Pentingnya Konsistensi Program Perencanaan Tata Ruang di Kota


kompasiana.com
Belakangan ini surat kabar atau pun media semakin sering memberitakan tentang banjir, kemacetan, polusi udara, kemiskinan, dan tentang masyarakat ataupun lingkungan di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota besar lainnya. Mengapa demikian? Sebenarnya pada hakekatnya semua itu adalah perbuatan manusia sendiri yang bertindak tanpa perencanaan atau tanpa pikir panjang dampak ke depannya pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selain itu berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam melaksanakan perencanaan pembangunan. Kritikan tersebut juga disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam acara dialog Suara Daerah dengan tema “Masalah Perkotaan di Berbagai Daerah”. Dialog berlangsung di Press Room DPD, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/07). Pembicara dalam acara tersebut adalah Intsiawati Ayus (Anggota DPD Provinsi Riau), Wasis Siswoyo (Anggota DPD Provinsi Jawa Timur), Dani Anwar (Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta), dan Doni Janarto Widiantoro (Kasubdit Lintas Wilayah Direktorat Penataan Ruang Wilayah II). Perda yang diturunkan tentang rencana tata ruang kota yaitu bagi saya hanyalah sebuah konsep formalitas. Karena pemerintah daerah tidak konsekuen dalam melaksanakan perencanaan pembangunan, belum lagi kita bicara kurang efektifnya dan koordinasi antar dinas dan instansi.

Dari pernyataan diatas diketahui bahwa Pemerintah atau pun pemda telah membuat berbagai peraturan tertulis maupun himbauan kepada masyarakat tentang aturan-aturan mengenai lingkungan dalam hidup bermasyarakat. Salah satunya adalah tentang tata ruang wilayah perkotaan. Tetapi saya tekankan disini bahwa suatu aturan, kebijakan atau kesepakatan bersama tidak akan berguna jika tidak diimbangi dengan konsistensi pelaksanaan secara berkelanjutan oleh para pelaku yang seharusnya bisa membawa perubahan jika melaksanakan perannya dengan maksimal. Saya memberikan pernyataan seperti itu karena Saya mengamati bahwa kepala daerah masih banyak yang belum mengenal konsep pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, yaitu yang berwawasan lingkungan. Juga menurut Wasis Siswoyo (Anggota DPD Provinsi Jawa Timur) mengatakan bahwa untuk menciptakan kota yang nyaman, penataan kota harus direncanakan secara matang. Ia menjelaskan keadaan di Jawa Timur yang sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. “Karena itu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan. Wasis mencontohkan masalah lumpur Lapindo yang belum ada rencana pengganti ruangan yang telah rusak, seperti jalan akses ke Surabaya maupun kota-kota lain, sehingga mengganggu ekonomi masyarakat. Masalah lainnya berkaitan dengan pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang tak kunjung rampung.

Dani Anwar yang menjadi anggota DPD dari ibukota negara menyebutkan tiga hal penting mengenai persoalan perkotaan. Pertama, Indonesia tidak punya perencanaan terintegrasi, sehingga berbagai macam persoalan muncul berkaitan dengan pembangunan kota. Kedua, konsistensi dalam melaksanakan aturan yang ada juga lemah. “Seluruh pemerintah, baik pusat dan daerah keliatannya konsistensinya kalau berhadapan sama pemodal, loyo dia, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba kawasan hijau itu mau dijadikan mal”, tegasnya. Ketiga, pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-persoalan di masa yang akan datang. Dani mencontohkan Belanda yang membuat rencana tata ruang kota dengan matang hingga beratus-ratus tahun tidak berubah. Dikatakannya, pemerintah Indonesia dianggap tidak mampu melaksanakan perencanaan, contohnya pembangunan Becak Kayu (Bekasi, Cawang, Kampung Melayu) dan proyek monorel yang terhenti pembangunannya. “Kadang peraturan kurang mampu mengatasi persoalan-persoalan di masa depan yang begitu cepat perkembangannya. Kemudian yang terjadi adalah pembiaran pelanggaran terhadap tata kota, sehingga kotanya semrawut,” katanya.

Bukti nyata dari masalah-masalah inkonsistensi pemerintah dalam penataan kota adalah urbanisasi yang tidak terkontrol oleh pemerintah. Pemerintah terus melakukan pembiaran yang akan berakibat anggapan bahwa jika pemerintah diam berarti masyarakat berada di posisi yang benar. Selain masalah tersebut adalah masalah transportasi yaitu semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor pribadi. Sehingga terjadi kenaikan tingkat kemacetan yang luar biasa setiap tahun. Sesuai data yang dimiliki Satlantas Polrestabes Surabaya seperti dikutip Harian Surya, jumlah panjang jalan di seluruh Surabaya hanya 2.096.690 meter atau 2.096,69 km saja. Namun, jumlah kendaraan bermotor meningkat pesat, dari sepeda motor, truk, mobil angkutan, dan mobil beban. Hingga September 2010, jumlah kendaraan bermotor di Surabaya sudah mencapai 3.895.061 unit. Jika semua kendaraan itu dijajar di jalan raya, panjangnya bisa mencapai 10.923.543 meter atau 10.923,5 km.

Dari pernyataan di atas pemerintah memang mempunyai tanggung jawab besar terhadap masalah perencanaan tata kota yang amburadul tersebut. Karena akibat kurang matangnya perencanaan tata ruang dan inkonsistensi pemerintah berdampak kurang terkendalinya pergerakan masyarakat entah itu masalah urbanisasi, membludaknya kendaraan bermotor pribadi atau dampak lain masalah tata kota. Tetapi di sini tidak hanya menjadi masalah pemerintah tetapi sudah menjadi masalah kota tersebut menyangkut semua yang ada di dalamnya termasuk penduduk yang bertempat tinggal. Pemerintah hanyalah sebagai perwakilan yang masyarakat percaya sebagai yang dituakan atau pemberi fasilitas dan pembangun situasi dan kondisi di masyarakat. Sedang subyek yang sesungguhnya adalah masyarakat yang bertempat tinggal. Oleh karena itu harus terjadi kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut.

RUU Petani 80 Persen Petani Indonesia Miskin


Indopos, SUKABUMI
Petani memang tulang punggung. Tapi di negara agraris seperti Indonesia, nasib petani justru memprihatinkan. Delapan puluh persen kondisi mereka masih terpinggirkan. Mereka susah mendapatkan pinjaman modal untuk membeli bibit dan pupuk. ’’Karena itu, Komite II DPD RI membahas RUU perlindungan dan pemberdayaan petani untuk keluar dari kemiskinan.

Dengan RUU ini diharapkan pemerintah memiliki perhatian khusus untuk mereka,’’ kata Wakil Ketua Komite II DPD RI Intsiawati Ayus, SH MH dalam kunjungan kerjanya di Sukabumi, Selasa (21/2). Pemerintah, lanjut dia, harus lebih perhatian kepada petani dalam melindungi dan memberdayakannya. Yang menjadi tujuan RUU ini bukan petani-petani besar, melainkan petani yang tidak memiliki lahan atau lahannya di bawah 2 hektare, serta pupuk dan bibit menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk pengadaannya.

Untuk masalah tengkulak, kata Intsiawati, di dalam undang-undang ada pasal yang menyebutkan bahwa untuk penumpukan atau penimbunan bahan pangan dalam jumlah tertentu harus mendapatkan izin pemerintah. ’’Jadi diharapkan tengkulak itu bisa dikendalikan dan tindakan khusus untuk menangani masalah pangan,’’ kata anggota DPD RI asal Provinsi Riau ini.

Selain masalah tengkulak, kebijakan pemerintah tentang impor pangan juga masalah serius bagi para petani. ’’Seharusnya pemerintah tidak langsung mengambil kebijakan impor, tetapi dia harus menanyakan kepada organisasi atau perwakilan petani tentang kebijakan tersebut,’’ ungkapnya.

Menurut anggota DPD RI Bambang Soeroso asal provinsi Bengkulu, secara faktual dan realitas, ketika kita menuju swasembada pangan petani kondisinya sangat mengkhawatirkan. ’’Dari aspek produktivitasnya, seharusnya petani bisa mengakses keuangannya dengan mudah melalui perbankan.

Sehingga petani bisa mendapatkan modal,’’ ujar dia. Itu sebabnya, Komite II sepakat mendorong pembentukan bank khusus untuk kehidupan petani. Pihaknya juga membahas masalah tengkulak yang menjual beras subsidi dari pemerintah dengan harga jauh lebih mahal dari harga sebelumnya.

’’Sebenarnya ini masalah sistem yang sekarang memungkinkan tengkulak masih menimbun pangan,’’ terang dia. Sistem yang sekarang, lanjut dia, membuka peluang tengkulak bermain. Hampir di setiap daerah petani rugi akibat ulah mereka. Belum lagi masalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). ’’KUR tidak jalan, padahal anggarannya sudah Rp 14 triliun pada 2011 yang sangat merugikan petani kita,’’ imbuhnya.

KUR itu seharusnya bunganya rendah. Dan, kebijakannya, pinjaman di bawah Rp 20 juta tidak memerlukan agunan. Tetapi yang harus diagunkan jenis usahanya itu sendiri. ’’Kenyataannya itu tidak terjadi di lapangan.

Makanya petani sekarang ini menjadi subjek yang selalu dikorbankan akibat tengkulak dan KUR,’’ tutur dia. Jadi, tambah dia, Komite II ikut mendorong bank untuk petani karena bank tersebut harus memberikan treatment khusus yang memberikan kemudahan bagi petani yang akan meningkatkan produktivitasnya. (fdi)

Kasus HTI Pulau Padang: FKM-PP Desak Revisi SK Menhut


JAKARTA (RiauPos)
Warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti kembali mendatangi gedung Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Selasa (14/2).

Kedatangan mereka sekitar 50 orang itu untuk mendesak Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan segera merevisi SK Menhut No.327/2009 dengan mengeluarkan blok Pulau Padang dari areal konsesi PT RAPP.

Ini menyusul telah dikeluarkannya surat rekomendasi revisi terhadap SK tersebut oleh Bupati Kepulauan Meranti yang ditujukan ke Menhut belum lama ini.

Seperti biasanya, warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PP) itu, melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang gedung Kemenhut.

Setelah aksi berlangsung selama dua jam, beberapa orang perwakilan mereka akhirnya diterima oleh pihak Kemenhut yang diwakili Kepala Pusat Humas, Sumarto.

Dalam pertemuan tersebut, mereka menyampaikan beberapa informasi terbaru terkait dengan dukungan terhadap perjuangan warga Pulau Padang yang dari awal menolak kehadiran perusahaan bubur kertas tersebut.

Salah satunya mengenai surat rekomendasi revisi SK Menhut 327 dari Bupati Kepulauan Meranti yang didukung oleh DPRD setempat.

Menurut Kordinator FKM-PP, M Ridwan, kesamaan sikap antara rakyat dan Pemda adalah “modal politik” untuk mencabut kebijakan politik yang tidak disetujui oleh rakyat.

Sebab, kebijakan pemerintah dibuat secara sepihak ini membuahkan konflik agraria yang sudah berlangsung selama dua tahun.

“Kami ingin memastikan apakah surat rekomendasi dari Bupati yang menegaskan bahwa Pemda mendukung perjuangan masyarakat sudah sampai ke pihak Kemenhut atau belum. Jika sudah terima, tidak ada alasan lagi bagi Menhut untuk tidak merevisi SK tersebut,” ujar Ridwan.

Pada kesempatan itu, Kepala Pusat Humas Kemenhut, Sumarto, mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima dan mempelajari surat rekomendasi yang dimaksud.

Menurutnya, surat yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Kepualaun Meranti itu tidak ada pengaruhnya terhadap kebijakan Menhut untuk tetap mempertahankan HTI Pulau Padang.

“Sekarang proses penyelesaian konflik Pulau Padang seperti dikemukakan sebelumnya sedang berjalan. Mari kita hormati dan ikuti sampai selesai,” tegas Sumarto.

Kecewa terhadap sikap buruk dari Kemenhut yang mengacuhkan surat rekomendasi tersebut, warga Pulau Padang mengancam mendatangi Istana Negara untuk mengadukan sikap buruk pihak Kemenhut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Warga menilai Kemenhut mengangkangi kesepakatan pada 5 Januari 2012 persoalan Konflik Pulau Padang. Kesepakatan yang ditandatangani oleh 20 orang masyarakat Pulau Padang, anggota DPD-RI, Intsiawati Ayus dan Dirjen Plannologi, Bambang Supiyanto, tersebut menekankan bahwa persoalan masyarakat Pulau Padang akan segera ditindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan surat rekomendasi revisi.

“Kita kecewa atas sikap yang selalu berubah dari pihak Kemenhut ini. Ada kesan tidak serius dan hanya menyakiti hati rakyat,” tambah Ridwan.(yud)

Hari Ini Petani Akan Datangi Kemenhut


Jakarta, Teraspolitik 
60 petani Pulau Padang, Kepulauan Meranti, siang ini mendatangi Kantor Kementerian Kehutanan RI di Jakarta. Mereka akan menyerahkan surat rekomendasi pemerintah kabupaten Kepulauan Meranti perihal revisi SK Menhut 327/2009.

“Kami sudah mengantongi surat rekomendasi Pemkab Kepulauan Meranti perihal revisi SK Menhut 327/2009. Dengan demikian, prosedurnya sudah sesuai seperti dikehendaki oleh Kementerian Kehutanan,” kata Muhamad Riduan,Koordinator Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP), di Jakarta (14/2/2012).

Sedangkan pada tanggal 5 Januari 2012, terjadi kesepakatan antara petani Pulau Padang, anggota DPD RI Intsiawati Ayus, dan Dirjen Planologi Kemenhut Bambang Supiyanto perihal penyelesaian Persoalan Pulau Padang tersebut.

Sementara kesepakatan 5 Januari 2012 itu adalah “Persoalan masyarakat Pulau Padang akan ditindak-lanjuti apabila pemerintah kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan rekomendasi revisi SK Menhut 327/2009.”

“jika Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan terus mengelak, maka warga Pulau Padang akan menduduki kantor Menteri Kehutanan. Tuntutan kami sudah bulat: Pulau Padang harus dikeluarkan dari areal konsesi HTI PT. RAPP. Itu artinya revisi SK Menhut 327/2009. Kami sudah memenuhi prosedurnya dan mengantongi surat rekomendasi dari Pemkab,” janji Riduan dengan geram. (ber/tar)

Jembatan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah (Jembatan Siak III)


Masyarakat Mulai Resah Melihat dan Melintasi Jembatan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah (Jembatan Siak III) dikarenakan oleh Kontruksi Jembatan sudah mengalami Penurunan dan di bagian tengah Jembatan terdapat gelombang,!!

melihat Surat dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Daerah Provinsi Riau , LPJK memandang perlu adanya "Uji Laik" ulang secara Independent dan Profesional terhadap Jembatan tersebut, berdasarkan fakta yang didapat dilapangan tentu secara tidak langsung kita mempertanyakan Hasil Kinerja dari semua pihak terkait dalam membangun Jembatan ini,. dan tentunya kita juga mempertanyakan hasil pengujian yang dilakukan oleh Kasubdit Jembatan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PU yang menurunkan Tim Pengujian Pada tgl 28 Oktober 2011 yang lalu..

Dalam hal ini saya Sependapat dengan LPJK dan Satu Suara dengan sikap DPRD Provinsi untuk MENUTUP SEMENTARA Jembatan tersebut demi keselamatan masyarakat terhadap hal yang tidak kita inginkan, sampai dengan adanya kepastian terhadap Kondisi Jembatan tersebut. (IA/Epp)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.