DPD Desak Presiden Keluarkan Izin Pemeriksaan Pejabat



Fakta lapangan memperlihatkan kerusakan hutan yang tidak sebanding.



RIAU, Koran Tempo -Panitia Ad Hock II Dewan Perwakilan Daerah mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mengeluarkan izin pemeriksaan kepada sejumlah pejabat yang diduga terlibat dalam pembalakan liar (illegal logging).



Koordinator Panitia Ad Hoc (PAH) II Intsiawati Ayus mengatakan hal ini dalam pertemuan dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia di Ruang Kenanga, lantai 3 kantor Gubernur Riau, kemarin.



Desakan itu, kata dia, bertujuan memperlancar dan mempercepat proses penegakan hukum yang saat ini sedang digalakkan aparat keamanan. "Melalui PAH II DPD Riau, kami mendesak Presiden segera mengeluarkan izin pemeriksaan tak hanya terhadap pejabat, tapi juga menyegerakan proses penegakan hukum terhadap pelaku yang bukan pejabat," ujar Intsiawati, yang juga anggota DPD RI asal Riau, saat melakukan kunjungan kerja ke Riau.



Dia mengakui fakta-fakta lapangan memperlihatkan kerusakan hutan yang tidak sebanding dengan rehabilitasi yang dilakukan oleh perusahaan perkayuan. Selama ini, kata dia, mereka menggunakan bahan baku dari hutan alam untuk produksi.



"Mereka memperolehnya dari mitra kerja dan mengambilnya dari hutan alam hingga sebelum 2009 nanti, bukan dari hutan produksi. Itu memang nyata terjadi, setelah 2009 barulah mereka mengambil bahan bakunya dari HTI mereka sendiri," katanya.



Desakan serupa sebelumnya juga dikeluarkan Ketua Pemberantasan Illegal Logging Pemerintah Provinsi Riau Wan Abubakar. Ia berharap Presiden Yudhoyono segera menurunkan surat izin untuk memeriksa sejumlah pejabat di Riau terkait dengan kasus pembalakan liar. Wan sangat yakin pejabat yang ia maksudkan itu terlibat dalam pembalakan liar.



Wan, yang juga Wakil Gubernur Riau, mengaku sudah sejak tahun lalu berusaha menyeret para pejabat itu ke meja hijau. Namun, katanya, laporan yang dimasukkannya ke Kepolisian Daerah Riau selalu dimentahkan. "Justru Gubernur Riau Rusli Zainal menuding saya ini asal tuduh saja," katanya. Dengan rusaknya hutan di Riau saat ini, kata dia, hal itu menunjukkan keterlibatan mereka.



Sementara itu, kalangan lembaga swadaya masyarakat lingkungan mempertanyakan ketidaksamaan persepsi illegal logging yang selama ini disampaikan oleh kalangan pengusaha dan perusahaan. Padahal, menurut Santo Kurniawan, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), tidak ada perbedaan persepsi tentang illegal logging yang dilakukan oleh Polda Riau.



"Perbedaan persepsi ini akibat kepentingan yang berbeda, pengusaha dengan keuntungannya, LSM dengan kerusakan lingkungannya, aparat hukum melalui perangkat aturan dan regulasi yang mengatur tentang kehutanan dan tindakan pidana lainnya," ujar Santo.



Menurut Ketua APHI Riau Endro Siswoko, kayu-kayu dan peralatan berat yang diberi police line oleh polisi seharusnya dilepaskan. Sebab, kayu itu akan berkurang harganya jika membusuk.



Selain itu, alat-alat berat tersebut disewa oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasional lapangan. "Kami belum tentu salah, tapi telah diberi police line oleh kepolisian," katanya. BOBBY TRIADI

DPD Desak Presiden Keluarkan Izin Pemeriksaan Pejabat

Fakta lapangan memperlihatkan kerusakan hutan yang tidak sebanding.

RIAU, Koran Tempo -Panitia Ad Hock II Dewan Perwakilan Daerah mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mengeluarkan izin pemeriksaan kepada sejumlah pejabat yang diduga terlibat dalam pembalakan liar (illegal logging).

Koordinator Panitia Ad Hoc (PAH) II Intsiawati Ayus mengatakan hal ini dalam pertemuan dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia di Ruang Kenanga, lantai 3 kantor Gubernur Riau, kemarin.

Desakan itu, kata dia, bertujuan memperlancar dan mempercepat proses penegakan hukum yang saat ini sedang digalakkan aparat keamanan. "Melalui PAH II DPD Riau, kami mendesak Presiden segera mengeluarkan izin pemeriksaan tak hanya terhadap pejabat, tapi juga menyegerakan proses penegakan hukum terhadap pelaku yang bukan pejabat," ujar Intsiawati, yang juga anggota DPD RI asal Riau, saat melakukan kunjungan kerja ke Riau.

Dia mengakui fakta-fakta lapangan memperlihatkan kerusakan hutan yang tidak sebanding dengan rehabilitasi yang dilakukan oleh perusahaan perkayuan. Selama ini, kata dia, mereka menggunakan bahan baku dari hutan alam untuk produksi.

"Mereka memperolehnya dari mitra kerja dan mengambilnya dari hutan alam hingga sebelum 2009 nanti, bukan dari hutan produksi. Itu memang nyata terjadi, setelah 2009 barulah mereka mengambil bahan bakunya dari HTI mereka sendiri," katanya.

Desakan serupa sebelumnya juga dikeluarkan Ketua Pemberantasan Illegal Logging Pemerintah Provinsi Riau Wan Abubakar. Ia berharap Presiden Yudhoyono segera menurunkan surat izin untuk memeriksa sejumlah pejabat di Riau terkait dengan kasus pembalakan liar. Wan sangat yakin pejabat yang ia maksudkan itu terlibat dalam pembalakan liar.

Wan, yang juga Wakil Gubernur Riau, mengaku sudah sejak tahun lalu berusaha menyeret para pejabat itu ke meja hijau. Namun, katanya, laporan yang dimasukkannya ke Kepolisian Daerah Riau selalu dimentahkan. "Justru Gubernur Riau Rusli Zainal menuding saya ini asal tuduh saja," katanya. Dengan rusaknya hutan di Riau saat ini, kata dia, hal itu menunjukkan keterlibatan mereka.

Sementara itu, kalangan lembaga swadaya masyarakat lingkungan mempertanyakan ketidaksamaan persepsi illegal logging yang selama ini disampaikan oleh kalangan pengusaha dan perusahaan. Padahal, menurut Santo Kurniawan, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), tidak ada perbedaan persepsi tentang illegal logging yang dilakukan oleh Polda Riau.

"Perbedaan persepsi ini akibat kepentingan yang berbeda, pengusaha dengan keuntungannya, LSM dengan kerusakan lingkungannya, aparat hukum melalui perangkat aturan dan regulasi yang mengatur tentang kehutanan dan tindakan pidana lainnya," ujar Santo.

Menurut Ketua APHI Riau Endro Siswoko, kayu-kayu dan peralatan berat yang diberi police line oleh polisi seharusnya dilepaskan. Sebab, kayu itu akan berkurang harganya jika membusuk.

Selain itu, alat-alat berat tersebut disewa oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasional lapangan. "Kami belum tentu salah, tapi telah diberi police line oleh kepolisian," katanya. BOBBY TRIADI

President asked to issue permit to probe district heads

Pekanbaru, EoF News— Ad hoc Committee II of Regional Representative Council (DPD) urged President Susilo Bambang Yudhoyono to immediately issue summon letter to several officials who allegedly involved in illegal logging in Riau, Koran Tempo daily (28/9/2007) reported.

The call is followed by the statement from the National Police Headquarters today in Jakarta that the institution had submitted a request to the President to issue permit to probe five Riau district heads, Detik.com website reported (28/9).

The National Police Spokesperson Sisno Adiwinoto said that the police still await the President’s permit which normally the request is handled within 60 days since it is submitted.

In Pekanbaru, the Regional Representative Council held meeting with Riau environmental NGOs, and Indonesian Forestry Business Association (APHI) here on Thursday.

The Committee’s coordinator, Instiawati Ayus, said that the call is to smoothen and speed up the legal process taken by law enforcers.

“Through PAH II [the Chamber’s Committee II] of Riau’s DPD, we urge the President to issue the summon permit, not only for officials, but also to accelerate law enforcement process against the perpetrators who are not official, Instiawati, the member from this province, said.

She said that the findings on the ground showed that the deforestation occurred is not equal to the restoration conducted by timber companies who use raw material for pulp production from natural forests in the province.

"They sourced from partners and take [wood] from natural forest before 2009, not from productive forest,” Instiawati said.

Meanwhile, a parliamentarian from Commission II, returned gift parcel sent by PT Raja Garuda Mas (RGM) to Corruption Eradication Commission (KPK), Kompas Cyber Media reported Friday.

The member of House of Representatives, Aulia Rahman, who concurrently serves as Illegal Logging Working Committee member, said he received the 50x50-cm gift parcel of dates on Thursday afternoon.

RGM is a holding company belonged to tycoon Sukanto Tanoto and affiliated to Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL). “I don’t know PT RGM, but as far as I know PT RGM is a timber company operating in Riau,” Aulia said.

Intsiawati Ayus Deklarasikan PUPKA Riau

PEKANBARU (RiauInfo) – Anggota DPD/MPR-RI Daerah Pemilihan Riau, Intsiawati Ayus, SH.MH secara resmi mendeklarasikan Sentral Posko Upaya Penyelesaian Konflik Agraria (PUPKA) Riau di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9). Pasalnya, PUPKA Riau berharap konflik agraria yang terjadi saat ini dapat diselesaikan di Riau.
“Saya tegaskan posko ini dibangun untuk mengupayakan penyelesaian konflik agraria sebagai pondasi pendukung penyelesaian konflik di Riau. Kedepannya PUPKA Riau diharapkan dapat mengatasi konflik ini dengan cermat dan profesional,” ungkap Intsiawati Ayus kepada RiauInfo di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9).
Menurut alumni UIR ini, tertanggal 8 Agustus 2007, dia melakukan kerjasama dengan Komite Pimpinan Pusat – Serikat Tani Riau (KPP-STR) dalam mendorong penyelesaian konflik agraria di Riau. Hal ini berlandaskan kepada kesepakatan bersama antara Badan Pertanahan Nasional RI dengan Kepolisian Negara RI No. 3/SKB/BPN/2007 dan No.Pol.B/576/III/2007 tanggar 15 Maret 2007.
Semua ini bermuatan penting agar penyelesaian konflik agraria yang direncanakan oleh Pemerintah lebih mengedepankan rakyat dalam usaha penyelesaian. Mengapa? Karena tumpang tindihnya Surat Keputusa (SK) Pemerintah Pusat pada masa sentralisasi orde baru yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar di Riau.
Dengan adanya surat keterangan dasar kepemilikan atau pengelola tanah yang dimiliki oleh masyarakat Riau atau bahkan dengan tanah hukum adat/ulayat. Ini harus diselesaikan melibatkan masyarakat yang bersangkutan.
“Karena mana mungkin konflik agraria akan terselesaikan tanpa melibatkan mereka. Untuk itulah, PUPKA Riau ini kami bangun. Agar keterlibatan rakyat dalam mengetahui sejauh mana penyelesaian kasus agraria berjalan. Sehingga peran yang dapat kami berikan mampu mendorong keadilan agraria demi kesejahteraan bersama,” pungkasnya. (Dd)

Intsiawati Ayus Deklarasikan PUPKA Riau


PEKANBARU (RiauInfo)
Anggota DPD/MPR-RI Daerah Pemilihan Riau, Intsiawati Ayus, SH.MH secara resmi mendeklarasikan Sentral Posko Upaya Penyelesaian Konflik Agraria (PUPKA) Riau di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9). Pasalnya, PUPKA Riau berharap konflik agraria yang terjadi saat ini dapat diselesaikan di Riau.

"Saya tegaskan posko ini dibangun untuk mengupayakan penyelesaian konflik agraria sebagai pondasi pendukung penyelesaian konflik di Riau. Kedepannya PUPKA Riau diharapkan dapat mengatasi konflik ini dengan cermat dan profesional," ungkap Intsiawati Ayus kepada RiauInfo di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9).

Menurut alumni UIR ini, tertanggal 8 Agustus 2007, dia melakukan kerjasama dengan Komite Pimpinan Pusat - Serikat Tani Riau (KPP-STR) dalam mendorong penyelesaian konflik agraria di Riau. Hal ini berlandaskan kepada kesepakatan bersama antara Badan Pertanahan Nasional RI dengan Kepolisian Negara RI No. 3/SKB/BPN/2007 dan No.Pol.B/576/III/2007 tanggar 15 Maret 2007.

Semua ini bermuatan penting agar penyelesaian konflik agraria yang direncanakan oleh Pemerintah lebih mengedepankan rakyat dalam usaha penyelesaian. Mengapa? Karena tumpang tindihnya Surat Keputusa (SK) Pemerintah Pusat pada masa sentralisasi orde baru yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar di Riau.

Dengan adanya surat keterangan dasar kepemilikan atau pengelola tanah yang dimiliki oleh masyarakat Riau atau bahkan dengan tanah hukum adat/ulayat. Ini harus diselesaikan melibatkan masyarakat yang bersangkutan.

"Karena mana mungkin konflik agraria akan terselesaikan tanpa melibatkan mereka. Untuk itulah, PUPKA Riau ini kami bangun. Agar keterlibatan rakyat dalam mengetahui sejauh mana penyelesaian kasus agraria berjalan. Sehingga peran yang dapat kami berikan mampu mendorong keadilan agraria demi kesejahteraan bersama," pungkasnya. (Dd)

SONGSONG PILGUB 2008, Intsiawati Ayus: Masih Menunggu Putusan MK

PEKANBARU, RiauInfo- Kandidat calon perorangan (Independen) akan muncul-muncul satu persatu dalam meyongsong Pemilihan Gubernur Riau tahun 2008 mendatang. Tapi Intsiawati Ayus masih menunggu review keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Desember 2007.

"Maju, itu hal yang muda bagi saya. Masih sih seorang wanita ingin jadi Robin Hood dan Samson. Lihat saja nanti," ungkap Anggota DPD Daerah Pemilihan Riau, Intsiawati Ayus, SH,MH kepada wartawan di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9).

Menurutnya, maju dari calon independen mempunyai peluang besar untuk dapat terpilih. Karena independen adalah calon yang kuat. Jika masyarakat Riau menginginkan dirinya jadi Gubernur bagaimana?

"Ya, amanah itu akan saya jalankan dengan baik. Saya siap untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Riau. Itulah simbol saya dalam kehidupan ini," katanya.

Tambah Intsiawati Ayus, jika tak ada aral melintang, keputusan MK masalah Undang-undang 32 tentang calon perorangan akan dikeluarkan Desember 2007. "Saya siap maju dari jalur independen, tapi masih menunggu keputusan MK," tukasnya. (Dodi Devira)

Intsiawati Ayus Deklarasikan PUPKA Riau

PEKANBARU, RiauInfo- Anggota DPD/MPR-RI Daerah Pemilihan Riau, Intsiawati Ayus, SH.MH secara resmi mendeklarasikan Sentral Posko Upaya Penyelesaian Konflik Agraria (PUPKA) Riau di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9). Pasalnya, PUPKA Riau berharap konflik agraria yang terjadi saat ini dapat diselesaikan di Riau.

"Saya tegaskan posko ini dibangun untuk mengupayakan penyelesaian konflik agraria sebagai pondasi pendukung penyelesaian konflik di Riau. Kedepannya PUPKA Riau diharapkan dapat mengatasi konflik ini dengan cermat dan profesional," ungkap Intsiawati Ayus kepada RiauInfo di Ruang DPD Kantor DPRD Riau, Kamis (6/9).

Menurut alumni UIR ini, tertanggal 8 Agustus 2007, dia melakukan kerjasama dengan Komite Pimpinan Pusat - Serikat Tani Riau (KPP-STR) dalam mendorong penyelesaian konflik agraria di Riau. Hal ini berlandaskan kepada kesepakatan bersama antara Badan Pertanahan Nasional RI dengan Kepolisian Negara RI No. 3/SKB/BPN/2007 dan No.Pol.B/576/III/2007 tanggar 15 Maret 2007.

Semua ini bermuatan penting agar penyelesaian konflik agraria yang direncanakan oleh Pemerintah lebih mengedepankan rakyat dalam usaha penyelesaian. Mengapa? Karena tumpang tindihnya Surat Keputusa (SK) Pemerintah Pusat pada masa sentralisasi orde baru yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar di Riau.

Dengan adanya surat keterangan dasar kepemilikan atau pengelola tanah yang dimiliki oleh masyarakat Riau atau bahkan dengan tanah hukum adat/ulayat. Ini harus diselesaikan melibatkan masyarakat yang bersangkutan.(Dodi Devira)

"Karena mana mungkin konflik agraria akan terselesaikan tanpa melibatkan mereka. Untuk itulah, PUPKA Riau ini kami bangun. Agar keterlibatan rakyat dalam mengetahui sejauh mana penyelesaian kasus agraria berjalan. Sehingga peran yang dapat kami berikan mampu mendorong keadilan agraria demi kesejahteraan bersama," pungkasnya. (Dd)

DPD Riau Kejar Dana Non Budgeter Pemda di Riau

Terkait dengan tingginya dana bank Riau yang di-SBIkan, DPD RI dapil Riau bakal mengejar bunganya (non budgeter). Alasannya, penempatannya tak jelas.

Riauterkini-PEKANBARU-Anggota DPD RI dapil (daerah pemilihan) Riau, Intsiawati Ayus kepada Riauterkini kamis (6/9) menyatakan bahwa bunga dari dana milik pemda di Riau yang di SBI-kan oleh Bank Riau ke Bank Indonesia bisa disebut dengan dana non budgeter.

Namun menurut Instsiawati Ayus, dana non budgeter itu selama ini tidak jelas kemana dimasukkan. Untuk itu, dirinya berjanji akan melakukan konsutasi dengan menteri keuangan RI, Sri Mulyani untuk menyusun formula auditingnya.

”Dengan formula yang tepat, kita akan mengejar dana tersebut. Agar jelas kemana dana tersebut diarahkan. Pasalnya, kendati itu merupakan bunga dari dana APBD yang disimpan ke Bank Riau, namun selain jumlahnya besar, juga masuk sebagai dana non budjeter APBD. Jadi perlu ada kejelasan diposisikan dimana dana tersebut,” katanya.

Sementara itu, seperti yang dirilis Riauterkini sebelumnya, ’dana titipan’ pemda di Riau itu di-SBIkan oleh bank Riau bersama dengan dana dari pihak ketiga (nasabah umum). Bunga yang diberikan oleh Bank Indonesia adalah 4 % perhari untuk jasa giro dan 8,25% untuk jasa deposito.

Turut pengakuan Direktur Pemasaran Bank Riau, Buchari Asshari, pihaknya secara profesional sudah memberikan hak-hak nasabah sesuai dengan mekanisme perbankan yang berlaku. Alokasi bunga SBI diberikan kepada ’dana titipan’ dari pemda di Riau sama dengan yang diberikan kepada nasabah umum lainnya.

Yang menjadi permasalahan adalah, ketika pihak perbankan mendistribusikan bunga dana yang diSBIkan kepada ’pemilik dana’, maka pemilik dana seharusnya meletakkan dana tersebut pada posisi yang jelas. Karena asal dana adalah dari dana pemda di Riau yang diSBIkan.

”Posisi dana non budgeter itulah yang kini akan kita investigasi. Dialokasikan kemana jika memang dikucurkan sebagai dana proyek, dan disimpan di mana dana tersebut jika memang disimpan,” katanya.***(H-we)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.