Tatanan Kepemimpinan Daerah Mendesak Diubah

Bisnis.com, JAKARTA—Penataan kembali struktur kepemipinan politik di daerah dengan memasukkan aspek budaya setempat mendesak untuk dilakukan guna memperkecil peluang berbagai kasus korupsi yang kian meningkat di seluruh wilayah Indonesia.

Demikian dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens dalam satu diskusi bertema “Pemberantasan Korupsi di Daerah” di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Rabu (25/9/2013). Selain Boni, turut menjadi nara sumber Anggota DPD, Instiawati Ayus dan aktivis anti korupsi Wakatobi, Muhammad Daulat.

 Menurut Boni, pelaksanaan sistem otonomi daerah yang berlaku sama di seluruh daerah selama ini belum mampu menekan angka korupsi. Malah sebaliknya yang muncul adalah modus korupsi baru berupa pengaturan kebijakan melalui segelintir orang yang berpengaruh. Buktinya, 58% dari 529 kepala daerah terindikasi korup.

“Saya kira sudah saatnya dilakukan perubahan tatatan struktur pemerintahan daerah dengan memasukkan unsus kultural untuk daerah tertentu karean sistem otonomi daerah belum mampu secara maksimal mencegah kasus korupsi,” ujar Boni yang juga pengamat politik dari Universitas Indonesia tersebut.

Menurutnya, tingginya kasus korupsi disebabkan oleh peluang yang diberikan oleh figur pemimpin yang ‘dicetak’ oleh segelintir orang tersebut dengan motif utama kepentingan uang.

“Dari hasil penelitian kami, politik di daerah berjalan melalui penguasaan politik yang dilakukan segelintir orang yang melibatkan tokoh politik, konglomerat, birokrat dan preman,” ujarnya. Boni menyebut penguasaan politik oleh segelintir orang tersebut dengan istilah “bosisme lokal.” Menurutnya, kepemimpin yang bercirikan budaya lokal tersebut akan bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Menurutnya, struktur kepemimpin di setiap daerah tidak harus sama dengan daerah lain karena memang memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Bahkan dia menyebutkan bisa saja dalam satu daerah tertentu kepemimpinan politiknya dipegang oleh tokoh agama.

Sementara itu, Intsiawati Ayus mengatakan munculnya kasus korupsi di daerah disebabkan oleh tumpang tindih aturan, termasuk soal perizinan, di samping mental aparat pemerintahan yang korup. Menurutnya, salah satu modus korupsi di daerah tambang adalah obral kuasa pertambangan (KP) menjelang pemilu.

“Kalau sudah mau dekat pemilu, KP-KP dengan mudahnya dikelurkan kepala daerah,” ujarnya.

Senator asal Riau tersebut juga menjelaskan untuk kasus korupsi korupsi, peringkat tertinggi didaerah itu adalah di sektor kehutanan, perkebunana, dan pertambangan.

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.