SIDANG PLENO ALAT KELENGKAPAN DPD RI

Kabar Senayan. Hari ini, alat kelengkapan DPD RI membahas agenda kerja masa sidang 2013. Dalam sidang pleno ini, Komite II menetapkan tim untuk membahas Usul Inisiatif yaitu Rancangan Undang-Undang tentang Perkebunan yang diketuai oleh Senator Hj. Intsiawati Ayus dari Riau. Ditetapkan pula Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air diketuai Senator Mursyid dari Nangroe Aceh Darussalam. Serata Tim Rancangan Undang-Undang Keinsinyuran yang diketuai oleh Senator H. Bambang Soeroso dari Bengkulu, Sekretaris: Senator Permana Sari dari Kalimantan, dengan anggota yaitu Senator Bambang Susilo dari Kalimantan Timur, Senator Mursid dari Aceh, Senator Iswandi dari lampung, Senator H. Djabar Toba dari Sulawesi tenggara dan Senator Abraham Liyanto dari Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan Komite III membahas agenda Rancangan Jadwal/Kegiatan Komite III DPD RI Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 serta pengesahan atas jadwal tersebut. Dipimpin Ketua Komite III, Senator H. Hardi Selamat Hood dari Kepulauan Riau. Komite III berencana akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan beberapa Undang-undang yang berkaitan dengan lingkup kerjanya yaitu UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU No. 39/2004 tentang TKI, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan dan UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Selain itu kita juga akan membahas usul inisiatif Perubahan atas UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta RUU tentang Tenaga Kesehatan, dengan mengundang menteri-menteri terkait sebagai narasumber, di samping lembaga lain yang juga berkompeten.

Komite IV mengadakan Rapat Pleno dengan agenda Pembahasan dan Pengesahan Jadwal Komite IV, di pimpin Senator H. Zulbahri dari kepulauan Riau. Dalam rapat pleno tersebut diputuskan bahwa kunjungan kerja komite akan ditiadakan dan diganti dengan Kunker Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) provinsi yang dilaksanakan oleh anggota secara perorangan. Komite IV akan tetap melakukan tugas legislasinya dengan mengadakan Uji Sahih ‘Draft Usul Inisiatif RUU Revisi UU 20/1997 tentang PNBP dengan melakukan kunjungan ke daerah yaitu Provinsi Kepulaan Riau dan Provinsi Bali. Kegiatan Uji Sahih tersebut dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 11-13 Februari 2013.

Selain itu Komite IV juga mulai mempersiapkan materi untuk bahan konsultasi dengan Presiden pada sidang bersama DPR dan DPD RI pada tanggal 16 Agustus 2013.

Alat kelengkapan DPD RI; Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) menyelenggarakan sidang dalam rangka menginventarisasi permasalahan yang diserap oleh anggota PAP di daerah pemilihan masing-masing pada masa reses yang lalu. Abdul Gafar Usman membuka sekaligus memimpin jalannya siding pleno ini. Dan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI membahas dan mengesahkan program kerja serta jadwal masa sidang dipimpin Senator I wayan Sudirta dari Bali.

SENATOR INTSIAWATI AYUS: NAIKKAN HARGA ROKOK UNTUK MENGURANGI DAMPAKNYA

Kabar Senayan. Senator Hj. Intsiawati Ayus dari Riau selaku anggota Komite II DPD RI (Senator Indonesia) memberikan tanggapan terhadap akibat dari rokok. “Sebenarnya tembakau itu bukan satu-satunya yang menyebabkan penyakit. Banyak produk lain yang juga harus diwaspadai. Tapi untuk meminimalisir dampak rokok, maka harusnya harga rokok dinaikkan. Dari situ kluster masyarakat kita akan berfikir untuk membeli rokok.”

“Ini adalah cara untuk memproses pemahaman masyarakat kita dalam mengkonsumsi rokok. Masyarakat kita kan auto pilot, jadi akan terbukti dengan sendirinya. Kalau hanya dampak rokok, maka kultur kita memberikan gambaran lain. Banyak orang, uatamanya di daerah, yang umurnya sudah renta, tapi tetap merokok dan menganggap rokok sebagai pelengkap makanan.” Kata Senator Intsiawati Ayus sambil mencontohkan beberapa kalangan yang sudah disaksikan sendiri.

Mengenai peringatan akan bahaya merokok, Senator Intsiawati Ayus mengatakan: “Saya tidak setuju kalau hanya rokok yang dianggap penyebab berbagai penyakit. Bahan makanan yang luput dari Pengawasan Obat dan makanan, harus di waspadai. Sebaliknya, beberapa kultur di wilayah Negara kita mengganggap rokok sebagai budaya. Ada daerah yang menyuguhkan rokok dalam penyambutan, tanda persaudaraan. Bila di tolak, kita bisa dianggap tidak menghargai keberadaannya.”

Senator Intsiawati Ayus menguraikan: “Kalau pembatasan produksi rokok dilakukan, maka efeknya akan membuat petani tembakau menderita. Perusahaan mungkin tidak menyatakan rugi, tapi kita akan berhadapan dengan rakyat kecil. Maka, dengan menaikkan cukai rokok yang tinggi, akan membuat masyarakat kita berfikir, membandingkan harga rokok dengan biaya hidup sehari-hari, biaya sekolah, bahkan biaya kesehatannya sendiri.”

“Harga rokok yang tinggi, tidak langsung mengurangi produksi, dan harga tembakau dari petani bisa dinaikkan. Jadi bisa menaikkan pendapatan petani. Dan ini juga tidak membuat perusahaan rokok menjadi rugi.”

“Jadi, menaikkan cukai rokok, sah saja, dan itu bisa mengurangi dampak buruk bagi kesehatan yang disebabkan oleh rokok. Karena yang membeli dan mengkonsumsinya sudah terbatas,” tegas Senator Intsiawati Ayus.

DPD Berhasil Jembatani Daerah dan Pemerintah Pusat

Jurnal Parlemen, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Intsiawati Ayus menyatakan, kendati kewenangan DPD tidak penuh tetapi sudah berhasil menjembatani kemitraan antara pusat dan daerah.

"Kami di Riau misalnya, berhasil menemukan banyak solusi bersama terkait kebutuhan prioritas bagi daerah, seperti soal listrik, jaringan jalan dan infrastruktur lainnya, program-program nasional di daerah, serta penyelesaian konflik di daerah yang kesemuanya dilakukan melalui mediasi dengan pihak-pihak terkait di pusat," papar Intsiawati saat dihubungi JurnalParlemen, Kamis (3/1).

Dalam banyak hal, kata Intsiawati, DPD berusaha memudahkan pekerjaan pusat agar berjalan efektif dan tepat sasaran di daerah. "DPD tidak segan-segan membantu pusat untuk menyosialisasikan program-program pusat yang efektif bagi peningkatan kesejahteraan daerah, seperti misalnya program KUR dan perumahan rakyat," ujar lulusan Magister Hukum Universitas Islam Indonesia ini.

"Yang jelas, keberadaan DPD tidak sia-sia. Posisi tawar daerah terhadap pusat kini sudah jauh lebih baik. DPD banyak mengisi ruang yang tidak diisi oleh DPR. DPD juga banyak bergerak dalam peran-peran yang dilalaikan oleh DPR," tambahnya.

Kini, kata Intsiawati, DPR sudah mulai meniru pendekatan DPD. Sejak awal pendekatan DPD lebih banyak bersifat non-formal dan langsung menyentuh akar rumput. "Ini mudah bagi anggota DPD karena tidak langsung tersekat oleh simbol partai tertentu. Jadi, anggota DPD lincah bergerak ke berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Kami Insya Allah tidak pernah berhenti memikirkan daerah. Di mana pun kami berada, 24 jam kami siaga untuk daerah. Kami terus berusaha semaksimal kami bisa," ujar Wakil Ketua Pansus Perubahan UU MD3 ini.

Namun, Intsiawati mengkritik, sistem ketatanegaraan harus dibenahi secara total karena konstitusi yang dihasilkan dari amendemen pertama sampai dengan keempat, lebih didasarkan atas pragmatisme politik belaka.

"Kita butuh sistem ketatanegaraan ideal yang bisa menjadi fondasi yang kuat bagi peningkatan kemajuan bangsa dan negara di masa depan. Dan salah satu yang menjadi proritas penting adalah penyempurnaan kelembagaan parlemen nasional," ujarnya.

"Hak dan legitimasi DPD sebagai representasi lokal hingga saat ini belum diakui sepenuhnya oleh konstitusi. Pengakuan terhadap DPD adalah pengakuan terhadap daerah. Dan ini harus tercermin secara jelas dari kewenangan DPD. DPD selayaknya ditempatkan pada kedudukan yang semestinya sehingga check and balances antarlembaga di parlemen bisa berjalan dengan baik," pungkasnya.

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.