Hampir Seratus Advokat Siap Dampingi Susno


Para advokat yang akan mendampingi Susno berasal dari dua organisasi yang berseteru, Peradi dan KAI.

Diskusi DPD, Rabu (24/3), membahas fenomena markus di Polri.

Susno Duaji akhirnya menyandang status tersangka. Mantan Kabareskrim yang pertama kali melontarkan istilah cicak dan buaya ini, dijadikan tersangka karena dituding melakukan delik pencemaran nama baik. Nasib naas yang dialami Susno adalah buah dari ‘nyanyiannya’ tentang praktek makelar kasus di tubuh Polri. Susno terang-terangan menyebut keterlibatan sejumlah tinggi Polri.

Meski berstatus tersangka, Susno tetap menuai dukungan dari sejumlah kalangan. Anggota Komisi III DPR Taslim mengatakan upaya Susno membongkar markus perlu didukung. Komisi III, kata Taslim, bahkan telah menjadikan upaya pengungkapan markus sebagai agenda utama. Menurutnya, butuh keberanian ekstra untuk melakukan hal seperti Susno. “Markus tidak akan terungkap tanpa orang dalam,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPD Jakarta, Rabu (24/3).

Taslim sendiri mengaku heran bagaimana bisa Polri lebih memilih untuk menetapkan Susno sebagai tersangka. Polri seharusnya menyelidiki terlebih dahulu benar tidaknya keterangan Susno. “Polisi harus berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Di tingkat elit saja gampang, apalagi di tingkat bawah,” katanya.

Anggota DPD dari Riau Intsiawati Ayus ikut-ikutan mendukung Susno. Pengungkapan markus di tubuh Polri, kata Intsiawati, adalah bagian reformasi secara komprehensif. Ia berharap tindakan Susno yang berani mengungkap markus diikuti oleh polisi-polisi lain. “Mudah-mudahan di tingkat Polres, Polsek muncul Susno-Susno lainnya,” harapnya.

Dukungan untuk Susno tidak hanya mengalir dari politisi, kalangan advokat pun siap mendukung. Kuasa Hukum Susno, Husni Maderi mengklaim ada sekitar 96 advokat yang siap membela kliennya. “96 lawyer tersebut terdiri dari (anggota, red.) Peradi dan KAI,” dia menambahkan.

Husni menyayangkan tindakan Polri yang begitu saja menetapkan Susno sebagai tersangka. Tindakan kliennya mengungkap adanya Markus, kata Husni, tidak didasari niat untuk mencari sensasi, tetapi semata ingin memperbaiki institusi Polri.

Judicial review
Dalam acara diskusi yang sama, Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan jika pasal yang disangkakan adalah Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, maka Susno bukanlah korban pertama. Pasal karet itu, kata Irman, kerap digunakan polisi ketika merasa tersudut. Ironisnya, Susno disangkakan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 oleh institusi dimana ia berkiprah selama puluhan tahun.

Karena telah memakan banyak korban, Irman usul agar kuasa hukum mengajukan judicial review ke MK. Jika hal ini dilakukan, Irman yakin judicial review akan didukung oleh banyak kalangan. “Komjen masih aktif (Susno Duadji), magnitude konstitusionalnya besar,” katanya.

Mantan staf ahli MK ini memprediksi MK akan mengabulkan permohonan judicial review terhadap Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. “Pasal penghinaan terhadap presiden saja sudah dibatalkan,” tambahnya.

Usulan Irman disambut positif oleh kuasa hukum Susno, Erfan Helmi Juni. Erfan pun langsung mencanangkan tim khusus yang akan fokus melakukan judicial review. “Jangan juga kita sampaikan suatu hal yang baik, kemudian ada oknum tersinggung, kemudian melaporkan pencemaran nama baik itu kan konyol. Kapan kita bisa dewasa dalam suatu kerangka demokrasi dalam konteks kita sebagai negara hukum,” pungkasnya.

Pengungkapan makelar kasus harus dilakukan bersama-sama


dpd.go.id
Pernyataan Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Susno Duadji mengenai adanya makelar kasus di tubuh Polri membuka perbincangan panas di berbagai tempat, tak terkecuali DPD RI . Praktik makelar kasus tidak hanya ada di pusat, bahkan di daerah variasi makelar kasus jauh lebih banyak. Diskusi mengenai “Praktik Markus di Pusat dan Daerah” berlangsung dalam acara Dialog Kenegaraan, di Press Room DPD RI Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta , Rabu (24/03).

Sedianya Komjen Susno Duadji menjadi narasumber dalam dialog tersebut. Namun, karena statusnya sudah menjadi tersangka, Susno tidak jadi hadir dan mewakilkan kepada tim kuasa hukumnya, yaitu Efran Juni dan Husni Maderi. Narasumber lainnya adalah Intsiawati Ayus (Anggota Komite II DPD RI, asal Riau), Taslim (Anggota Komisi III DPR RI), serta Irman Putra Sidin (Pakar Hukum Tata Negara).

Intsiawati Ayus mengatakan makelar kasus di daerah justru lebih parah dibandingkan di pusat, karena variasi kasusnya lebih banyak, misalnya makelar proyek, makelar tender, dll. “Lebih bervariasi dan lebih kejam lagi hal-hal perlakuan polisi, oknum-oknum polisi di tingkat daerah, hanya tidak terekspos, karena dianggap tidak menarik. Kami yang di daerah sudah pada tingkat jenuh dan muak”, ucap Intsiawati. Intsiawati berharap dengan munculnya kasus Susno, akan ada reformasi di tingkat kepolisian secara komprehensif dari atas sampai ke bawah.

Sementara itu, Irman mengibaratkan badan Polri seperti rumah besar yang harus dibersihkan bersama-sama. Taslim juga sepakat dengan pernyataan Irman tersebut dan mengatakan bahwa untuk mengungkap makelar kasus harus ada keberanian internal penegakan hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Depkumham. “Dalam hal mengungkap markus itu, tidak akan pernah terungkap kasus itu kalo tidak ada orang dalam. Kalau kita di luar saja, selaku anggota DPR dan DPD tidak akan mampu mengungkap markus itu”, ujar Taslim.

Dalam dialog tersebut, tim kuasa hukum Susno Duadji berkesempatan mengungkap alasan tindakan Susno yang membeberkan praktik makelar kasus di Polri bukan untuk menghina institusi Polri, tapi justru ingin memperbaiki. “Kami ini dibenturkan, seolah-olah ingin membusuki institusi Polri, tapi padahal untuk memperbaiki Polri. Ini kelakuan elit polisi. Pak Susno tak pernah membenci polri,” tandas Husni.

Status Tersangka Susno karena Pasal Karet



Metrotvnews.com, Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin berpendapat penetapan status tersangka kepada mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji disebabkan adanya pasal karet. Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang pencemaran nama baik seharusnya dihapus.

"Pasal ini tidak layak dikonstitusi. Pasal ini tidak bermanfaat," tegas Irman dalam acara dialog kenegaraan bertema "Mengungkap Praktik Markus di Pusat dan Daerah" di Gedung DPD/MPR RI, Jakarta, Rabu (24/3). Menurut Irman, kasus yang menimpa Susno bukan pertama kali di Indonesia. Kejadian ini sudah berlangsung berkali-kali. Bahkan, bisa saja menimpa Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang hampir berkarakter serupa dengan Susno.

"Kejadian ini juga pernah menimpa wartawan kan? Kalau pasal ini tidak dihapus, jangan-jangan kalau ada copet di bus terus kita teriak copet dan copet itu lapor polisi, bisa kena juga kita," kata Irman.

Karena itu, Irman menyarankan kuasa hukum Susno mengajukan judical review ke Mahkamah Konstitusi. DPR juga harus mengkaji ulang pasal-pasal karet tersebut. "Daripada berdebat ini-itu mending mengajukan judical review. Ini bukan hanya untuk Pak Susno. Siapapun yang jadi polisi ketika tersudut akan menggunakan pasal itu," kata Irman.

Kuasa hukum Susno Duadji, Erfan Helmi Juni, mengatakan, akan mengajukan judical review terhadap dua pasal karet tersebut. Ia tak ingin pengungkapan kebenaran terkukung akibat ketidakdewasaan. Namun ia masih menanti surat penetapan terperiksa dari Propam.

"Saya ini baru tahu dari ajudan Pak Susno dan baca di media online. Suratnya sendiri belum datang ke saya. Kalau sudah ada kan kita bisa tahu apakah Pak Susno ditetapkan sebagai tersangka karena apa," jelas Erfan.

Anggota Komisi III DPR, Taslim mengatakan, komisi hukum di DPR akan segera mengubah KUHAP. Ia mengakui banyak pasal-pasal yang memiliki kelemahan."Tahun ini kita mulai,"janji Taslim.

Taslim mempertanyakan, apakah institusi Polri terlalu kuat hingga Susno dipidanakan karena melaporkan dugaan Markus pajak kepada Satgas Antimafia Hukum. Ia juga akan mendorong Komisi III DPR untuk mempertimbangkan perombakan di tubuh Polri.

Senada dengan Taslim, anggota DPD RI Intsiawati Ayus setuju dengan rencana pengkajian pasal-pasal karet. Tapi soal Susno, Ayus menilai persoalan yang menimpannya adalah hal biasa.(Andhini)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.