Intsiawati: Perusahaan-Masyarakat Duduk Semeja
Konflik Lahan di Pulau Padang Tak Kunjung RedaPEKANBARU, TRIBUN
Persoalan konflik agraria dalam beberapa tahun mendatang dapat dikatakan cukup mendominasi pemberitaan di media yang beredar di provinsi Riau. Setidaknya, terdapat sekitar antara 30-45 buah kasus, jika dicluster akan menjadi, Konflik agraria antara masyarakat dengan pemerintah, antara masyarakat dengan perusahaan, antara perusahaan dengan perusahaan, perusahaan dengan pemerintah, masyarakat dengan pemerintah, serta masyarakat dengan masyarakat.
Hal ini diungkapkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah-Republik Indonesia (DPD-RI), Intsiawati Ayus SH MH saat setelah melakukan pertemuan penyelesaian kasus antara masyarakat desa Sawah dengan PT Ramajaya Pramukti di hotel Jatra selepas buka puasa, serta dialog bersama NGo dan Ormas di Posko Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan DPRD Provinsi Riau selepas sholat tarawih.
Saat anggota DPD RI kelahiran Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti ini melakukan diskusi bersama aktivis lingkungan dan agraria diketahui bahwa persoalan agraria yang paling mengemuka di Riau sekarang ini adalah konflik antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) yang merupakan kontraktor PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dengan masyarakat Pulau Padang di Kabupaten Meranti. Dikatakannya bahwa, selaku orang yang dilahirkan di daerah tersebut merasa prihatin terhadap perkembangan kasus ini, bahkan bersedih saat membaca jatuhnya korban tewas dan luka akibat konflik pertanahan yang tidak kunjung menemukan titik terang.
"Konflik ini bagi saya, bagaikan bencana yang sangat besar menimpa kampung halaman dan tanah kelahiran saya. Sudah ada korban yang jatuh dan terluka. Sudah terlampau banyak kerugian diderita oleh kedua belah pihak," terang perempuan dengan panggilan kecilnya Intsia (bahasa Latin yang berarti Merbau)
Perusahaan yang berniat melakukan investasi telah mengalami kerugian yang cukup besar, apalagi masyarakat disana yang juga telah kehilangan ketentraman, kenyamanan, dan pencarian penghidupan akibat tak kunjung selesainya masalah ini. "Melalui kesempatan ini, saya mengimbau agar semua pihak terkait segera duduk bersama untuk membicarakan jalan keluar terbaik, agar semua aktivitas ekonomi, politik, sosial, budaya masyarakat dapat berjalan sebagaimana mestinya," ucapnya.
Dikatakan, dirinya baru saja menerima surat edaran dari pimpinan Komite I DPD RI yang menangani persoalan konflik agraria untuk segera melakukan inventarisasi persoalan pertanahan yang terdapat di seluruh Indonesia. "Sebagai anak jati Riau, saya tentunya akan memprioritaskan upaya penyelesaian persoalan pertanahan di provinsi ini. Dan melalui kesempatan kali ini, saya mengimbau agar seluruh pihak yang merasa mengalami konflik pertanahan agar segera memberikan datanya kepada DPD RI hingga tanggal 10 September 2011. Data ini kemudian akan digodok dan dianalisa, supaya kemudian dicarikan upaya penyelesaiannya," jelas ibu dua orang anak ini.
Saat ditanya persoalan agraria di kabupaten Kepulauan Meranti, Wakil Ketua Komite II DPD RI ini mengungkapkan, dirinya menyerukan beberapa hal guna penyelesaian kasus ini di lapangan. "Saya mendengar jika banyak masyarakat yang dipanggil guna memberikan keterangan sebagai saksi dugaan tindakan kriminal berupa pembakaran eskavator serta pengerusakan lainnya oleh Kepolisian Resor Bengkalis. dan saya katakan, pemanggilan itu saya kira bukanlah sebuah solusi pemecahan kasus, apalagi bermaksud menyelesaikan akar persoalannya, yaitu konflik pertanahan," ucapnya.
Intsiawati yakin, di kemudian hari, walaupun polisi mampu melakukan penangkapan terhadap pelaku kriminalnya, namun hal yang besar seperti penyelesaian konfliknya tidak akan tuntas. "Ada baiknya segala pihak duduk 1 meja membicarakan solusi penyelesaian konflik ini, baik itu masyarakat, perusahaan, kepolisian, dan perusahaan kemudian hingga pertemuan ini digelar, agar kepolisian menghentikan dulu pemanggilan terhadap puluhan masyarakat Pulau Padang," ucapnya.
Lalu pemerintah membuat tim pemetaan yang terdiri dari seluruh unsure terkait, termasuk masyarakat dan perusahaan, juga kepolisian, kemudian memulai kerja-kerjanya di lokasi dimana SK Menteri Kehutanan No. 327/Menhut-II/2009 memberikan kawasan untuk dikelola oleh perusahaan. Demikian juga tanah-tanah masyarakat yang mereka claim sebagai tanah milik mereka. (zul/cr12)