“Saya harap Pemerintah dan DPR bertindak tegas, karena apa yang diputuskan terhadap Perpu Pilkada sangat penting bagi daerah mengingat Pemilukada akan digelar serentak mulai tahun 2015 nanti,” demikian disampaikan Intsiawati Ayus anggota DPD RI asal Riau dalam Dialog Kenegaraan di Coffee Corner DPD RI, Rabu (12/11/2014).
Dialog Kenegaraan yang bertema "Pemilukada Tahun 2015: Quo Vadis?" antara lain membahas Perppu Pemilukada Tahun 2015. Selain Intsiawati Ayus, Senator asal Riau, hadir sebagai pembicara, Rambe Kamarul Zaman (Ketua Komisi II DPR RI/Fraksi Partai Golkar), Isran Noor (Ketua Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia-APKASI), dan Sigit Pamungkas (Komisioner Komisi Pemilihan Umum-KPU).
Berkenaan dengan Pemilukada, Ketua APKASI Isran Noor menyebutkan sesuai dengan hasil Rakornas APKASI akan tetap memperjuangkan aspirasi rakyat yaitu pemilukada langsung.
"kita ketahui ini adalah amanah rakyat, amanah reformasi, maka pemilukada langsung harus dilanjutkan sehingga desentralisasi politik diberikan kepada rakyat," ujar Isran.
Isran menambahkan, bila melihat UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, banyak pasal yang direduksi atas wewenang daerah, seperti kewenangan diberikan ke provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat. Apabila pemilukada tak langsung, bagaimana kondisi kabupaten/kota hal itu menunjukkan aspirasi demokrasi tidak terpelihara dengan baik.
Komisioner KPU, Sigit Pamungkas menggambarkan apabila Perpu Pemilukada diterima, maka pekerjaan rumah KPU harus segera diselesaikan. Seperti penyiapan regulasi-peraturan, pencalonan kepala daerah, standar pengadaan barang dan jasa, rekapitulasi, persoalan internal KPU, anggaran dan sebagainya.
"Sedangkan bila Perpu ditolak maka peran KPU digantikan oleh perwakilan dari Fraksi-fraksi DPRD, sehingga KPU cukup diam begitu saja," tutur Sigit.
Dalam dialog itu Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman menegaskan apabila DPR menolak, maka UU yang ada berlaku. Tetapi, bila DPR menyetujui, maka Perppu berlaku. Menurut Rambe, kalau DPR menolak Perppu, maka Perppu itu harus dicabut dan DPR harus membuat aturan pencabutan tersebut dengan segala konsekuensi hukum dari pencabutan itu sendiri.
Hal itu sesuai amanat Pasal 22 UUD 1945 dan UU No.12 tentang Perppu yang harus dibahas bersama DPR RI. Jika DPR menolak Perppu Pilkada yang dikeluarkan oleh Presiden SBY pada 2 Oktober 2014 terkait UU Pilkada yang disahkan oleh DPR RI pada 26 September 2014, maka tidak ada kekosongan hukum karena sudah ada UU No.22 Tahun 2014 tentang Pilkada dan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda. (WH/DS)