PT RAPP Belum Selesaikan Tata Batas

PEKANBARU, KilasRiau -- PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) sampai saat ini masih belum menuntaskan kewajiban pembuatan tata batas partispatif di 14 desa di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai syarat yang diminta Kemenhut agar PT RAPP bisa beroperasi kembali.

Stakeholder Manager PT RAPP wilayah Kabupaten Meranti, Marzul membenarkan bahwa pihak PT RAPP setakat ini baru menyelesaikan sekitar 180 km tata batas dari 253 km yang diminta sebagai syarat dibatalkannya pencabutan izin operasi PT RAPP di Kabupaten Meranti karena adanya keberatan dari sejumlah warga.

"Terus terang perusahaan merasa dirugikan dengan pencabutan atau penangguhan izin. Namun kami tetap mematuhi permintaan Kemenhut untuk membuat tata batas partisipatif di 14 desa yang diminta. Kecuali dua desa yang belum bersedia yakni desa Mengkirau dan Bagan Malibur," terang Marzul

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau Intsiawati Ayus, SH MH menilai masalah konflik agraria di Riau termasuk tinggi, terutama yang bersentuhan dengan kegiatan berbagai perusahaan yanga beroperasi di Riau. Tak heran bila saat ini kasus-kasus seperti tata batas antara warga tempatan dan beberapa perusahaan perkebunan masih belum terselesaikan dengan tuntas.

Menurut Intsiawati Ayus, SH MH , beberapa konflik yang terjadi saat ini bila tidak ditangani dengan baik maka akan semakin sulit penyelesaiannya di kemudian hari. Ia juga menengarai adanya berbagai kepentingan pihak-pihak tertentu yang ikut memperumit situasi. Karena itu Intsiawati Ayus berharap konflik tidak dibiarkan berlarut-larut untuk menghindari pecahnya konflik terbuka.

 "Karena itu kami dari DPD RI ingin bersinergi dengan pihak-pihak terkait; Pemerintah Kabupaten, Dinas Kehutanan Riau, perusahaaan maupun warga masyarakat," ungkap Intsiawati Ayus kepada Pekanbaru MX di sela-sela acara Kunjungan Kerja Pansus Konflik Agraria dan SDA DPD RI di Hotel Pangeran, Selasa (12/2).

 Ia mengakui problem utama Riau saat ini dalam hal konflik agraria dan sumber daya alam membutuhkan energi besar semua pihak untuk menyelesaikannya. Kasus konflik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dengan masyarakat di Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepualauan Meranti, Riau adalah contoh persoalan yang mesti dituntaskan segera.
 Namun Asisten I Pemkab Kepulauan Meranti, Iqaruddin tak setuju bila dikatakan konflik yang terjadi adalah konflik yang besar. Menurutnya konflik-konflik yang terjadi di wilayahnya tidak bisa digeneralisir sebagai konflik yang besar seperti yang terjadi di Pulau Padang.

"Ini hanya konflik-konflik kecil yang dipicu beberapa oknum karena masalah pro dan kontra, bukan konflik besar. Apa yang diadukan atau apa yang menjadi kerisauan seperti adanya kerusakan pulau atau sendimentasi hutan dan lain-lain terjawab secara ilmiah oleh tim pemantau dari kementerian kehutanan yang turun ke lapangan" kata Iqaruddin dalam penjelasannya kepada Pekanbaru MX. Ia menegaskan proses pembuatan tata batas partisipatif seperti diminta Kemenhut sebagian sudah dilaksanakan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Pembuatan tata batas tersebut menjadi syarat dibatalkannya pencabutan izin operasi PT RAPP 3 Januari 2012 lalu.

Sementara itu Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein, mengaku terus memantau kegiatan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang melibatkan diri untuk advokasi dalam konflik pertanahan.

"Ada sebagian LSM tidak pernah terdaftar tapi ada kegiatan di Riau, yang kantornya katanya ada di Jakarta tapi kita cek di Jakarta tidak ada kegiatan perkantoran, hanya berupa ruko atau rumah. Pada konflik lahan warga Kampar dengan PTPN V misalnya, kami terus melakukan operasi di lapangan dengan menurunkan personil-personil tidak berpakaian dinas untuk mendeteksi adanya pihak-pihak yang menunggangi konflik di daerah. Polda terus upayakan mediasi melalui Polres Kampar dan kita back up dari Polda. Kita monitor terus," ungkap Brigjen Pol Suedi Husein.

DPD RI Membahas Konflik Agraria Dan Sumber Daya Alam Riau

Pekanbaru, Riau24 -- Sebanyak sebelas anggota DPD-RI  mengadakan pertemuan dengan Badan Pertanahan (BPN) Riau, PTPN-V, RAPP, dan Kepala Dinas Perkebunan Riau, yang berlangsung di Hotel Pangeran, hari  selasa kemarin (12/2/13),

Didalam pertemuan ini, terkuak bahwa ada 2800 Hektar yang ada di desa Sinanenek Kabupaten Kampar ini tidak jelas statusnya, akan tetapi sudah dikelola pihak PTPN V.

Kepada Riau24 dijelaskan secara gamblang kasus tersebut. "Hadiah yang kita dapatkan hari ini adalah berita yang mengejutkan bagi tim dari pusat ini, ternyata 2800 hektar itu belum sama sekali melekat ada hak pengelolaan dan belum bertuan, hanya image berbentuk sugesti bahwa kepemilikannya adalah milik PTPN-V." papar Intsiawati Ayus,SH,MH, salah seorang anggota DPD-RI asal Dapil Riau,

Pihak PTPN-V berikan keterangannya dengan mengatakan "kami belum melakukan proses, karena masih konflik dilahan, dan Lahan itu merupakan konsep lahan pengganti kepada masyarakat didesa tempatan, dan mengenai besaran  angka-angka dari  jumlah sistematisnya itu benar, nanti kita lakukan pengukuran ulang lagi agar semuanya lebih jelas lagi" ujar Panjaitan, humas PTPN-V kepada wartawan.

Anggota DPD-RI melakukan pertemuan dengan PTPN V sebagai agenda pembahasan tentang konflik-konflik Agraria dan mengkoreksi mengenai aset-aset yang dimiliki Perusahaan BUMN.

"Yang jelas ini salah dan melanggar undang-undang dan mari kita perbaiki" tutup Instiawati Ayus. (Nof)

Pansus Agraria DPD RI Kunjungi Riau, Upayakan Penyelesaian Konflik Agraria di Daerah

Pekanbaru (KoranRiau) - Tak dapat dipungkiri, Provinsi Riau termasuk salah satu provinsi yang paling banyak didera konflik agraria. Karena itu, kedatangan Pansus Agraria ke Riau ini diharapkan dapat menindaklanjuti penyelesaian sejumlah kasus atau konflik agraria yang terjadi di daerah ini.

Ketua Pansus Agraria DPD RI I Wayan Sidirta, kemarin  mengatakan berdasarkan aspirasi yang diserap dari masyarakat di berbagai provinsi, diketahui konflik agraria merupakan permasalahan daerah yang sudah sangat kronis, disamping jumlahnya terus bertambah setiap tahun, kasus-kasus tersebut sebagian besar gagal diselesaikan akibat regulasi yang tumpang tindih dan kuatnya ego sektoral. Lambatnya tindak lanjut pihak-pihak terkait  dan minimnya upaya-upaya mediasi konflik menyebabkan akumulasi kasus-kasus yang terus bertambah  setiap tahun. Kekecewaan masyarakat  juga telah menjadi ancaman bom waktu.

Karena itu, kata I Wayan Sidirta, terjadinya konflik horizontal yang mengakibatkan korban jiwa dari pihak yang bersengketa merupakan ekses yang selayaknya bisa dicegah secara dini jika para pihak berwenang yang memiliki komitmen serius untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut. Disisi lain, hal ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah. Masyarakat di pedesaan yang sebagian besar menggantungkan hidup dari hasil alam kehidupannya kian terdesak oleh ekspansi lahan produksi. “DPD RI sebagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi melakukan pengawasan serta mengagregasi kepentingan multi pihak didaerah telah berinisiatif untuk turut berupaya memediasi masalah konflik agraria tersebut, baik secara perseorangan maupun kelembagaan,” ungkapnya.

DPD RI memandang bahwa konflik agraria merupakan persoalan yang membutuhkan penanganan yang serius, terpada dan dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. “Atas dasar itulah maka pansus Agraria dibentuk untuk secara khusus menangani kasus-kasus agraria di daerah,” katanya. Provinsi Riau, lanjutnya, merupakan salah satu provinsi yang paling banyak didera konflik agraria. Hal ini terjadi karena Riau paling rajin mengeluarkan izin perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.  “Melaui Pansus yang datang ke Riau ini diharapkan tindak lanjut sejumlah kasus dapat diselesaikan secara adil dan berimplikasi positif terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakat daerah ini,” katanya.

Tujuan dari diselenggarakan kunjungan Pansus Agraria untuk lakukan pengawasan atau tindak lanjut sejumlah kasus konflik Agrariau di Riau yang telah di mediasi oleh DPD RI, baik secara program melalui alat kelengkapan. Menurut Wayan, kasus-kasus yang menjadi skala prioritas dalam kunjungan kerja Pansus Agraria ini diantaranya, kasus konflik lahan Titi Akar di Pulau Rupat, sengketa tanah antara PTPN V dengan masyarakat Adat Kenegarian Senama Nenek, konflik lahan dan tata batas Batang Peranap-Cerenti. Ditegaskan Wayan, Pansus Agraria DPD RI akan mengupayakan rencana strategis untuk hentikan konflik agraria. Saat ini sudah disusun peta konflik agraria yang diharapkan dapat untuk diselesaikan konfliknya. Sementara yang belum selesai konfliknya akan direkomendasikan untuk segera diselesaikan.

Pansus DPD Riau Fasilitasi Konflik Agraria di Riau

PEKANBARU, Suluhriau.com- Panitia khusus (Pansus) konflik Agraria dan Sumber Daya Alam Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memfasilitasi penyelesaian lima sengketa lahan yang terjadi di Riau.

Dalam kunjungan Pansus DPD-RI, Selasa, (12/2/2013), kunjungan kerja ke Provinsi Riau dalam rangka advokasi dan penyelesaian kasus Agraria di Riau dengan melakukan pertemuan dengan instansi terkait dan berbagai perusahaan di Pekanbaru.

Ketua Pansus Konflik Agraria dan SDA I Wayan Sidirta mengatakan, tingkat konflik pertanahan di Riau, baik antara perorangan maupun masyarakat dengan perusahaan cukup tinggi.Namun penyelesaiannya sangat lambat dan tidak ada tindak lanjut dari pihak-pihak terkait serta minimnya upaya mediasi konflik menyebabkan akumulasi kasus yang terus bertambah setiap tahun.

Dari sekian banyak kasus yang terjadi, pansus saat ini fokus memfasilitasi penyelesaian lima sengketa yang paling banyak mendapat perhatian masyarakat luas yaitu konflik lahan Titi Akar di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, sengketa tanah antara PT PN V dengan masyarakat adat kenegerian senama nenek di Kabupaten, Kampar, konflik lahan dan Tatas Batas Peranap-Cirenti di Kabupaten Kuantan Singingi, konflik Pulau Padang di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan dan kasus PT Arara Abadi Lima Desa di Kabupaten Siak dan Bengkalis. Jika lima masalah tersebut tidak bisa diselesaikan oleh pansus, maka akan drekomendasikan ke komite satu yang membidangi pertanahan agar permasalahannya bisa dituntaskan sebab sudah berlangsung lama. (slt)

Pansus DPD RI Fasilitasi Konflik Agraria di Riau

KBRN, Pekanbaru : Panitia khusus (Pansus) Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam (SDA) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Selasa (12/2/2013) pagi memfasilitasi penyelesaian konflik agraria sengketa lahan yang  terjadi di Provinsi Riau, khususnya lima konflik yang sudah mendapat perhatian luas masyarakat.

Ketua Pansus Konflik Agraria dan SDA, I Wayan Sidirta mengatakan jumlah dan tingkat konflik pertanahan  di Riau, baik antara perorangan maupun masyarakat dengan perusahaan  cukup tinggi, namun  penyelesaiannya sangat lambat dan tidak ada tindak lanjut dari pihak–pihak terkait serta minimnya upaya mediasi konflik menyebabkan akumulasi kasus yang terus bertambah setiap tahun.

“Sepertinya dibiarka.  Seperti DPR yang memiliki kewenangan yang luar biasa tidak pernah membentuk Pansus untuk menyelesaikan konflik agrarian yang  banyak terjadi,” jelasnya.

Dari sekian banyak kasus yang terjadi di Riau, Pansus fokus  memfasilitasi penyelesaian lima sengketa yang paling banyak mendapat perhatian masyarakat luas,  yaitu konflik lahan titi akar di pulau rupat kabupaten bengkalis, sengketa tanah antara PTPN V dengan masyarakat adat Kenegerian Senama Nenek di kabupaten Kampar.

Konflik lahan dan tata batas Batang Peranap–Cirenti di kabupaten Kuantan Singingi,  konflik Pulau Padang di Semenanjung Kampar Kabupaten Pelalawan dan kasus PT Arara Abadi dengan lima desa di Kabupaten Siak dan Bengkalis.

“Jika lima masalah tersebut tidak bisa diselesaikan oleh pansus,  maka akan direkomendasikan  ke komite satu yang membidangi pertanahan agar permasalahannya bisa dituntaskan, sebab sudah berlangsung lama,” janjinya. (Tongkulem/WDA)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.