Kerusakan Jalintim Capai 48 Km


Laporan Kasmedi, Rengat redaksi@riaupos.co
Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, menyatakan Jalan Lintas Timur (Jalintim) Pekanbaru-Jambi masih terdapat kerusakan sepanjang 48 Km dari 295 Km.

Namun demikian, menghadapi arus mudik dan arus balik Idul Fitri 1433 H, ini telah dilakukan penanganan sementara di sejumlah titik yang rusak terutama dari Kecamatan Seberida, Inhu batas Jambi.

Intsiawati Ayus didampingi Sekda Inhu dan pihak Kementrian PU
Mengadakan Peninjauan Lapangan ke Jalintim di Perbatasan Riau-Jambi
Sementara penanganan berkala terhadap 48 Km Jalintim yang rusak, terutama dalam wilayah Inhu pada tahun ini telah dilakukan peningkatan jalan sepanjang 20 Km dari Tugu Patin Pematang Reba arah batas Jambi. Proyek melalui tahun jamak itu akan tuntas pada 2013.

”Untuk arus mudik dan arus balik Idul Fitri tidak ada kendala. Karena Jalintim yang mengalami rusak parah sudah dilakukan perbaikan sementara,” ujar Kasatker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Pekanbaru Jambi Dedi Mandawa didampingi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalintim Emri Ritongo, tinjau lapangan bersama anggota DPD RI Hj Intsiawati Ayus SH MH akhir pekan lalu.

Perbaikan atas kerusana Jalintim dalam wilayah Inhu sejak 2011 lalu telah dimulai. Hanya saja perbaikan itu belum tuntas sesuai kontrak dan pada Agustus 2013 yang dianggarkan melalui proyek multiyears baru akan tuntas secara keseluruhan.

Saat ini sebutnya, sebagian pekerjaan sudah dapat menuntaskan beberapa bagian drainase. Bahkan beberapa titik di sepanjang Jalintim terutama dari Tugu Patin Pematang Reba arah batas Jambi sudah dilaksanakan pengaspalan lapis pertama dari tiga lapis yang direncanakan.

Ia juga tidak memampik penanganan Jalintim terkesan lambat. Hal salah faktornya yakni tidak adanya kontrok muatan barang bagi truk yang melintas. Sehingga kelas jalan Jalintim yang kelas III dengan berat beban untuk 8 ton.

”Kenyataan yang ada saat ini, mobil yang melintas pada Jalintim tersebut masih banyak bermuatan di atas 8 ton. Akibatnya kerusakan Jalintim setiap saat akan terus mengancam. Jembatan timbang sangat menentukan ketahan jalan,” imbuhnya.

Selain itu sebutnya sepajang Jalintim masih ada sepanjang 40 Km dengan lebar 6 meter. Sementara sesuai standar lebar Jalan Nasional itu yakni untuk badan jalan dengan lebar 7 meter dan bahu jalan 2 meter. Tentunya kondisi itu menambah PR untuk pekerjaan Jalintim.

Menanggapi hal itu anggota DPD RI Hj Intsiawati Ayus SH MH meminta Pemkab segera mungkin merancang dan mempercepat pengesahan Perda tentang jembatan timbang. Ia juga menyebutkan, kerusakan jalan juga terjadi di setiap SPBU di Jalintim.

Hal itu dikarenakan, SPBU membuang air ke jalan, sementara jalan tidak tersedia drainase.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Arwan Citra Jaya yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan, dalam waktu dekat akan merekomendasikan kepada Badan Legislasi (Banleg) untuk merancang perda jembatan timbang.

”Ini prioritas, saya akan rekomendasikan kepada Baleg,” sebutnya.(rpg/ade)

DPD RI: Penanganan Kasus Simulator SIM Wewenang KPK


Jakarta, analisadaily.com. 
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai penyelidikan kasus Simulator SIM oleh Kepolisian cacat hukum. DPD RI mendesak kepolisian menghentikan kasus tersebut dan menyerahkan penuntasan kasus ini ke KPK. Demikian pernyataan resmi Kaukus Antikorupsi DPD RI melalui konferensi pers di gedung DPD RI Senayan Jakarta, Selasa (7/8).

Kepolisian dinilai berupaya merintangi langkah KPK dalam penegakan hukum dengan menahan sejumlah alat bukti KPK. Sementara rekam jejak polisi dalam kasus korupsi seperti rekening gendut, mafia hukum dan mafia pajak, juga tidak maksimal.

"Sikap Polri dinilai bertentangan dengan Ketentuan pasal 50 ayat (3) dan ayat (4) UU tentang KPK. Dalam hal KPK melakukan penyidikan maka Kepolisian dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan (pasal 3), dalam penyidikan dilakukan bersamaan oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK, penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan dihentikan.

Oleh karena itu otomatis tindakan penyidik yang dilakukan polisi adalah cacat hukum," tegas anggota kaukus, Wayan Sudirta.

Pernyataan Resmi
Berikut pernyataan resmi DPD terkait penanganan kasus simulator SIM: Sesuai dengan UU KPK, KPK yang berwenang menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat ujian simulasi SIM. Kepolisian harus menghentikan penyelidikan kasus ini karena cacat hukum. Kepolisian harus mendukung upaya KPK untuk menangani kasus ini dan menyerahkan semua bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini kepada KPK;

DPR agar berperan menengahi konflik antara KPK dan Polri dalam penanganan kasus ini; Presiden harus turun tangan agar Polri menaati segala kentuan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK’

DPD menghimbau peranserta masyarakat, pers dan organisasi masyarakat lainnya untuk bersama-sama dengan DPD RI dalam mendukung dan mengawasi proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.

Turut hadir anggota kaukus antikorupsi DPD RI seperti Dr. H. Rahmat Shah, Intsiawati Ayus, H. Pardi,SH, Juniwati Masjchum Sofwan, Jack Ospara, Ferry FX Tinggogoy, dan Abdul Aziz, SH.

Dr.H.Rahmat Shah yang juga adalah anggota DPD RI dari Provinsi Sumatera Utara menyampaikan sikap kaukus antikorupsi DPD RI bukan menyoroti kasus yang terjadi di Kepolisian semata, akan tetapi semua instansi, jika terdapat laporan masyarakat didukung dengan fakta hukum yang lengkap, juga akan disikapi.

DPD RI akan memerangi korupsi bukan saja di tubuh Polri tetapi di semua instansi lain yang memang tercium adanya kasus korupsi. DPD RI tidak akan pernah takut dalam memerangi dan memberantas korupsi di manapun berada, kami tidak akan takut dalam hal ini sama siapa saja, kami hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Kami bukan berasal dari partai politik yang sewaktu-waktu bisa direcall atau diberhentikan, dan jangan pernah menganggap sepele terhadap DPD karena kita bersama-sama melawan korupsi karena kami di sini memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah. Pandangan yang rusak itu harus diperbaiki apa bila tidak diperbaiki tidak akan selesai masalah bangsa Indonesia. DPD RI tidak akan pernah bisa dipengaruhi pihak lain untuk masuk dalam hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani serta rasa keadilan," ujar pendiri Monas Keadilan, di Medan ini. (rel/hers)

Kasus Simulator SIM Wewenang KPK

*Polisi Langgar UU

MEDAN (Beritasore.com) 
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai penyelidikan kasus simulator SIM oleh Kepolisian cacat hukum. DPD RI mendesak kepolisian menghentikan kasus tersebut dan menyerahkan penuntasan kasus ini ke Komisi Pemberantas Korupsi.

Demikian pernyataan resmi Kaukus Antikorupsi DPD RI melalui konferensi pers di gedung DPD RI Senayan Jakarta, Selasa (7/8). Kepolisian dinilai berupaya merintangi langkah KPK dalam penegakan hukum dengan menahan sejumlah alat bukti KPK. Sementara rekam jejak polisi dalam menangani kasus dugaan korupsi seperti rekening gendut, mafia hukum dan mafia pajak, juga tidak maksimal.

“Sikap Polri tersebut bertentangan dengan Ketentuan pasal 50 ayat (3) dan ayat (4) UU tentang KPK. Dalam hal KPK melakukan penyidikan maka Kepolisian dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan (pasal 3), dalam penyidikan dilakukan bersamaan oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK, maka penyelidikan oleh kepolisian dan kejaksaan dihentikan. Oleh karena itu otomatis tindakan penyidik yang dilakukan polisi adalah cacat hukum,” tegas anggota kaukus, Wayan Sudirta.
Berikut beberapa pernyataan resmi DPD terkait penanganan kasus simulator SIM, yakni sesuai dengan UU KPK, KPK yang berwenang menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat ujian simulasi SIM. Kepolisian diminta menghentikan penyelidikan kasus ini karena cacat hukum.

Kepolisian juga harus mendukung upaya KPK untuk menangani kasus ini dan menyerahkan semua bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini kepada KPK, DPR agar berperan menengahi konflik antara KPK dan Polri dalam penanganan kasus ini.

Presiden harus turun tangan agar Polri menaati segala kentuan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, serta mengimbau peran serta masyarakat, pers dan organisasi masyarakat lainnya untuk bersama-sama dengan DPD RI dalam mendukung dan mengawasi proses hukum yang sedang dilakukan KPK.

Turut hadir anggota kaukus antikorupsi DPD RI seperti DR.H.Rahmat Shah, Intsiawati Ayus, H.Pardi,SH, Juniwati Masjchum Sofwan, jack Ospara, Ferry FX Tinggogoy, dan Abdul Aziz,SH.

Dalam bagian akhir konfrensi pers, DR.H.Rahmat Shah yang juga adalah anggota DPD RI dari Provinsi Sumatera Utara menyampaikan bahwa sikap kaukus antikorupsi DPD RI bukan menyoroti kasus yang terjadi di kepolisian semata, akan tetapi semua instansi, jika terdapat laporan masyarakat didukung dengan fakta hukum yang lengkap, juga akan disikapi.

“Kami DPD RI akan memerangi korupsi bukan saja di tubuh Polri tetapi di semua instansi lain yang memang tercium adanya kasus korupsi, kami tidak akan pernah takut dalam memerangi dan memberantas korupsi di manapun berada, kami tidak akan takut dalam hal ini sama siapa saja, kami hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kami bukan dari partai politik yang sewaktu-waktu bisa direcall atau diberhentikan,” tegasnya.(irm/rel)

DPD Ajukan Judicial Review UU MD3 ke MK, DPR Jadi Bingung


Ralian Jawalsen Manurung
JAKARTA, Jaringnews.com - Rencana pengajuan judicial review Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ke Mahkamah Konstitusi membuat bingung anggota Komisi III DPR RI, Taslim Chaniago.

"Saya jadi risih nih, UU MD3 mau direvisi tapi kok kawan-kawan DPD mau ngajukan judicial review," ujar Taslim, dalam Persfektif "Memecah Kebekuan DPD dan DPR, di gedung Pressroom DPD RI, di Senayan, Jakarta, Jumat (7/8).

Menurutnya, DPR saja mau merevisi UU MD3 ini, mengapa DPD RI mau mengajukan judicial review. "Kalau sudah dirampungkan UU MD3 gak masalah mau diajukan ke MK, tapi kan DPR sedang merevisi UU ini," ujar anggota DPR Fraksi PAN ini.

Taslim mengatakan, DPD mengajukan judicial review UU MD3 ke MK akan sama saja membawa kasus ini ke kutub dan mendatangkan kebekuan.

Sementara itu, Anggota DPD RI Intsiawati Ayu mengatakan, dalam pembuatan undang-undang DPD hanya diberi peran pendapat dan pandangan dalam pembuatan dalam undang-undang.

"Sementara masalah inventaris daftar masalah (DIM) DPD tidak diberi tempat dalam pembuatan undang-undang ini," ujarnya.

Katanya, peran DPD hanya sebagai simbol saja di parlemen. Fungsi dan kewenangannya tidak seperti DPR.
(Ral / Ara)

DPD: Polri Tak Berwenang Tangani Kasus Simulator

Pertemuan Polri–KPK Berakhir Buntu


Jakarta-harianandalas.com
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai penyelidikan kasus Simulator SIM oleh kepolisian cacat hukum. DPD RI mendesak kepolisian menghentikan kasus tersebut dan menyerahkan penuntasan kasus ini ke KPK.

Demikian pernyataan resmi Kaukus Antikorupsi DPD RI melalui konferensi pers di Gedung DPD RI Senayan, Jakarta, Selasa (7/8).

Kepolisian dinilai berupaya merintangi langkah KPK dalam penegakan hukum dengan menahan sejumlah alat bukti KPK. Sementara rekam jejak polisi dalam kasus korupsi seperti rekening gendut, mafia hukum, dan mafia pajak, juga tidak maksimal.

“Sikap Polri tersebut bertentangan dengan Ketentuan pasal 50 ayat (3) dan ayat (4) UU tentang KPK. Dalam hal KPK melakukan penyidikan maka Kepolisian dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan (pasal 3), dalam penyidikan dilakukan bersamaan oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK, penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan dihentikan. Oleh karena itu otomatis tindakan penyidik yang dilakukan polisi adalah cacat hukum,” tegas anggota kaukus, Wayan Sudirta.

Dalam pernyataan resminya terkait penanganan kasus simulator SIM, DPD menyatakan sesuai dengan UU KPK, KPK yang berwenang menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat ujian simulasi SIM.

Kepolisian harus menghentikan penyelidikan kasus ini karena cacat hukum. Kepolisian juga harus mendukung upaya KPK untuk menangani kasus ini dan menyerahkan semua bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini kepada KPK.

Kepada DPR juga diminta berperan menengahi konflik antara KPK dan Polri dalam penanganan kasus ini. Selain itu Presiden SBY harus turun tangan agar Polri menaati segala kentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Turut hadir dalam konfrensi pers itu anggota kaukus antikorupsi DPD RI di antaranya Dr H Rahmat Shah, Intsiawati Ayus, H Pardi SH, Juniwati Masjchum Sofwan, Jack Ospara, Ferry FX Tinggogoy, dan Abdul Aziz SH.

Di akhir konfrensi pers, Rahmat Shah yang juga Anggota DPD RI dari Sumatera Utara menyampaikan bahwa sikap kaukus antikorupsi DPD RI bukan menyoroti kasus yang terjadi di kepolisian semata, tetapi semua instansi.

“Kami DPD RI akan memerangi korupsi bukan saja di tubuh Polri tetapi di semua instansi yang memang tercium adanya kasus korupsi, kami tidak akan pernah takut dalam memerangi dan memberantas korupsi di manapun berada. Kami tidak akan takut dalam hal ini sama siapa saja.

Kami hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kami bukan dari partai politik yang sewaktu-waktu bisa di-recall atau diberhentikan," ujar pendiri Monas Keadilan di Medan ini.

Berakhir Buntu

Sementara itu Pimpinan KPK dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo telah mencoba bertemu untuk mendinginkan suasana terkait rebutan perkara Simulator SIM. Sayangnya, dalam pertemuan sampai subuh itu, tak ada hasil signifikan yang didapatkan.

Pimpinan KPK yang hadir adalah Ketua Abraham Samad dan Wakil Ketua Busyro Muqoddas. Sedangkan pihak Polri diwakili langsung oleh Jenderal Timur dan Kabareksrim Komjen Pol Sutarman.

Pertemuan itu dimulai sekitar pukul Senin (6/7) 23.00 WIB. Sampai subuh menjelang, tak ada hasil besar yang dapat disimpulkan. "Kami sampai makan sahur di sana," ujar Abraham Samad di Jakarta, Selasa (7/8).

Namun pertemuan berjalan buntu. Pertemuan pun akan dilakukan lagi dalam beberapa waktu ke depan. "Masih akan dilanjutkan lagi," ujar pria asal Makassar ini.(Gus/BS/Dtc)

Sikap DPD Terhadap Pengadaan Driving Simulator


fy-indonesia.com
Ketua Kaukus Anti Korupsi DPD RI, I Wayan Sudirta (ke-2 kanan) didampingi anggota Kaukus lainnya, Intsiawati Ayus (kanan), Juniwati Maschun Sofwan (ke-2 kiri) dan Jack Ospora (kiri) dengan tegas dan lugas menyatakan bahwa sesuai UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, KPK lah yang berwenang menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat simulasi ujian SIM yang melibatkan beberapa pejabat di lingkungan Mabes Polri pada saat menyampaikan pernyataan sikap DPD RI berkaitan dengan dualisme penyidikan driving simulator oleh KPK dan Kepolisian pada Selasa, 07/08/2012 di gedung Parlemen RI, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu, beliau pun menegaskan bahwa Kepolisian harus menghentikan penyelidikan kasus ini, karena cacat hukum. justru sebaliknya Kepolisian harus mendukung upaya KPK untuk menangani kasus ini dan menyerahkan semua bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini kepada KPK. Selanjutnya Presiden harus turun tangan agar POLRI menaati segala ketentuan undang2 nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Fyi/Mulkan Salmun.

Kaukus Anti Korupsi DPD Nilai Polri Gagal Bersih-Bersih


JAKARTA, PedomanNEWS
Kaukus Anti Korupsi Dewan Pimpinan Daerah RI, mengaku kecewa dengan lembaga hukum Kepolisian Negara RI. Menurutnya, keseriusan Polisi untuk melakukan pembersihan diri dari jerat korupsi, masih belum berhasil dibuktikan.

Sebelumnya, kinerja Polri dalam menangani beberapa kasus korupsi seperti rekening gendut Jenderal Polisi, mafia hukum dan pajak, kasus proyek pengadaan jaringan radio dan alat komunikasi Mabes Polri (2002-2005), memiliki rekam jejak yang buruk bagi Polri.

Kasus yang mencuat akhir-akhir ini adalah kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri, yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK yaitu Jenderal bintang dua Irjen Djoko Susilo. Pada kasus ini, Kaukus Anti Korupsi DPD, melihat upaya Kepolisian yang bermaksud ingin merintangi langkah KPK dalam menegakkan hukum.

Sikap Polri justru mendorong institusi Polri untuk melanggar hukum dan dapat menurunkan pamor kepolisian lebih rendah lagi. Sikap Polri ini harus dihentikan dan menyerahkan kasus itu kepada KPK.

Oleh karena itu, menurut Kaukus Anti Korupsi DPD, DPR harus turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini. Tak hanya DPR, Presiden juga harus turun tangan, karena Polri di bawah Presiden.

Oleh karenanya, Kaukus Anti Korupsi DPD, dengan tegas menyatakan sebagai berikut:
1. Sesuai dengan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, KPK yang berwenang menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat simulator SIM.
2. Kepolisian harus menghentikan penyelidikan kasus ini, karena cacat huku.
3. Kepolisian harus mendukung upaya KPK untuk menangani kasus ini dan menyerahkan semua bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini kepada KPK.
4. DPR agar berperan menengahi konflik antara KPK dan Polri dalam penanganan kasus ini.
5. Presiden harus turun tangan agar Polri menaati segala ketentuan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
6. Mengimbau peran serta masyarakat, pers, dan organisasi masyarakat lainnya untuk bersama-sama dengan DPD RI dalam mendukung dan amengawasi proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.

Pernyataan tegas tersebut, disepakati oleh Tim Kaukus Anti Korupsi DPD RI yaitu I Wayan Sudirta (Bali), Intsiawati Ayus (Riau), Pardi (DKI Jakarta), Jack Ospara (Maluku), Juniwati Masjchun Sofwan (Jambi), Rahmat Shah (Sumut), Ferry Tinggogoy (Sulut) dan ABdul Aziz (Sumsel), di gedung DPD RI Senayan, Jakarta, Selasa (7/8).

Nurrina Desiani

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.