DPD PUTUSAN DUA RUU SEBAGAI USUL INISIATIF (RUU PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DAN RUU PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP)

***

Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sarwono Kusumaatmadj menyatakan, karena aturan terfragmentasi maka diperlukan satu undang-undang yang mengonsolidasikan seluruh pengendalian kebakaran hutan dan lahan. “Kebakaran hutan dan lahan persoalan besar, sayang kalau dibiarkan karena terfragmentasi,” ujarnya dalam konferensi pers yang didampingi kedua wakil ketua PAH II DPD, Abdul M Kilian dan Intsiawati Ayus di Ruang Samithi Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan—Jakarta, Kamis (4/12).

Sidang Paripurna DPD yang dipimpin Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan—Jakarta, Kamis (4/12), menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang dihasilkan PAH II DPD sebagai RUU usul inisiatif DPD.

Sejak pengesahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengendali kebakaran hutan dan lahan adalah Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) yang menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP). Jadi, negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa dari segala bentuk ancaman bencana.

“Cuma, titipan kami, karakter kebakaran hutan dan lahan berbeda dengan bencana lainnya,” ujarnya. Bencana lainnya yang dimaksud adalah bencana alam seperti banjir dan longsor yang rutin mengiringi perubahan musim yang berbeda dengan kebakaran hutan dan lahan yang sengaja dilakukan.

“Saya tahu persis. Jangan sampai ada apologi berbagai kalangan tertentu yang menyebutnya sebagai bencana alam.” Pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak cukup dilimpahi kepada BNPB di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

Mengenai sanksi, menurutnya, telah dipertegas dalam RUU Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang dikenakan kepada pihak-pihak yang sengaja membakar hutan dan lahan atau karena kealpaannya menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Menyerahkan penindakan terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan kepada BNPB adalah tindakan yang diperlukan tetapi tidak mencukupi.

Menyangkut yang bertanggung jawab dan berwewenang menanggulangan bencana dalam RUU Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kalau Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat kabupaten/kota tidak sanggup maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat provinsi yang mengambil alihnya.

Selama ini, karena menggunakan istilah kebakaran hutan maka yang selalu ketiban sial untuk mengurusnya adalah Dinas Kehutanan. “Padahal, Dinas Kehutanan tidak berpotensi menanganinya, karena penyebab kebakaran bukan pelaku di bidang kehutanan. Akhirnya ribut terus, kabakaran jadinya tidak tertangani.”

Sarwono melanjutkan, isu kebakaran hutan dan lahan tidak hanya isu lokal di Kalimantan dan Sumatera tetapi juga isu regional di Asia Tenggara. “Karena asapnya mengganggu jalur lalu lintas utama,” ujarnya. Lalu lintas utama yang terganggu seperti rute penerbangan dan pelayaran negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand.

“Saya pernah menghitung waktu menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup, jumlah penduduk yang terkena langsung akibat kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan mencapai paling tidak 20 juta orang,” ujarnya.

Akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali, tahun 2006 Wetland Internasional memosisikan Indonesia negara ketiga di dunia sebagai emitor karbon setelah Amerika Serikat dan China. dituding dunia sebagai emitor karbon nomor tiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China.

Sidang Paripurna DPD juga menyetujui RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dihasilkan PAH II DPD sebagai RUU usul inisiatif DPD. Mengenainya, Sarwono mengatakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup saatnya diperbaharui.

“Karena, pengalaman menjalankan UU itu membuktikan ada dua hal yang belum selesai,” ujarnya. Kedua hal yang tidak termaktub dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kelembagaan serta peningkatan kapasitasnya dan sanksi. Dan, yang terpenting adalah sejak UU tersebut diberlakukan tahun 1997 terdapat perkembangan di bidang pemerintahan yang tidak termaktub, yaitu otonomi daerah.

Selain kedua RUU, Sidang Paripurna DPD memutuskan untuk mensahkan Pandangan dan Pendapat terhadap RUU Meteorologi dan Geofisika yang dihasilkan PAH II DPD. (sumber: www.dpd.go.id)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.