Wajar, Ancaman Pemakzulan Jokowi

JAKARTA, suaramerdeka.com – Ancaman pemakzulan yang dilontarkan oleh Anggota DPD asal Riau Intsiawati Ayus apabila Presiden ternyata tidak segera mampu menuntaskan persoalan kabut asap, dinilai wajar oleh pemerhati bidang politik dan ketatanegaraan yang Direktur SIGMA Indonesia, Said Salahudin.
“Saya kira benar dia itu. Presiden memang harus diberi tenggat waktu dalam menyelesaikan masalah kabut asap. Kalau sampai batas waktu yang ditentukan masalah kabut asap ternyata tidak kunjung teratasi, maka logis jika dilakukan proses impeachment terhadap Presiden. Soal kabut asap itu kan persoalan sangat serius. Dampak yang diakibatkan bukan hanya korban jiwa dan kerusakan lingkungan yang parah, tetapi juga telah menyebabkan terganggunya berbagai dimensi kehidupan masyarakat,” kata Said kepada suaramerdeka.com, malam ini.
Oleh sebab itu, penyelesaian kabut asap harus dituntaskan sesegera mungkin oleh Presiden. Dalam konteks inilah perlunya gagasan memberi batas waktu kepada Presiden. Menurut Said dengan memberi tenggat waktu, maka keseriusan dan tanggung jawab pemerintah diharapkan akan tumbuh berkali lipat. Lebih dari itu, kinerja Presiden dalam menyelesaikan masalah juga menjadi bisa diukur.
“Jadi, gagasan Senator asal Riau itu saya kira perlu mendapat dukungan penuh dari seluruh Anggota DPD. Kalau DPD kompak, maka DPR sebagai institusi yang berwenang memakzulkan Presiden akan semakin percaya diri membentuk Pansus kabut asap. Dari Pansus itulah nantinya diharapkan muncul rekomendasi dari DPR untuk memberi batas waktu kepada Presiden. Kalau Presiden gagal memenuhinya, maka DPR dapat mengajukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) sebagai tanda dimulainya proses pemakzulan Presiden. Nah, diujung proses pemakzulan itulah nantinya DPD yang sudah kompak sejak awal bisa bersinergi dengan DPR untuk memberhentikan Presiden melalui Sidang MPR. Ini proses yang sesuai konstitusi,” kata Said.(Hartono Harimurti/SM Network)

Ancaman Pemakzulan Jokowi oleh DPD Sangat Wajar

RMOL. Ancaman pemakzulan yang dilontarkan anggota DPD asal Riau Intsiawati Ayus apabila Presiden Joko Widodo tidak segera mampu menuntaskan persoalan kabut asap adalah hal yang wajar.

Demikian disampaikan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Indonesia, Said Salahuddin, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin malam (26/10).

"Saya kira benar dia itu. Presiden memang harus diberi tenggat waktu dalam menyelesaikan masalah kabut asap. Kalau sampai batas waktu yang ditentukan masalah kabut asap ternyata tidak kunjung teratasi, maka logis jika dilakukan proses impeachment terhadap Presiden," ungkap Said.

Senator dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus, menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Dan jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan

Intsiawati menyatakan hal ini saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta (Senin, 26/10). Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana kebakaran hutan dan kabut asap. 

Di antara mereka adalah Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).[ysa]

Wacana Pemakzulan Jokowi oleh DPD Harus Jadi Energi DPR Bikin Pansus Asap

Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi


RMOL. Persoalan kabut asap merupakan persoalan maha serius. Dampak yang diakibatkan bukan hanya korban jiwa dan kerusakan lingkungan yang parah, tetapi juga telah menyebabkan terganggunya berbagai dimensi kehidupan masyarakat.

"Oleh sebab itu, penyelesaian kabut asap harus dituntaskan sesegera mungkin oleh Presiden. Dalam konteks inilah gagasan memberi batas waktu kepada Presiden dikatakan wajar," kata Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Indonesia, Said Salahuddin, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin malam (26/10).

Dengan memberi tenggat waktu, lanjut Said, maka keseriusan dan tanggung jawab pemerintah diharapkan akan tumbuh berkali lipat. Lebih dari itu, kinerja Presiden dalam menyelesaikan masalah juga menjadi bisa diukur.

"Jadi, gagasan Senator asal Riau itu saya kira perlu mendapat dukungan penuh dari seluruh Anggota DPD. Kalau DPD kompak, maka DPR sebagai institusi yang berwenang memakzulkan Presiden akan semakin percaya diri membentuk Pansus kabut asap," tegas Said.

Dari Pansus itulah nantinya, sambung Said, diharapkan muncul rekomendasi dari DPR untuk memberi batas waktu kepada Presiden. Kalau Presiden gagal memenuhinya, maka DPR dapat mengajukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) sebagai tanda dimulainya proses pemakzulan Presiden.

"Nah, diujung proses pemakzulan itulah nantinya DPD yang sudah kompak sejak awal bisa bersinergi dengan DPR untuk memberhentikan Presiden melalui Sidang MPR," ungkap Said.

Diketahui, senator dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus, menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. 

"Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan," tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta (Senin, 26/10). 

Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana kebakaran hutan dan kabut asap. 

Di antara mereka adalah Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).[ysa]

DPD Wacanakan Pemakzulan Jokowi

Beritateratas.com Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden Jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? Karena itu, MPR, DPR dan DPD RI harus memberikan batas waktu kepada Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus asap.

“Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10).

Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana karhuta dan kabut asap. Diantaranya Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).

Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara seperti MPR, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden Jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.
“Kalau sudah ada tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini benar-benar selesai masalahnya,” tegas Ayus.

Ia menegaskan kalau sudah memenuhi kriteria bahwa pemerintahan ini gagal maka terpaksa harus menggunakan mekanisme yang berlaku, maka dengan sendirinya pemerintahan sudah harus turun.
“Prosesnya itu yang harus dimulai untuk mendorong agar Presiden Jokowi bersungguh-sungguh menyelamatkan warga negeranya,” katanya.

DPD Wacanakan Pemakzulan Presiden Jokowi

JUMPA PERS: Anggota DPD asal Riau Intsiawati Ayus (kedua kiri) bersama anggota DPD menggelar konferensi pers terkait kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan di Gedung DPD, Komplek Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (26/10/2015).
JAKARTA – Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden Jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? Karena itu, MPR, DPR dan DPD RI harus memberikan batas waktu kepada Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus asap.

“Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10/2015).

Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana karhuta dan kabut asap. Diantaranya Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).

Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara seperti MPR, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden Jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.

“Kalau sudah ada tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini benar-benar selesai masalahnya,” tegas Ayus.

Ia menegaskan kalau sudah memenuhi kriteria bahwa pemerintahan ini gagal maka terpaksa harus menggunakan mekanisme yang berlaku, maka dengan sendirinya pemerintahan sudah harus turun.

“Prosesnya itu yang harus dimulai untuk mendorong agar Presiden Jokowi bersungguh-sungguh menyelamatkan warga negeranya,” katanya.(fas/jpnn)

DPD Wacanakan Pemakzulan Presiden Jokowi

ZonaSatu.co.id, Jakarta--Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari puluhan juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden Jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? Karena itu, MPR, DPR dan DPD RI harus memberikan batas waktu kepada Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus asap.

“Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10).

Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana karhuta dan kabut asap. Diantaranya Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).

Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara seperti MPR, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden Jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.

“Kalau sudah ada tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini benar-benar selesai masalahnya,” tegas Ayus.

Ia menegaskan kalau sudah memenuhi kriteria bahwa pemerintahan ini gagal maka terpaksa harus menggunakan mekanisme yang berlaku, maka dengan sendirinya pemerintahan sudah harus turun.
“Prosesnya itu yang harus dimulai untuk mendorong agar Presiden Jokowi bersungguh-sungguh menyelamatkan warga negeranya,” katanya. (Lahuri/JPNN)

DPD Terdampak Asap Wacanakan Pemakzulan Presiden Jokowi

Jakarta, Detakriaunews.com – Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.
Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden Jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? Karena itu, MPR, DPR dan DPD RI harus memberikan batas waktu kepada Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus asap.
“Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10).
Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana karhuta dan kabut asap. Diantaranya Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).
Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara seperti MPR, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden Jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.
“Kalau sudah ada tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini benar-benar selesai masalahnya,” tegas Ayus.
Ia menegaskan kalau sudah memenuhi kriteria bahwa pemerintahan ini gagal maka terpaksa harus menggunakan mekanisme yang berlaku, maka dengan sendirinya pemerintahan sudah harus turun.
“Prosesnya itu yang harus dimulai untuk mendorong agar Presiden Jokowi bersungguh-sungguh menyelamatkan warga negeranya,” katanya.(jpnn)
- See more at: http://news.detakriaunews.com/berita-dpd-terdampak-asap-wacanakan-pemakzulan-presiden-jokowi.html#sthash.dSUiCbVA.dpuf

DPD Wacanakan Pemakzulan Presiden jokowi

beritadetik.com, JAKARTA – Senator atau Anggota Dewan Perwakilan wilayah (DPD) RI dari propinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi sudah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari banyak sekali ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini sudah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 propinsi.

dari Ayus, sebanyak 24 propinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? karenanya, Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR dan DPD RI wajib menunjukkan batas waktu kepada Presiden jokowi buat menyelesaikan kasus asap.

“jikalau sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah wajib turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus waktu Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10). Dalam jumpa pers ini, hadir sejumlah Senator RI, antara lain Abdul Azis (Sumatera Selatan) dan Mervin Sadipun Komber (Papua Barat).

Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara contohnya Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.

“Kalau sudah terdapat tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini sungguh selesai masalahnya,” tegas Ayus.

ia menegaskan kalau sudah memenuhi kriteria bahwa pemerintahan ini gagal maka terpaksa wajib menggunakan mekanisme yang berlaku, maka dengan sendirinya pemerintahan sudah wajib turun.

“Prosesnya itu yang wajib dimulai buat mendorong supaya Presiden jokowi bersungguh-sungguh menyelamatkan warga negeranya,” ujarnya.(fas/beritadetik)

DPD Wacanakan Pemakzulan Presiden Jokowi

Jpnn.com, Jakarta-Anggota DPD asal Riau Intsiawati Ayus (kedua kiri) bersama anggota DPD menggelar konferensi pers terkait kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan di Gedung DPD, Komplek Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (26/10). Presiden agar fokus dan memberikan prioritas khusus dalam menangani bencana Karlahut dan Kabut Asap dengan komando yang jelas dan tegas serta segera memulihkan keadaan dengan segera. Foto: Ricardo/JPNN.com

JAKARTA – Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden Jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? Karena itu, MPR, DPR dan DPD RI harus memberikan batas waktu kepada Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus asap.
 
“Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10).

Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana karhuta dan kabut asap. Diantaranya Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).

Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara seperti MPR, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden Jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.

“Kalau sudah ada tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini benar-benar selesai masalahnya,” tegas Ayus.

Ia menegaskan kalau sudah memenuhi kriteria bahwa pemerintahan ini gagal maka terpaksa harus menggunakan mekanisme yang berlaku, maka dengan sendirinya pemerintahan sudah harus turun.

“Prosesnya itu yang harus dimulai untuk mendorong agar Presiden Jokowi bersungguh-sungguh menyelamatkan warga negeranya,” katanya.(fas/jpnn)

DPD RI Sebut Presiden Jokowi Belum Punya Manajemen Penanggulangan Bencana

PEKANBARU - Kabut asap yang menyelimuti beberapa provinsi di Indonesia banyak memakan korban. Kondisi yang berlanjut sejak belasan tahun ini dinilai lantaran Pemerintah tidak memiliki manajemen penanggulangan bencana.

Demikian diungkapkan Anggota DPD RI asal Riau, Intsiawati Ayus Rabu (14/10/2015). Menurutnya, untuk mengatasi masalah Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) presiden harus memiliki manajemen penanggulangan bencana secara masif.

"Yang kita kritisi itu, presiden belum miliki manajemen penanggualangan bencana. Lahirkan manajemen penanggulangan bencana secara masif. Saya pribadi tidak butuh bantuan asing. Pecah saja anggota satgas, lalu alihkan ke provinsi lain yang titik apinya masih banyak," terangnya.

Soal masih adanya asap di Riau, Ayus menegaskan asap yang menyelimuti Riau merupakan kiriman dari provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Lanjutnya, hilangnya asap saat Jokowi ke Riau lantaran titik api di Sumsel sudah dikawal, sehinggal Riau tidak mendapat kiriman asap dari Sumsel.

"Satgas kita sudah bertungkus lumus, ini asap kiriman. Jumlah titik api di Riau tidak akan seperti ini asapnya. Saat Jokowi datang, Sumsel sudah dikawal agar tidak ada titik api. Kalau begitu kan kesannya mengantisipasi jika hanya ada pejabat yang datang," ketusnya.

Pak Jokowi, Senator Ini Bingung Soal Pusat Komando Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan

jpnn.com, JAKARTA – Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Intsiawati Ayus mengatakan hingga hari ini tidak ada kejelasan di mana pusat komando penanggulangan bencana api dan asap baik di tingkat wilayah maupun di pusat.

“Saya tanya, di mana pusat komandonya, bingungkan jawabnya? Seandainya, presiden mengatakan masalah asap satu komando di tangannya, lalu di mana sekretariatnya? Bingung juga kan,” kata Intsiawati Ayus, di sela-sela diskusi, di Jakarta, Sabtu (10/10).

Menurutnya, hingga kini belum ada kejelasan untuk rujukan pelaporan dalam mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan serta penanganan korban.

“Kita semua tidak tahu di mana pusat komando. Di Badan Nasional Penanggulangan Bencana-kah, atau di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Padahal kita sudah berhadapan dengan bencana kebakaran hutan dan lahan sejak 20 tahun lalu. Tapi pemerintah tetap lamban dan gagap mengatasinya,” ujar Instiawati.

Karena gagapnya, ujar senator asal Provinsi Riau itu, pemerintah juga tidak menyediakan fasilitas dan jaminan kesehatan untuk satuan tugas (satgas) pemadam api dan asap.

“Yang lebih memprihatinkan lagi, Satgas di Riau sudah habis masa tugasnya, jadi seluruh biaya disetop. Tapi produksi api, asap dan korban jalan terus. Kalau biaya tidak disetop, masalah nambah lagi,” ungkapnya.

Karena itu, Intsiawati mendesak Presiden Jokowi segera menetapkan satu komando yang jelas untuk mengatasi bencana api, asap dan korban.(fas/jpnn)

Pusat Komando Penanganan Kabut Asap Tak Jelas

SINDONEWS, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Riau Intsiawati Ayus mempertanyakan komando penanganan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Sebab, presiden mengklaim penanganan kabut asap berada di tangannya.

"Satu lagi, kalau presiden mengatakan masalah asap satu komando di tangan saya (presiden), saya bingung sekarang," ujar Intsiawati usai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2015).

"Makanya dari tadi pertanyaan di mana pusat komando penanggulangan asap. Kalau ada yang tau mungkin saya yang ketinggalan," tambahnya.

Menurut perempuan yang akrab disapa Iin ini, penanganan kabut asap tidak berada dalam satu komando presiden. Hal itu terlihat dari peran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan kementerian terkait yang dinilai berjalan sendiri-sendiri.

Sehingga, korban terkena dampak kabut asap susah untuk mendapatkan penanganan dan bantuan dari pemerintah. Satu contoh, kata Iin, satgas yang bertugas menangani kabut asap di Riau akan berhenti masa tugasnya.

Sementara berdasarkan SK penugasan anggaran mereka pun akan ikut dihentikan. Oleh karenanya, perlu ada komando yang jelas dari pemerintah.

"Seandainya saya presiden saya bilang pusat komando di saya. Sekarang pusat komando ada dua menko. Satu aja lah siapa, jelas kita merujuk. Boleh tentang kesehatan, tentang pendidikan tentang sosial tentang semua enggak jelas sekarang di mana pusat komandonya," tukasnya. (Rakhmatullah)


source: http://nasional.sindonews.com/read/1052031/15/pusat-komando-penanganan-kabut-asap-tak-jelas-1444473209


Kedatangan Jokowi Ke Riau Dianggap Enggak Ngefek

JAKARTA, SERANTAUNEWS.COM - Anggota DPD RI daerah pemilihan Riau, Intsiawati Ayus menilai, kedatangan Presiden Joko Widodo di sejumlah wilayah kebakaran hutan dan lahan sama sekali tak berpengaruh pada penyelesaian kebakaran itu sendiri.

"Saya lihat, sudah tiga kali presiden datang (ke lokasi kebakaran hutan), enggak 'ngefek', deh," ujar Ayus dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/15) pagi.

"Karena apa? Karena yang diperlukan saat ini bukan lagi peninjauan-peninjauan seperti itu. Tidak sesimpel itu, ya. Yang kita perlukan saat ini adalah eksekusi, waktunya eksekusi," lanjut dia.

Ayus mengkritik kinerja pemerintah soal aksi pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Salah satu poin kritik adalah adanya tumpang tindih komando pemadaman, yakni antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ketidakjelasan komando pemadaman titik api itu, lanjut Ayus, membuat pemadaman jadi lambat dan terkesan gagap. Jika pemerintah tidak memperbaiki struktur manajemen penanganan kebakaran hutan, Ayus yakin peristiwa ini terulang kembali.

"Permasalahan asap ini harus dikepung. Tidak bisa lembaga ini sendiri-sendiri. Terukur serius atau tidaknya masalah ini, dilihat dari manajemennya," ujar Ayus.

"Bahkan, kalau penangannya terus begini, tujuh sampau sepuluh tahun lagi Sulawesi dan Papua akan begini. Karena tujuh tahun lalu pun saya bilang Kalimantan akan begini dan ternyata terbukti terjadi," lanjut dia. (KPS/AHs)

KABUT ASAP, Politikus Riau Dukung Malaysia Gugat Pengusaha

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Riau, Intsiawati Ayus, ‎mendukung wacana pemerintah Malaysia yang akan menggugat perusahaan pembakar lahan di Indonesia. Alasannya, kata Intsiawati, kebanyakan pemilik korporasi pembakar hutan justru berasal dari Negeri Jiran tersebut.

"Saya senang ada wacana itu, sebab 70 persen pemilik perusahaan pembakar justru orang Malaysia," kata Instiawati, dalam diskusi di Restoran Gado-gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 10 Oktober 2015. Dengan gugatan itu pemerintah Malaysia akan tahu duduk persoalannya dan tak sekadar menyalahkan Indonesia.

Malaysia dan Singapura bereaksi keras terhadap kebakaran hutan di Indonesia. Selain melalui sosial media, pemerintah kedua negara juga dikabarkan menggugat perusahaan pembakar lahan. Bahkan, Singapura telah melayangkan somasi kepada lima perusahaan yang dianggap melakukan pembakaran.

Selain mendukung upaya gugatan, Intsiawati juga meminta agar pemerintah melakukan moratorium pembukaan lahan perkebunan. Jika tidak, bencana asap yang saat ini tengah mengepung Kalimantan dan Sumatera sangat mungkin merembet ke Papua dan Sulawesi lima tahun mendatang. ‎

Parahnya kebakaran yang saat ini terjadi Sumatera dan Kalimantan, menurut Instiawati, juga tak lepas dari lemahnya kontrol pemerintah daerah. "Tujuh tahun lalu saya bilang ada moratorium, tapi tak dilakukan pemerintah di Kalimantan dan Sulawesi. Akhirnya sekarang jadi seperti ini," ujarnya.

DPD Tidak Puas dengan Kinerja Presiden dalam Penanganan Kabut Asap

GALAMEDIANEWS, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merasa belum puas melihat kinerja Presiden Joko Widodo alias Jokowi tangani kabut asap. Pasalnya tidak ada eksekusi nyata dalam penanganannya.

Anggota DPD asal Riau Intsiawati Ayus bahkan menyebut bahwa penanganan yang dilakukan Jokowi tentang kabut asap dinilai gagap dan lambat. Padahal sudah berkali-kali mengunjungi lokasi kebakaran.

"Jokowi gagap dan gagal untuk mengenai kabut asap. Padahal presiden tiga kali datang ke lokasi dan tidak ada efeknya. Bukan peninjauan tapi seharusnya mengeksekusi," kata Intsiawati di Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

Ayus menambahkan, masyarakat khususnya di daerah yang terdampak langsung dengan asap sudah muak dengan obral janji pemerintah untuk menangani peristiwa ini. Bahkan kedatangan Jokowi sebenarnya tidak diperlukan lagi

"Semua masyarakat sudah muak dengan asap. Yang masyarakat butuhkan bukan Presiden datang dan hanya meninjau namun masyarakat ingin asap ini reda," tambahnya.

Perihal rencana pemerintah beli pesawat bencana di tahun, pihaknya merasa itu belum diperlukan. Selain menambah pengeluaran negara, sebaiknya dipakai untuk memberantas para pembakar hutan dan membantu masyarakat terkena dampak kabut asap.

"Kalau tahun depan kebakaran lagi beli pesawat lagi, keluarkan biaya lagi," tandasnya

Seperti diketahui, Presiden Jokowi berencana membeli pesawat khusus untuk penanggulangan bencana tahun depan. "Pesawat yang bisa membawa air lebih dari 12 ton, minimal tiga unit. Ya jadi tahun depan," ujar Jokowi di sela peninjauannya ke lokasi terdampak kabut asap di Kampar, Riau.

Selama 17 tahun melawan asap ini Indonesia terus memakai pesawat yang hanya memiliki kapasitas dua sampai tiga ton air. Sehingga pemakaiannya dianggap kurang efektif.

Kiki Kurnia

Senator Riau Sebut Kunjungan Presiden Tak Selesaikan Kabut Asap

Metrotvnews.com, Jakarta: Senator dari Riau, Intsiawati Ayus menilai pemerintah lambat dan gagap menangani kasus pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Hal ini terlihat dari tidak adanya koordinasi yang matang dari setiap instansi yang menangani kasus ini.

Ayus, sapaan dia, menyebut selama ini publik masih dibingungkan dengan sosok pemimpin dalam penanganan pembakaran hutan ini. Padahal, dalam penanganannya ada berbagai instansi yang terlibat seperti Badan Penanggulangan Bencama Nasional (BNPB) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Jadi di mana pusat komando penanggulangan asap, adakah yang tahu? BNPB kah? Atau di mana? Makanya saya bilang ini sudah lambat dan gagap," kata Ayus dalam diskusi dengan topik 'Masih Adakah Asa Melawan Asap?' di Gado-gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2015).

Menurut dia, Presiden Joko Widodo harus lebih tegas bersikap. Presiden diminta mengeluarkan pernyataan bahwa komando penanggulangan kebakaran hutan ini ada di tangannya. Sehingga, publik lekas mendapatkan kejelasan dari pemerintah.

"Presiden juga harus mengeluarkan statement, penanganan pembakaran hutan satu komando di saya. Tapi ini tidak. Kunjungan Presiden tidak menyelesaikam masalah. Presiden harus keluarkan statement," jelas dia.

Selain itu, Ayus juga menyoroti kinerja Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang dinilai tidak memedulikan kesehatan satuan tugas (satgas) yang berjuang memadamkan api dan kabut asap akibat kebakaran hutan. Selama ini, kata dia, politikus PKB itu hanya berpegangan kepada kartu Indonesia sehat (KIS) yang dinilai belum merata penyebarannya kepada masyarakat.

"Saya sentil Kemensos. Dia hanya berpikir masyarakat yang memegang kartu itu (KIS), dia tidak memikirkan satgas. Padahal satgas bisa kena sakit apa saja nanti ke depannya," kata dia.

Ayus pun mendesak Menteri Khofiffah mengeluarkan pernyataan untuk menjamin seluruh kesehatan masyarakat yang terdampak kabut asap. Termasuk juga kesehatan satgas.

"Mensos harus keluarkan statement. Seenggaknya dia mengatakan 'kami pemerintah akan memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh satgas'," imbuh dia.

Tak hanya itu, ia juga menyesalkan ketegasan kepolisian dalam pengusutan kasus pembakaran hutan ini. "Jika memang serius tentang penanggulangan asap ini, dapat kita ukur dari Polri dengan mengeluarkan statement, tangkap dan proses di mana ada titik api," tegas dia.
TII

Senator Riau Sebut Pemerintah Kurang Cekatan Atasi Kabut Asap

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menilai, pemerintah kurang cekatan dalam menangani kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Akibatnya, bencana asap terus berlangsung hingga saat ini.

Menurut Intsiawati, ada sejumlah kebijakan yang tidak tepat dalam menangani bencana ini. Salah satunya sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang hingga saat ini belum menghentikan program pembukaan hutan.

"Kalau bagi saya, keluarkan saja 1 kalimat yakni 'untuk sampai waktu yang belum bisa ditentukan dari saat ini, semua proses hak pengembangan maupun hak pembukaan hutan untuk areal perkebunan, distop di seluruh hamparan kebakaran," ujar Intsiawati dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

Senator yang juga pemimpin organisasi masyarakat Rumpun Melayu Bersatu dan Laskar Hulu Balang Melayu Riau tersebut juga menegaskan, tidak hanya LHK, Kementerian Sosial juga telah membuat kekeliruan dalam mengeluarkan kebijakan terkait musibah kabut asap.

Menurut Intsiawati, kementerian yang dipimpin oleh Khofifah Indar Parawansa tidak pernah berpikir untuk memberikan asuransi kesehatan kepada masyarakat dan para petugas yang menangani kebakaran hutan.

"Bayangkan, 2 sampai 5 tahun ke depan mereka kena sakit apa? Terpikir nggak pemerintah memberikan asuransi jaminan kesehatan, minimal pelayanan kesehatan untuk para satgas itu. Jawabannya tidak, kecuali Indomi. Hari-hari makan mi, tidak sepadan," pungkas Intsiawati. (Dms/Sun)

Anggota DPD Riau Kritik Kunker Presiden ke Lokasi Kebakaran Hutan

Jakarta – Intsiawati Ayus, anggota DPD RI dapil Riau, mengatakan bahwa kedatangan Presiden RI Joko Widodo ke lokasi kebakaran hutan dan lahan tidak tidak berpengaruh pada penyelesaian kebakaran. Dia mengkritisi tumpang tindih komando pemadaman antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

“Saya lihat, sudah tiga kali presiden datang (ke lokasi kebakaran hutan), enggak ‘ngefek’, deh,” ujar Ayus dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10) pagi, dilansir Kompas, “Karena apa? Karena yang diperlukan saat ini bukan lagi peninjauan-peninjauan seperti itu. Tidak sesimpel itu, ya. Yang kita perlukan saat ini adalah eksekusi, waktunya eksekusi.”

Pemadaman api lambat dan terkesan gagap karena ketidakjelasan komando di lapangan. Ayus menilai pemerintah harus memperbaiki struktur manajemen penanganan kebakaran hutan. Jika tidak, peristiwa serupa pasti terulang kembali.

“Permasalahan asap ini harus dikepung. Tidak bisa lembaga ini sendiri-sendiri. Terukur serius atau tidaknya masalah ini, dilihat dari manajemennya,” ujar Ayus.

Dia mengatakan, Sulawesi dan Papua dikhawatirkan akan mengalami kejadian serupa pada tujuh sampai sepuluh tahun lagi jikalau penanganan pemadaman tetap seperti ini. Dia pernah mengutarakan hal yang sama kepada Kalimantan tujuh tahun lalu.

“Dan ternyata terbukti terjadi,” lanjut dia.

Sudah Tiga Kali Presiden Datang, Enggak 'Ngefek' Deh..


JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPD RI daerah pemilihan Riau, Intsiawiati Ayus menilai, kedatangan Presiden Joko Widodo di sejumlah wilayah kebakaran hutan dan lahan sama sekali tak berpengaruh pada penyelesaian kebakaran itu sendiri.

"Saya lihat, sudah tiga kali presiden datang (ke lokasi kebakaran hutan), enggak 'ngefek', deh," ujar Ayus dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2015) pagi.

"Karena apa? Karena yang diperlukan saat ini bukan lagi peninjauan-peninjauan seperti itu. Tidak sesimpel itu, ya. Yang kita perlukan saat ini adalah eksekusi, waktunya eksekusi," lanjut dia.

Ayus mengkritik kinerja pemerintah soal aksi pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Salah satu poin kritik adalah adanya tumpang tindih komando pemadaman, yakni antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ketidakjelasan komando pemadaman titik api itu, lanjut Ayus, membuat pemadaman jadi lambat dan terkesan gagap. Jika pemerintah tidak memperbaiki struktur manajemen penanganan kebakaran hutan, Ayus yakin peristiwa ini terulang kembali.

"Permasalahan asap ini harus dikepung. Tidak bisa lembaga ini sendiri-sendiri. Terukur serius atau tidaknya masalah ini, dilihat dari manajemennya," ujar Ayus.

"Bahkan, kalau penangannya terus begini, tujuh sampau sepuluh tahun lagi Sulawesi dan Papua akan begini. Karena tujuh tahun lalu pun saya bilang Kalimantan akan begini dan ternyata terbukti terjadi," lanjut dia.

Penulis: Fabian Januarius Kuwado Editor: Farid Assifa

Intsiawati: Pemerintah Lambat dan Gagap Tangani Asap

JAKARTA, BIJAKS - Anggota DPD RI, Intsiawati Ayus sebut pemerintah lambat dan cenderung gagap tangani bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan di umatera dan Kalimantan.

“Penanganan asap lambat dan gagap. Penanganan asap tersebut tidak terkoordinir dan tidak terkoordinasi dengan baik,” kata Ayus dalam diskusi bertajuk ‘Masihkah Ada Asa Melawan Asap?’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10).

Tak hanya itu, Ia juga menilai bahwa Menteri Pendidikan tidak tanggap dengan permasalahan kabut asap yang mengakibatkan pelajar di Sumatera dan Kalimantan tak bisa mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

Tak hanya bidang pendidikan, menurutnya pemerintah setempat juga kurang tanggap bencana asap karena meskipun bencana ini sudah menjadi bencana tahunan, Puskesmas hingga kini belum juga memiliki kemampuan baik dari sisi SDM atau teknologi dalam menangani korban asap. (nl/tn/dh)

Pemerintah Masih Gagap Atasi Persoalan Asap

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPD RI, Intsiawati Ayus menilai pemerintah masih lambat dan cenderung gagap dalam penanggulangan asap akibat terbakarnya hutan di Sumatera dan Kalimantan. Hal itu terbukti dari belum hilangnya bencana asap.

"Penanganan asap lambat dan gagap. Penanganan asap tersebut tidak terkoordinir dan tidak terkoordinasi dengan baik," kata Ayus dalam diskusi bertajuk 'Masihkah Ada Asa Melawan Asap?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2015).

Menurut Ayus, bencana asap itu telah berdampak ke semua lini aktivitas masyarakat. Dirinya mencontohkan bagaimana proses belajar mengajar harus berhenti karena bencana asap.

"Saya sedikitpun tidak pernah mendengar statement dari Menteri Pendidikan, padahal dua minggu anak-anak tidak sekolah. Bagaimana kalender pendidikannya? Itu harus dipikirkan," tuturnya.

Selain di bidang pendidikan, Ayus juga mengkritik pemerintah daerah yang tidak tanggap untuk menangani korban asap. Menurutnya, Puskesmas belum memiliki kemampuan baik dari sisi SDM atau teknologi dalam menangani korban asap.

"Rumah sakit swasta di Riau tidak diberdayakan, sampai saya tekan Gubernur dimana kekuatan Perda Gubernur dan kewenangan Gubernur," katanya

Intsiawati Ayus: Jika Saya Jadi Gubri, RS Swasta Yang Tak Bantu Korban Asap, Habis!

Jakarta (RiauNews.com) – Penanganan korban akibat kabut asap di Provinsi Riau mendapat kritikan dari anggota DPD RI daerah pemilihan Riau, Intsiawati Ayus. Dia bahkan mengaku sudah menegur Plt Gubri mengapa tidak ikut memberdayakan rumah sakit swasta yang memiliki teknologi lebih baik dibanding puskesmas.

“Sampai saya tegur gubernurnya. Di mana letak kekuatan peraturan daerah Anda untuk mengatur rumah sakit swasta? Mereka harus tunduk pada pemerintah daerah,” ujarnya dalam diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2015) yang dikutip oleh Kompas.

Ayus menyayangkan mengapa pemerintahan Riau hanya memberdayakan puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dalam menangani pasien korban paparan asap. Pasalnya, teknologi kesehatan, khususnya di puskesmas, sangat terbatas.

Namun selain mengkritik pemerintah daerah, wanita yang sudah dua periode duduk di kursi DPD tersebut juga melihat rumah sakit swasta di Riau tak memiliki kepekaan untuk ikut membantu menangani pasien korban kebakaran hutan. Jika ada, bantuan rumah sakit swasta itu, kata Ayus, sangat minim, bahkan cenderung tidak membantu.

“Empat hari lalu saya ke Riau, saya tidak lihat ada posko pelayanan kesehatan bagi korban asap kecuali hanya membagikan masker. Saya pribadi pun bisa mengadakan 300.000 masker. Itu sepele,” ujar dia.

Ayus mendesak pemerintah Riau untuk dapat memberdayakan rumah sakit swasta untuk turut membantu menangani korban asap. Dia meminta sang gubernur mendesak rumah sakit itu melalui perda yang ada.

“Kalau saya gubernurnya, rumah sakit swasta tidak mau bantu, selesailah kalian,” ujar dia.

DPD RI : Tak Ada Pusat Komando Penanganan Kabut Asap


VIVA.co.id - Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI dari Dapil Riau, Intsiawati Ayus menyampaikan keluhannya soal penanganan kabut asap. Ia mengatakan, hingga hari ini, belum ada kejelasan di mana pusat komando penanggulangan bencana asap di daratan wilayah Sumatera.

"Seandainya, Presiden mengatakan masalah asap satu komando di tangan saya. Di mana pusat komando penanganan asap? Masih bingung," ujarnya, saat ditemui dalam acara diskusi Perspektif Indonesia di restoran Gado-Gado Boplo Jakarta, Sabtu 10 Oktober 2015.

Intsiawati mengungkapkan, belum ada kejelasan untuk rujukan pelaporan dalam mengatasi bencana kebakaran asap di setiap titik api.

"Kami tidak tahu di mana pusat komando. BNBP (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) kah? Kementerian Lingkungan kah? Masih bingung. Sudah lambat tapi gagap, ke mana kita harus merujuk?" tanya Instiawati.

Ia juga mengeluhkan, untuk para satuan tugas (satgas) yang turun untuk membantu memadamkan api dan mengeksekusi korban bencana kebakaran tidak diberikan jaminan kesehatan.

"Satgas di Riau habis masanya, jadi cost operasional otomatis disetop. Sementara itu, api terus jalan. Masalah konsumsi saja SK (surat keputusan)-nya itu delay (terlambat)," ujarnya.

Intsiawati mengimbau, agar pemerintah segera menetapkan satu komando yang jelas untuk mengatasi bencana asap. Serta, ia berharap, para pembantu Presiden, atau menteri-menteri terkait mengeluarkan pernyataan tegas kepada para pelaku, atau pihak yang masih melakukan aktivitas perkebunan di wilayah titik api.

"Satu saja, jelas kita merujuk tentang kesehatan, sosial, pendidikan, semuanya. Yang menjadi penyelesaian masalah itu statement pembantu Presiden, dengan kewenangannya masing-masing," katanya menegaskan.(asp)

TANGGAP DARURAT KABUT ASAP Intsiawati: Pemerintahan Jokowi Lamban dan Gagap

RMOL. Upaya pemerintah dalam menanggulangan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (kahutla) di sejumlah wilayah terkesan masih lambat dan gagap. Hal ini tercermin jelas dari tidak terintegrasi dan tidak terorganisirnya semua lini yang berkaitan penanggulangan bencana asap.

Begitu dikatakan anggota DPD asal Riaul, Intsiawati Ayus dalam diskusi akhir pekan bertajuk

"Asap ini masuk ke semua lini, sedikit pun saya tidak pernah mendengar statement dari menteri pendidikan. Dua minggu anak-anak diinapkan di rumah, sementara jadwal semester bagaimana dan dituntut ujian nasional," kritik Ayus.

Selain itu juga menurutnya, pemerintah daerah tidak tanggap,. Padahal Pemda bisa saja rumah sakit besar swasta untuk membantu penanganan korban asap.  Pemda tidak bisa hanya mengandalkan puskesmas yang notabene tidak memiliki kemampuan memadai baik petugas kesehatan maupun teknologinya.

"Rumah sakit swasta di Riau tidak diberdayakan, sampai saya tekan Gubernur di mana kekuatan Perda Gubernur dan kewenangan Gubernur. Rumah sakit besar swasta tidak ada posko pelayanan kesehatan untuk korban asap, hanya bagikan masker saja, yang kita inginkan adalah empati dari rumah sakit besar," beber Ayus.

Dengan kondisi ini, menurut Ayus, membuktikan pemerintah pusat tidak serius dalam memanajemen dampak kahutla yang menyebar di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimatan.

"Saya mau tanya di mana pusat komado untuk satgas asap? di mana? Di Kementerian Lingkungan Hidup kah atau di Menko? Karena semua pada bicara. Ukuran keseriusan pemerintah terlihat dari manajemen penanggulangannya," demikian Ayus.[wid]

Anggota DPD: Bencana Asap 90 Persen Disebabkan Manusia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPD RI, Intsiawati Ayus mengaku geram dengan terus berulangnya bencana asap di Indonesia. Kegeraman Ayus terhadap bencana asap karena peristiwa tahunan itu akibat ulah manusia.

 "Bicara keluhan asap, saya sudah muak. Bencana asap ini adalah kejahatan manusia. 90 persennya asap terjadi karena kejahatan manusia," kata Ayus dalam diskusi bertajuk 'Masihkah Ada Asa Melawan Asap?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/10/2015).

Ayus menuturkan, asap timbul karena akibat kebakaran hutan yang umumnya disebabkan oleh manusia. Menurutnya, ada modus yang sengaja dilakukan oknum tidak bertanggung jawab untuk membakar hutan.

 "Modusnya macam-macam, ada yang mengincar mendapatkan klaim asuransi, ada yang ingin buka lahan baru. Ada juga yang inginkan harga lahan menjadi mahal karena lahan yang sudah bersih dibakar," ujarnya.

 Ayus pun mempertanyakan manajemen penyelesaikan persoalan asap yang dilakukan oleh pemerintah. Dirinya melihat belum ada langkah konkrit pemerintah untuk menyelesaikan masalah asap ini. "Buktinya permasalahan asap ini selalu berulang setiap tahunnya. Sudah 17 tahun problem asap terjadi," katanya.

In Memoriam Datuk H Asman Yunus: Semangat Tak Pernah Padam sang Panglima Pemikir

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Innalilllahi wainnailaihi rajiun. Riau kembali berduka. Tokoh masyarakat Riau, Datuk H Asman Yunus SH (74) berpulang. Salah seorang tokoh yang getol memprotes ketidakadilan pemerintah pusat terhadap Riau dipanggil Ilahi, Kamis (1/10) malam, sekitar pukul 22.15 WIB.

PRIA kelahiran Tanjungpinang, 3 Desember 1941 tersebut wafat di kediamannya di Jalan Kamboja, Kecamatan Sukajadi, Pekanbaru. Asman meninggalkan empat putri dan satu putra.

Semasa hidup, menurut tokoh masyarakat Riau, Azaly Djohan yang hadir saat pemakaman putra Wali Kota Pekanbaru keempat Muhammad Yunus tersebut, adalah tokoh yang dikenal berani. Bahkan dia juga diangkat sebagai Panglima Riau Merdeka saat Kongres Rakyat Riau (KRR) II dengan Tabrani Rab sebagai presidennya. Selain itu almarhum juga mendirikan Laskar Hulu Balang Melayu Riau-Rumpun Melayu Bersatu (LHMR-RMB) sebagai garda pengawal cita-cita Riau Merdeka. LHMR-RMB kemudian menjadi salah satu ormas terbesar saat itu dengan anggota mencapai ratusan ribu di Riau daratan dan Riau kepulauan.

Di samping itu, tambah Azaly Djohan, Asman Yunus banyak menggeluti berbagai organisasi. Salah satu perjuangan yang mereka lakukan, melobi pemerintah pusat di bidang migas, agar mau menyerahkan pengelolaan blok CPP kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Sehingga PT Bumi Siak Pusako selaku BUMD mendapat izin dari Kemenkum HAM untuk mengelola blok tersebut. Hasilnya saat ini Kota Pekanbaru, Kampar, Siak, Bengkalis dan Kepulauan Meranti mendapat hasilnya. Bahkan Bengkalis dan Kampar masih menjadi kabupaten terkaya di Indonesia.

‘’Saya sangat bangga dengannya. Kedekatan kami berdua dimulai sejak ayahnya, Muhammad Yunus menjadi Wali Kota Pekanbaru. Saat itu Pekanbaru masih sebuah kota kecil,’’ ujar mantan Bupati Bengkalis yang didampingi tokoh masyarakat Riau lainya OK Nizami Djamil.

Ditemui terpisah, sahabat seprofesi Asman Yunus sebagai advokat, Dahad Umar SH mengatakan, ayah anggota DPD RI asal Riau, Intsiawati Ayus tersebut selalu berorientasi untuk mengabdi dan memperjuangkan Riau. ‘’Mungkin ini karena dia dulu merupakan anak Wali Kota Pekanbaru. Sehingga ia selalu bersemangat untuk membela Riau,’’ ujar Dahad Umar.

Sementara Intsiawati Ayus, seusai pemakaman almarhum di tempat pemakaman umum (TPU) Senapelan mengucapkan terima kasih kepada semua yang hadir. Mulai dari petakziah, kemudian yang terlibat dalam memandikan, mengafani, mendoakan, menyalatkan beliau di Masjid Raudatul Jannah serta saat pemakaman ayahnya.

‘’Saya tidak bisa menyebut satu persatu. Besar harapan kami agar bisa memaafkan sambutan kami yang kurang berkenan. Kami minta pintu maaf seluas-luasnya atas almarhum. Namun jika seandainya ada yang tersangkut seperti utang-piutang, saya menunggu agar disampaikan kepada kami. Kami segera selesaikan,’’ tuturnya.

Semangat Panglima Patut Ditiru
Wafatnya Asman Yunus membawa kesedihan berbeda di tengah masyarakat Riau. Karena banyak yang menilai, Riau kehilangan panglima yang memiliki semangat tinggi dan luar biasa yang patut ditiru. Rasa duka mendalam juga disampaikan langsung kepala daerah yakni Plt Gubernur H Arsyadjuliandi Rachman.

Bela sungkawa juga turut disampaikan mantan Gubri H Saleh Djasit. Menurutnya, sosok almarhum memiliki semangat kemelayuan yang sangat kental dan dikenal masyarakat luas di Riau. “Intinya dia sangat ingin membela anak Melayu yang terpinggirkan. Semangatnya luar biasa,” ujarnya.(luk/sol/egp)

Dewan Ikut Berduka atas Wafatnya Datuk Asman Yunus

HalloRiau, PEKANBARU- Kabar wafatnya salah satu putra terbaik Riau dan juga Ayahanda dari anggota DPR RI Instiawati Ayus, yakni Datuk Haji Asman Yunus (74) saat ini menjadi duka mendalam bagi warga Riau, terutama buat keluarga, kerabat terdekat serta teman-teman almarhum.

Ucapan berbelasungkawa juga disampaikan oleh Sahril, pimpinan DPRD Kota Pekanbaru atas wafatnya ayah senator Riau tersebut, Jumat (2/10/2015).

"Saya turut berduka atas Telah berpulang ke Rahmatullah Datuk Asman Yunus, Panglima Riau Merdeka, ayahanda Instiawati Ayus, Anggota DPD RI. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT dan bagi keluarga yang ditinggalkan dapat diberikan kesabaran, selamat jalan datuk Haji Yusman Yunus" ungkapnya.

Diketahui Dt. H. Asman Yunus yang wafat karena sakit di usia tua ini meninggalkan 4 orang putri dan 1 orang putra. Semasa hidupnya Muhammad Yunus ini merupakan salah seorang sesepuh dan tokoh Riau yang dikenal berani dan tegas sehingga sangat disegani para tokoh Riau lainnya.

Penulis : Mimi Purwanti
Editor : Yusni Fatimah 

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.