan masih banyak hal dan inovasi yang bisa dilakukan, untuk lebih memaksimalkan potensi yang ada.
"Masing-masing daerah di Riau punya objek wisata, baik destinasi, kuliner, hingga even budaya yang bisa diangkat ke tingkat nasional bahkan internasional. Destinasi ‘Bono’ di Pelalawan dan ‘Bakar Tongkang’ di Rohil, atau ‘Tour De Siak’ misalnya, menurutnya Pemprov bisa mempromosikan even tersebut secara lebih gencar ke dunia, melalui media dan promosi internasional" ungkapnya.
Juga kekayaan warisan budaya, banyak peninggalan bersejarah di Riau yang harus digenjot promosinya. Seperti keberadaan Istana Siak, Candi Muara Takus, Masjid-Masjid Tua, serta Makam para Raja, yang menyisakan bukti-bukti kejayaan peradaban masa lalu di Riau.
"Saat ini minat wisatawan domestik saja masih rendah. Jadi strategi promosi yang efektif harus sering dilakukan, terutama lewat media online dan media sosial. Banyak juga pameran budaya tingkat Nasional dan Internasional, nah Kita harus selalu ikut partisipasi," tutupnya.
Untuk diketahui, alokasi Anggaran untuk sektor budaya dan pariwisata di Riau ternyata masih sangat rendah, yakni dibawah 2%. (Rls)
"Utamakan belanja untuk kebutuhan publik atau belanja langsung. Juga untuk biaya Perjalanan Dinas pegawai, hal ini saya rasa harus diperhatikan betul oleh Pak Gubernur," tegas Dirjen Bina Anggaran Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, saat memberikan pemaparan dalam Musrenbang penyusunan RPJPD Riau 2005-2025, Rabu (22/6) di Hotel Arya Duta Pekanbaru.
RPJPD Riau sendiri telah ditetapkan berdasarkan Perda nomor 9 tahun 2009. Namun berdasarkan UU nomor 17 tahun 2007 dinyatakan bahwa RPJPD Tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah untuk periode 20 Tahun, sehingga terhitung sejak tahun 2005-2025 mengacu kepada RPJPD Nasional.
Persoalan lain yang disoroti Dirjen terkait penggunaan anggaran di Provinsi Riau, adalah mengenai pengelolaan PDAM. Berdasarkan data, 40% biaya dikeluarkan hanya untuk pembayaran tagihan listrik PDAM. Belum lagi pengeluaran teknis-operasional lainnya, tak heran, dari sektor air bersih ini Pemerintah selalu merugi.
"Ini yang dikatakan PDAM tidak sehat. Maka saya menyarankan kepada Pak Gubernur agar membuat perusahaan bersama daerah-daerah (BUMD) yang berbasis . Dari sini juga bisa dialokasikan APBD Riau agar SILPA kita yang diatas 3 triliun itu bisa dikurangi. Menurutnya hal ini sah-sah saja karena peruntukannya untuk pelayanan publik," urainya.
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD/MPR RI) asal Riau, Intsiawati Ayus, berharap dengan dibentangnya semua persoalan serta solusi mengenai pengelolaan Anggaran ini, Pemprov Riau bisa lebih memaksimalkan serapan APBD 2016.
"Saya berharap Pemprov bisa lebih proaktif untuk menggerakkan seluruh sumber daya aparaturnya dari hulu ke hilir seraya mengawal realisasi program-program,” ujarnya. Intsiawati mengingatkan kepada Pemprov agar mengurangi kegiatan yang bersifat seremonial karena hal tersebut selalu menjadi sumber sorotan Pusat terhadap Provinsi Riau, tandasnya.
Di sisi lain, tentang pengembangan budaya dan pariwisata di Riau, dirinya berkeyakinan masih banyak hal dan inovasi yang bisa dilakukan, untuk lebih memaksimalkan potensi yang ada.
"Masing-masing daerah di Riau punya objek wisata, baik destinasi, kuliner, hingga even budaya yang bisa diangkat ke tingkat nasional bahkan internasional. Destinasi ‘Bono’ di Pelalawan dan ‘Bakar Tongkang’ di Rohil, atau ‘Tour De Siak’ misalnya, menurutnya Pemprov bisa mempromosikan even tersebut secara lebih gencar ke dunia, melalui media dan promosi internasional" ungkapnya.
Juga kekayaan warisan budaya, banyak peninggalan bersejarah di Riau yang harus digenjot promosinya. Seperti keberadaan Istana Siak, Candi Muara Takus, Masjid-Masjid Tua, serta Makam para Raja, yang menyisakan bukti-bukti kejayaan peradaban masa lalu di Riau.
"Saat ini minat wisatawan domestik saja masih rendah. Jadi strategi promosi yang efektif harus sering dilakukan, terutama lewat media online dan media sosial. Banyak juga pameran budaya tingkat Nasional dan Internasional, nah Kita harus selalu ikut partisipasi," tutupnya.
Untuk diketahui, alokasi Anggaran untuk sektor budaya dan pariwisata di Riau ternyata masih sangat rendah, yakni dibawah 2%. (Rls)