Ninik Mamak Mengadu ke DPD RI

TELUK KUANTAN (RP) - Puluhan ninik mamak yang berpakaian hitam-hitam dan sejumlah warga dari Desa Sungai Paku, Kecamatan Singingi Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi, mengadukan nasib kepada anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Provinsi Riau, Sabtu (24/12).

Puluhan massa tersebut mengadukan tentang hak ulayat yang selama ini dinilai terabaikan oleh para investor di negeri ini. Aspirasi ini mereka sampaikan langsung kepada dua orang anggota DPD RI asal Riau, yakni Drs H Abdul Gafar Usman MSc dan Instiawati Ayus SH MH.

Kemudian, kedatangan dua orang anggota DPD RI asal Riau itu disambut dengan sebuah spanduk yang bertuliskan ‘Kami Pasrahkan Nasib kepada Anggota DPD’. Menurut massa mereka sengaja membuat spanduk itu sebagai pengharapan agar masalah tanah ulayat yang mereka miliki bisa diakui.

Abdul Gaffar Usman dan Instiawati Ayus ini, selain disambut puluhan massa, juga telah ditunggu Kepala Desa Sungai Paku, Sekretaris Kecamatan Singingi Hilir, Kepala Dinas Kehutanan Kuantan Singingi dan Kepala BPN Kuantan Singingi.

Kepala Desa Sungai Paku, Eldianto membeberkan keadaan desa serta permasalahan tanah ulayat kepada dua orang anggota DPD RI tersebut. Menurut Eldianto, tuntutan ninik mamak dan masyarakat hanya satu, yaitu pengakuan terhadap tanah ulayat dan izin berkebun di tanah tersebut.

Hal senada juga disampaikan Camat Singingi Hilir yang diwakili Sekcam, Budi Asrianto. Menurutnya, saat ini masyarakat di daerah itu sudah mulai susah untuk berkebun karena lahannya tidak ada. Pasalnya, lahan yang ada berbatasan langsung dengan kawasan HTI perusahaan.

‘’Daerah kami berbatasan dengan perusahaan pulp, sekitar 7 ribu dari 20 ribu hektare tanah ulayat sudah dikelola perusahaan itu. Izin konsesinya bisa sampai ke bekas peladangan. Sementara masyarakat tak memiliki surat tanah baik SKT atau sertifikat kepemilikan. Itu karena BPN tidak bisa mengeluarkan karena tumpang tindih dengan yang dikelola perusahaan,’’ ungkap Budi.

Apa yang disampaikan Sekcam dipertegas oleh surat pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Datuk Payung Putih, Datuk Lemano, Datuk Melintang Kampar dan Datuk Murun.

‘’HTI milik perusahaan itu hanya beberapa meter dari jalan raya dan sungai, padahal itu bekas peladangan kami,’’ ujar juru bicara ninik mamak daerah tersebut di hadapan Gafar Usman dan Instiawati Ayus.

Lalu, ia membacakan tuntutan warga dan ninik mamak, yang isinya mengharapkan agar anggota DPD RI asal Riau memperjuangkan tanah ulayat mereka agar bisa diakui. Pemerintah hendaknya memberi izin kepada masyarakat untuk dapat berkebun di tanah ulat yang mereka miliki itu.

‘’Dalam memperjuangkan hak, kami akan menempuh jalan damai. Kami tidak akan mengganggu pihak mana pun dalam perjuangan ini,’’ ujarnya.

Mendengar semua keluh kesah warga dan ninik mamak tersebut, baik Instiawati dan Abdul Gafar Usman berjanji untuk memfasilitasi menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat Desa Sungai Paku tersebut.

‘’Ibarat dokter, kita harus mendiagnosa dulu apa penyakitnya. Setelah itu, baru kita berikan obatnya,’’ ujar Gafar Usman.

Untuk itu, katanya, agar mudah mencari akar masalahnya, pihaknya meminta semua pihak melengkapi data dan masalah. ‘’Sebulan setelah ini, kita akan berembuk lagi untuk mencari jalan keluarnya. Yang pasti saya siap untuk membantu masyarakat dan ninik mamak,’’ katanya.

Senada dengan Gafar, Kepala Dinas Kehutanan Kuansing Febrian Swanda juga menyatakan izin HTI yang dimiliki perusahaan itu banyak yang tumpang tindih. ‘’Bukan hanya di Sungai Paku tetapi juga di banyak tempat. Termasuk di Logas Tanah Darat. Tapal batas perusahaan memang bermasalah dan belum selesai,’’ katanya.

‘’Izin konsesinya perlu ditinjau. Itu kewenangan pusat. Untuk itu kita harapkan bantuan anggota DPD,’’ ujarnya.(j)

Pemda Meranti Diminta Terbitkan Rekom RKT PT RAPP

KabarRiau. Hasil pertemuan tanggal 16 Desember 2011 telah disepakati dalam notulen rapat antara Dirjen Kehutanan RI bahwa Pemkab Kepulauan Meranti melalui Bupati untuk segera menertibkan surat rekomondasi penerbitan izin HTI atas nama PT RAPP dan surat tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau agar tidak menerbitkan Rancangan Kerja Tahunan (RKT) atas nama PT RAPP.

Salah seorang anggota DPD RI dapil Riau, Instiawati Ayus kembali mengingatkan kepada Pemkab Meranti dan juga Dinas Kehutanan Riau sehubungan pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2011 kemarin. Besok rencana Instiyawati Ayus atas nama anggota DPD-RI Dari dapil Riau, akan langsung membuat surat yang ditujukan kepada DPRD dan Pemda Meranti untuk segera mengambil sikap atau langkat-langkah terkait dukunganya untuk mendesak pemerintah pusat agar segera mencabut SK Menhut No. 327 tahun 2009.

Disamping itu pihaknya bersama anggota DPD-RI dapil Riau akan membuat surat protes atau desakan yang di tujukan kepada pemerintah pusat, yitu melalui Dirjen Kehutanan untuk segera menjalankan hasil notulen dalam pertemuan pada tanggal 16 Desember 2011 kemarin.

Dalam rapat bersama Dirjen Kehutanan RI, tanggal 16 Desember 2011 di Gedung Manggala Wanabakti Blok I yang dihadiri langsung oleh H Daryanto selaku Sekjen Sirjen Kehutanan RI. Antara lain masyarakat Pulau Padang mendesak pada pemerintah dalam hal ini Menhut untuk segera mencabut SK No 327.

Seterusnya, Kementerian Kehutanan RI akan membuat surat yang di tujukan kepada Bupati Kepulauan Meranti untuk segera menertibkan surat rekomondasi penerbitan izin HTI atas nama PT RAPP dan surat tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau agar tidak menerbitkan Rancangan Kerja Tahunan (RKT) atas nama PT RAPP.

Meskipun banyak pihak-pihak yang sampai saat ini mendesak kami untuk tidak menambah jumlah peserta jahit mulut di pintu masuk DPR-RI atas upaya kita melakukan penolakan operasionalnya PT RAPP di Pulau Padang dalam menjalankan izin HTI kayu akasia. "Segala resiko akan kita hadapi, kami sudah bertekat siap mati untuk mempertahankan hak kami," ujar M Ridwan.

Intinya, jangan pernah berharap aksi kami ini berhenti, selagi PT RAPP dibiarkan bebas menggarap lahan perkebunan sagu, karet dan kelapa, serta ladang masyarakat, kami tidak akan berhenti melakukan aksi. "Cabut dulu Izin HTI PT RAPP dan hentikan operasional mereka, maka kami akan menghentikan aksi ini," tambah Riwan.**apj

2 Anggota DPD-RI Dapil Riau Kunjungi Relawan Jahit Mulut

KabarRiau. Hingga malam ini, Selasa (20/12/11) sekitar pukul 20.00 WIB, 2 anggota DPD-RI Daerah Pemilihan (Dapil) Riau baru menampakkan batang hidungnya di depan pintu masuk DPR-RI Pusat. Mereka menyambangi para aktivis yang terus mendesak pemerintah pusat untuk segera mencabut SK Menhut No 327 tahun 2009 dan menghentikan operasional PT RAPP di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Ketua KPD Serikat Tani Riau Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Ridwan Selasa sekitar pukul 20.20 WIB melalui selulernya kepada metroterkini.com mengatakan, memang benar bahwa hingga hari malam ini (dua hari terakhir, red) sejak aksi jahit mulut yang dilakukan 18 warga Pulau Padang di Jakarta baru dua orang anggota DPD-RI Dapil Riau yang mengunjungi warga yang berkemah di DPR RI.

Kedua anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD-RI) Asal daerah Pemilihan Riau periode 2009-2014 tersebut yaitu H Abdul Gafar Usman yang datang sekitar pukul 15,45 WIB terlihat menginjakkan kakinya ke tempat warga menggelar aksi jahit mulut.

"Beliau langsung menyalami kami satu demi satu masyarakat dari 7 desa se Pulau Padang kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Beliau menyampaikan keprihatiananya terhadap ke 18 warga Pulau Padang," ujar Ridwan.

Masih menurut Ridwan, H Abdul Gafar Usman mengaku sangat prihatin atas nasib masyarakat Pulau Padang, khususnya dalam upaya menolak kehadiran PT RAPP di Pulau Padang. Beliau berharap agar para aktivis jangan menambah jumlah peserta aksi jahit mulut.

"Cukup. cukup saudara-saudaraku kalian melakukan aksi ini, sebenarnya hal ini tidak perlu saudara lakukan disini atau dimanapun. Jika saja tidak ada pihak pihak yang memaksakan kehendaknya sendiri. Atas nama pribadi, maupun institusinya, saya akan berupaya semaksimal mungkin membantu mencarikan jalan solusi terbaik di perlemen," ujar Ridwan menirukan ucapan Abdul Gafar.

Sedangkan Instiyawati Ayus anggota DPD RI Dapil Riau asli kelahirkan di Pulau Merbau kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti, Disela-sela kunjunganya, Selasa malam sekitara pukul 20.05 WIB terlihat sempat meneteskan air matanya sebagai tanda haru. Setelah melihat satu demi satu peserta aksi jahit, Instiyawati Ayus memastikan bahwa dirinya adalah asli masyarakat Pulau Padang, bukan seperti apa yang mereka tudingkan selama ini.

“Dengan berbagai aksi yang telah saudara-saudara kita lakukan, hendaknya persoalan yang sangat serius ini sesegera mungkin mendapatkan perhatian serius dari pihak-pihak terkait, baik di pusat maupun di daerah. sehingga atas persoalan ini tidak menjadi beban dan masyarakat bawah tidak selalu menjadi korban," ujar M Ridwan menirukan ucapan Instiawati Ayus.**apj

DPD Soroti Konversi Lahan Pertanian

KUNINGAN-Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyoroti maraknya konversi lahan pertanian. Padahal, alih fungsi tersebut bisa membuat produksi pangan tanah air terganggu.

Wakil Ketua Komite II DPD Intsiawati Ayus mengatakan, setelah kunjungan kerja ke Kepulauan Riau dan Kuningan dihasilkan beberapa temuan. Misalnya di Kuningan, Jawa Barat, kategorinya sudah baik.

Hanya saja, keberlanjutan lahan sangat diperlukan. ’’Kita dorong ke depan pangan yang berkelanjutan. Jangan sampai konversi lahan. Kalau terganggu otomatis produksi terganggu,’’ ucapnya saat kunjungan kerja ke Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, kemarin.

Senator asal Riau tersebut menjelaskan, Indonesia sudah punya UU pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Aturan tersebut berkaca dari persoalan konversi tanah pertanian pangan ke nonpertanian yang mencapai 50.000 hektare per tahun. Kemudian, lanjut wanita yang sudah 2 periode menjadi anggota DPD ini, ada keprihatinan besarnya impor pangan yang mencapai USD 5 miliar per tahun. Kedua persoalan tersebut telah mengancam posisi ketahanan dan kedaulatan pangan secara nasional.

’’Untuk menjaga produksi perlu didukung infrastruktur. Seperti ketersediaan air,’’ ungkapnya. Untuk itu, wanita berkerudung ini menuturkan, DPD mendukung pembuatan waduk di Kuningan. Waduk ini nantinya menjadi pemasok utama bagi banyak kabupaten dan kota sekitar Kuningan, seperti Brebes, Cirebon, Ciamis, dan Majalengka.

Bupati Kuningan Aang Hamid Suganda mengatakan, Indonesia akan membangun 20 waduk. Salah satunya Cileuweng di Kuningan. Waduk tersebut membuat penduduk di 5 desa harus direlokasi. Luasnya mencapai 285 hektare. Tapi, hanya 220 hektare akan tergenangi air. ’’Pembangunan waduk perlu biaya besar. Saya sudah melakukan pendekatan ke masyarakat untuk menjelaskan betapa pentingnya waduk ini,’’ ujarnya.

Menurut Aang, waduk tersebut bisa mengairi sawah di beberapa kabupaten tetangga. Di Kuningan saja akan mengairi 1.000 hektare dan Brebes 7.500 hektare. ’’Lebih luas di Jawa Tengah dari pada Kuningan. Tapi kerjasama yang sudah dibangun Kuningan dan Brebes udah baik. Info dari Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto Januari 2012 saya diundang ke presiden sama bupati Brebes,’’ urainya. (cdl)

Sumber: Indopos.co.id

Dari Seminar Hingga Kompetisi Debat Sosialisasi Perjuangan Amandemen Kelima UUD 1945

perubahankelimauud45
Pekanbaru -- 19 – 20 November 2011 lalu, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Galeri DPD RI di Hall C Pustaka Wilayah Provinsi Riau (Gedung Badan Arsip dan Dokumentasi), jalan Cut Nyak Dien Pekanbaru. Kegiatan tersebut digelar untuk mensosialisasikan sejarah DPD RI, sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kegiatan DPD RI, hingga tulisan-tulisan yang dipublish anggota DPD RI.

Bagi Intsiawati Ayus SH, MH, Anggota DPD RI Daerah Asal Pemilihan Riau, walaupun Galeri DPD RI tidak sesemarak Riau Expo atau pameran-pameran pemerintah provinsi, kabupaten/kota lainnya. Namun, penekanan materi Galeri DPD RI yang ditaja bersempena Hari Jadi DPD RI ke-7 tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan memanfaatkan Gedung Arsip dan Dokumentasi di hall C Gedung Pustaka Wilayah Provinsi Riau, muatan materi mulai dari sejarah perwakilan daerah di Indonesia, struktur organisasi DPD RI, hingga photo-photo dokumentasi kegiatan anggota sebanyak 26 buah dipajang sebagai bentuk lain dari pertanggungjawaban kerja anggota co-legislator asal Riau periode 2009-2014. Setidaknya, hal tersebut diatas digambarkan dalam bentuk photo-photo serta standing banner dalam galeri.

“Dalam Galeri DPD RI, dijelaskan bahwa lembaga neggara yang baru berumur 7 tahun tersebut merupakan lembaga perwakilan daerah yang berada dalam satu rumah – dengan kamar yang berbeda – dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), kemudian sistem parlemen seperti ini disebut sebagai bicameral system. Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, gagasan bicameral sebenarnya bukanlah gagasan yang baru.

Walaupun Indonesia secara umum, bebas, dan rahasia dinyatakan memilik wakil daerahnya pada Pemilihan Umum (PEMILU) 2004, serta pelantikannya dilakukan pada 1 Oktober 2004 dengan komposisi keanggotaan sebanyak 128 orang yang berasal dari 32 provinsi. Namun dalam sejarahnya, lembaga perwakilan daerah telah diusung sejak penyiapan UUD 1945 oleh BPUPKI pada waktu itu,” Papar ibu 2 anak tersebut. Maka, setiap propinsi disepakati berjumlah 4 orang dengan tanpa melihat besaran jumlah penduduk. Seperti halnya Gorontalo yang hanya mempunyai 3 perwakilan di DPR sama jumlah anggota DPD nya dengan Jawa Barat yang mempunyai 90 kursi. Maka hasil Pemilu 2004 ditetapkanlah sebanyak 128 anggota DPR RI mewakili 32 propinsi yang ada di Indonesia. Hal ini kemudian berubah dengan jumlah propinsi yang menjadi 33, maka jumlah anggota DPD RI sekarang (hasil pemilu 2009) menjadi 132 orang.

“Hal tersebut bisa dilihat dari perwujudan perwakilan senat pada era Republik Indonesia Serikat (RIS). Senat pada waktu itu diadakan hingga Pemilu 1955 diselenggarakan dan kemudian senat perwakilan daerah ditiadakan, sebab bentuk Negara kita tidak lagi federal. Dalam lanjutan kutipan diatas, disebutkan bahwa; “Setelah UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, Indonesia kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konsekuensinya, “utusan daerah” kembali hadir. Dekrit ini lantas diikuti dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tentang Pembentukan MPR Sementara (MPRS) dan Penetapan Presiden No. 12 Tahun 1959 tentang Susunan MPRS. Penetapan Presiden No. 12/1959 ini menetapkan bahwa MPRS terdiri dari anggota DPRS (hasil Pemilu 1955) ditambah utusan daerah dan golongan karya. Anggota MPRS tidak dipilih melalui Pemilu, melainkan melalui penunjukan oleh Soekarno. Kemudian Soekarno memangkas fungsi, kedudukan, dan wewenang MPRS melalui Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960 sehingga MPRS hanya bisa menetapkan GBHN, tanpa bisa mengubah UUD,” lanjutnya.

Dijelaskan oleh perempuan kelahiran Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut, setelah dilakukannya amandemen ketiga UUD 1945, maka pada Pemilu 2004 rakyat Indonesia untuk pertama kalinya melakukan pemilihan terhadap utusan daerah secara langsung. Jumlah anggota DPD tiap propinsi dalam ketentuan amandemen ketiga UUD 1945 Bab VIIA pasal 22 C point kedua disebutkan jika; “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (UUD NRI Amandemen Ketiga)”. Mengenai tugas dan fungsinya, anggota DPD RI tersebut dijelaskan dalam point selanjutnya , pasal 22D (1) disebutkan; “Dewan Perwakilan daerah Republik Indonesia dapat mengajukan Undang Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”.

Kemudian dalam UUD 1945 pasal 22D(2) pasal diatas berubah menjadi; “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas rancangan udang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama”. Wewenang ini kemudian dirinci lebih lanjut dalam UU No.27 tahun 2009, Pasal 224 a-i.

Sosialisasi perjuangan DPD RI dalam menguatkan wewenang lembaga senat tersebut juga dilakukannya dalam berbagai seminar, pertemuan-pertemuan informal dengan para pakar, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat pemilih di Provinsi Riau. Dalam sebuah seminar di Pekanbaru pada 2010 di Universitas Islam Riau, silam, Prof. Dr. Elidar Chaidir, seorang pakar Hukum Tata Negara mengungkapkan bahwa, DPD RI merupakan sebuah lembaga senat yang memiliki legitimasi besar, namun kewenangannya sangat kecil. Lembaga ini, diungkapkan oleh mantan dosen saya tersebut dipilih langsung oleh masyarakat pemilih, dengan perolehan suara yang besar, namun Undang-Undang memberikan kewenangan terbatas kepadanya.

Sejurus dengan ungkapannya, pengamat Hukum tata Negara lainnya, Husnu Abadi juga mengungkapkan bahwa, jika kita ingin menguatkan DPD RI, maka perjuangan amandemen kelima merupakan suatu yang harus segera diserisui. Pada masa Reses Oktober – November 2011, Intsiawati Ayus, SH, MH bersama Gafar Usman dan Maimanah Umar melakukan sosialisasi amandemen kelima UUD 1945 ke Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Riau, UIN Suska Riau, serta Kampus UIR. Dalam ketiga kesempatan tersebut, intsiawati Ayus menambahkan, DPD RI mendapat sokongan dari berbagai pihak yang telah mereka temui.

Untuk diketahui, sebelum ini, sosialisasi perjuangan DPD RI untuk mengusulkan Amandemen Kelima dilakukan Intsiawati Ayus, SH, MH mulai dari seminar-seminar, pertemuan formal/informal dengan masyarakat pemilih, hingga inisiatif gelaran Galeri DPD RI di Pekanbaru. “Bagi saya, selain telah melakukan sosialisasi ke kampus-kampus seperti; UNRI, PERSADA BUNDA, UMRI, UIN suska, dan lain sebagainya, saya bersama para staf, juga melakukan hal tersebut saat pertemuan dengan masyarakat, pemangku kepentingan, serta para politisi di Riau. Yang paling sederhana, saat DPD RI Asal daerah Pemilihan Provinsi Riau mengusulkan Galeri DPD RI, saat kegiatan tersebut berlangsung, lomba-lomba didalamnya juga berisi muatan amandemen kelima UUD 1945, terkhusus kewenangan yang kami usulkan untuk DPD RI kedepan,” tandasnya.

Hasil Lomba Bersempena Galeri DPD RI

Nama-Nama Pemenang Lomba:

Kompetisi Debat Tingkat Mahasiswa Se-Riau

Juara I : Fakultas Hukum Universitas Islam Riau
Juara II : Jurusan Kriminologi FISIP Universitas Islam Riau
Juara III : Universitas Riau


Lomba Menulis Tk. Mahasiswa se-Riau

Juara I : Domi Yuli Hendrik (FKIP Penjaskesrek UIR)
Juara II : Muhammad Rokim (MIPA/Kimia UNRI)
Juara III : Kartini Winasari (Fak. Kedokteran UNRI)


Lomba Menulis Tk. Pelajar SLTA

Juara I : Rezky Firmansyah (SMA Plus Riau)
Juara II : Aryani Kodriana ( SMA Babussalam)
Juara III : Aulia Asmaul Fauzi (SMA 6 Pekanbaru)
: Febrina Sianturi (SMA 8 Pekanbaru)


Lomba Mewarnai Tk. Taman Kanak-Kanak se-Pekanbaru

Juara I : Daniel Sihombing (TK Shandy Putra)
Juara II : Marihol R Marpaung (TK Pembina III)
Juara III : M. Zaki Fitra (TK Pembina III)

Empat Piala Tetap Intsiawati Ayus Diperebutkan Dalam Galeri DPD RI

Fakultas Hukum UIR Memperoleh Piala Tetap Intsiawati Ayus SH, MH Lomba Debat Mahasiswa Tingkat Mahasiswa se-Riau

Pekanbaru – Empat piala tetap Intsiawati Ayus, SH, MH, anggota DPD RI daerah asal pemilihan provinsi Riau diperebutkan pada Galeri DPD RI yang ditaja selama 2 hari, 19-20 November 2011 di Gadung Badan Arsip dan Dokumentasi (Hall C Gedung Perpustakaan Wilayah) Provinsi Riau, jalan Jend. Sudirman Pekanbaru. Tiga kategori perlombaan yang memperebutkan piala senator asal Riau tersebut diantaranya; Kompetisi Debat tingkat Perguruan Tinggi se Provinsi Riau, Sayembara Menulis tingkat SLTA se Riau, dan Lomba Mewarnai tingkat Taman Kanak-kanak se Riau. 

Pembukaan Galeri Tunggal DPD RI, Sabtu (19/11) dihadiri oleh Intsiawati Ayus, SH, MH dan Drs. H.M. Gafar Usman, Msc selaku anggota DPD RI asal daerah pemilihan Riau, Drs. H. Syamsuar selaku Bupati kabupaten Siak, Ketua DPRD Rokan Hulu, dan Anggota DPRD Rokan Hilir. Dalam sambutan mewakili pemerintahan daerah, Bupati Siak, Drs. H. Syamsuar mengungkapkan kegembiraannya menghadiri Galeri DPD RI. “Saya kira, sebagai patner kerja pemerintah daerah, DPD RI memang harus lebih sering melakukan komunikasi dengan pejabat daerah. Karena bagi kami, sandaran perjuangan daerah salah satunya ada di pundak DPD RI.” Ucapnya gembira. Pembukaan Galeri DPD RI ditandai dengan pemukulan kompang oleh Anggota DPD RI, Bupati Kab Siak, Ketua DPRD Rokan Hulu, serta Anggota DPRD Rokan Hilir. 

Kompetisi debat tingkat mahasiswa se-Riau sebagai pembuka kegiatan diikuti beberapa perguruan tinggi ternama seperti, Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Islam Negeri Riau, PII Komputindo, Rab University, STIKES Payung Negeri, dan beberapa kampus lainnya. Pada kompetisi tersebut, UIR Jurusan Kriminologi, Rab University, Universitas Riau, dan UIR Fakultas Hukum berhasil melaju ke babak semifinal. Di babak semifinal, Rab University berhadapan dengan Universitas Riau dan Fakultas Hukum UIR berhadapan dengan FISIP Kriminologi UIR. 

Selain kompetisi debat tingkat mahasiswa, Galeri DPD RI juga mengadakan Sayembara Menulis Tingkat mahasiswa dan pelajar. Kedua sayembara tersebut memperebutkan piala tetap ibu Intsiawati Ayus, SH, MH. Setelah melalui penseleksian karya tulis yang juga dinilai oleh juri kehormatan, Kepala Pustaka Wilayah Provinsi Riau, Nazieb Susiladharma. Dewan juri Sayembara yang dipimpin oleh Ibu Intsiawati Ayus, SH, beserta Luthfi Ihsan Nur Musthofa mengungkapkan bahwa sayembara menulis yang ditaja DPD RI kali ini berupa menulis bebas bertajuk “Andai Aku Menjadi Anggota DPD RI”. Dikatakan oleh Ibu In (sapaan akrab beliau), dirinya banyak menemukan gaya menulis yang unik diantara peserta lomba yang berjumlah total 60 orang. “Karena yang ditaja kali ini adalah menulis lepas, jadi kita cukup berhati-hati dalam melakukan penilaian. Gaya menulisan yang beragam, karena kami selaku tim juri tidak mematok harus menggunakan sistematika penulisan ilmiah, fiksi, bahkan syair, sehingga keseluruhan sistematika kami temukan dalam sayembara kali ini.” Ungkap anak jati Meranti tersebut. Dicontohkannya, dirinya sempat terkejut saat dia menemukan seorang peserta lomba yang menulis dengan sistematika tulisan puisi. “secara umum, tidak ada larangan untuk hal tersebut. Namun, dia melakukan kesalahan awal Karena memberi judul puisinya dengan “Andai Aku Menjadi Anggota DPR RI.” Ungkap beliau seraya senyum. 

Selanjutnya, perlombaan mewarnai untuk anak-anak TK dalam sempena Galeri DPD RI digelar pada saat akhir kegiatan yang memamerkan sejarah, kegiatan, serta pengetahuan lain menyangkut DPD RI tersebut. Lomba mewarnai yang juga memperebutkan piala tetap Intsiawati Ayus, SH, MH diikuti tidak kurang dari 60 peserta lomba. “C-Production selaku event organizer menerima 120 pendaftar. Kemudian lebih daripada 60 peserta yang hadir dari berbagai Taman Kanak-Kanak yang ada di Pekanbaru.” Ungkap Muhammad Hambali selaku koordinator event.
Diungkapkan oleh Otaya Purabalistyani, SE selaku Koordinator Kantor Daerah DPD RI Provinsi Riau bahwa, Galeri DPD RI diadakan guna memasifkan pemahaman tentang lembaga Negara tersebut. “kami merasa mempunyai tanggungjawab yang besar untuk selalu mensosialisasikan DPD RI sebagai sebuah kamar yang ada dalam MPR RI. Dalam galeri ini kami juga membuka ruang diskusi, aspirasi, serta menerima masukan masyarakat Riau guna penguatan DPD RI kedepan, mengingat DPD RI sedang mengusulkan Amandemen kelima UUD NRI 1945. Dari gelaran perlombaan tersebut, kita bisa mengambil sebuah kesimpulan, seberapa besar masyarakat di Pekanbaru atau bahkan di provinsi ini mengetahui tentang DPD RI.” Terangnya. 

Ibu satu orang anak tersebut mengungkapkan bahwa dirinya sadar, sosialisasi tentang kinerja anggota DPD RI tidak bisa diluaskan hanya dengan satu atau dua kegiatan saja. Selaku perpanjangan tangan sementara Sekretariat Jenderal DPD RI yang bertugas mengelola kantor Daerah Sementara DPD RI di Provinsi Riau mengharapkan masyarakat juga mencari tahu tentang apa dan bagaimana DPD RI menjalankan konstitusi Republik Indonesia. “Kalau kita hanya bersandar dengan kegiatan-kegiatan formal saja, saya kira kita sudah mendapat kesimpulan tentang seberapa besar informasi DPD RI diperoleh masyarakat.” Ujarnya.

Saat penutupan berlangsung, Minggu (20/11), Ibu Intsiawati Ayus, SH, MH menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu media sosialisasi kinerja anggota DPD RI. “Saya harap, pajangan-pajangan yang terdapat dalam both masing-masing anggota DPD RI tidak disepelekan keberadaannya, namun lebih diambil sebuah pandangan tentang kinerja DPD RI selama ini. Dan tidak hanya sebatas laporan kinerja saja, masyarakat yang sudah datang ke Galeri DPD RI mendapatkan informasi historis, up todate, dan valid seputar lembaga Negara ini.” Terang beliau.

Menurut C-Production, total pengunjung yang hadir selama 2 hari kegiatan berlangsung, sekita 500 orang, dari berbagai usia. Mulai dari anak-anak hingga usia 60 tahun. Hal ini dilihat dari daftar hadir pengunjung, serta berbagai dokumentasi yang berhasil dihimpun oleh pelaksana kegiatan tersebut. “kami selaku pengelola kegiatan berharap, Galeri ini tidak hanya dilakukan sekali ini saja, mengingat Galeri Tunggal DPD RI ini baru yang pertama kali di Indonesia, namun juga di masa-masa mendatang yang diikuti oleh seluruh provinsi di Indonesia.” Tandas Muhammad Hambali. (Nal)

Empat Piala Tetap Intsiawati Ayus Diperebutkan Dalam Galeri DPD RI



Fakultas Hukum UIR Memperoleh Piala Tetap Intsiawati Ayus SH, MH Lomba Debat Mahasiswa Tingkat Mahasiswa se-Riau

Pekanbaru – Tiga piala tetap Intsiawati Ayus, SH, MH, anggota DPD RI daerah asal pemilihan provinsi Riau diperebutkan pada Galeri DPD RI yang ditaja selama 2 hari, 19-20 November 2011 di Gadung Badan Arsip dan Dokumentasi (Hall C Gedung Perpustakaan Wilayah) Provinsi Riau, jalan Jend. Sudirman Pekanbaru. Tiga kategori perlombaan yang memperebutkan piala senator asal Riau tersebut diantaranya; Kompetisi Debat tingkat Perguruan Tinggi se Provinsi Riau, Sayembara Menulis tingkat SLTA se Riau, dan Lomba Mewarnai tingkat Taman Kanak-kanak se Riau.
Pembukaan Galeri Tunggal DPD RI, Sabtu (19/11) dihadiri oleh Intsiawati Ayus, SH, MH dan Drs. H.M. Gafar Usman, Msc selaku anggota DPD RI asal daerah pemilihan Riau, Drs. H. Syamsuar selaku Bupati kabupaten Siak, Ketua DPRD Rokan Hulu, dan Anggota DPRD Rokan Hilir. Dalam sambutan mewakili pemerintahan daerah, Bupati Siak, Drs. H. Syamsuar mengungkapkan kegembiraannya menghadiri Galeri DPD RI. “Saya kira, sebagai patner kerja pemerintah daerah, DPD RI memang harus lebih sering melakukan komunikasi dengan pejabat daerah. Karena bagi kami, sandaran perjuangan daerah salah satunya ada di pundak DPD RI.” Ucapnya gembira. Pembukaan Galeri DPD RI ditandai dengan pemukulan kompang oleh Anggota DPD RI, Bupati Kab Siak, Ketua DPRD Rokan Hulu, serta Anggota DPRD Rokan Hilir.
Kompetisi debat tingkat mahasiswa se-Riau sebagai pembuka kegiatan diikuti beberapa perguruan tinggi ternama seperti, Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Islam Negeri Riau, PII Komputindo, Rab University, STIKES Payung Negeri, dan beberapa kampus lainnya. Pada kompetisi tersebut, UIR Jurusan Kriminologi, Rab University, Universitas Riau, dan UIR Fakultas Hukum berhasil melaju ke babak semifinal. Di babak semifinal, Rab University berhadapan dengan Universitas Riau dan Fakultas Hukum UIR berhadapan dengan FISIP Kriminologi UIR.
Selain kompetisi debat tingkat mahasiswa, Galeri DPD RI juga mengadakan Sayembara Menulis Tingkat mahasiswa dan pelajar. Kedua sayembara tersebut memperebutkan piala tetap ibu Intsiawati Ayus, SH, MH. Setelah melalui penseleksian karya tulis yang juga dinilai oleh juri kehormatan, Kepala Pustaka Wilayah Provinsi Riau, Nazieb Susiladharma. Dewan juri Sayembara yang dipimpin oleh Ibu Intsiawati Ayus, SH, beserta Luthfi Ihsan Nur Musthofa mengungkapkan bahwa sayembara menulis yang ditaja DPD RI kali ini berupa menulis bebas bertajuk “Andai Aku Menjadi Anggota DPD RI”. Dikatakan oleh Ibu In (sapaan akrab beliau), dirinya banyak menemukan gaya menulis yang unik diantara peserta lomba yang berjumlah total 60 orang. “Karena yang ditaja kali ini adalah menulis lepas, jadi kita cukup berhati-hati dalam melakukan penilaian. Gaya menulisan yang beragam, karena kami selaku tim juri tidak mematok harus menggunakan sistematika penulisan ilmiah, fiksi, bahkan syair, sehingga keseluruhan sistematika kami temukan dalam sayembara kali ini.” Ungkap anak jati Meranti tersebut. Dicontohkannya, dirinya sempat terkejut saat dia menemukan seorang peserta lomba yang menulis dengan sistematika tulisan puisi. “secara umum, tidak ada larangan untuk hal tersebut. Namun, dia melakukan kesalahan awal Karena memberi judul puisinya dengan “Andai Aku Menjadi Anggota DPR RI.” Ungkap beliau seraya senyum.
Selanjutnya, perlombaan mewarnai untuk anak-anak TK dalam sempena Galeri DPD RI digelar pada saat akhir kegiatan yang memamerkan sejarah, kegiatan, serta pengetahuan lain menyangkut DPD RI tersebut. Lomba mewarnai yang juga memperebutkan piala tetap Intsiawati Ayus, SH, MH diikuti tidak kurang dari 60 peserta lomba. “C-Production selaku event organizer menerima 120 pendaftar. Kemudian lebih daripada 60 peserta yang hadir dari berbagai Taman Kanak-Kanak yang ada di Pekanbaru.” Ungkap Muhammad Hambali selaku koordinator event.
Diungkapkan oleh Otaya Purabalistyani, SE selaku Koordinator Kantor Daerah DPD RI Provinsi Riau bahwa, Galeri DPD RI diadakan guna memasifkan pemahaman tentang lembaga Negara tersebut. “kami merasa mempunyai tanggungjawab yang besar untuk selalu mensosialisasikan DPD RI sebagai sebuah kamar yang ada dalam MPR RI. Dalam galeri ini kami juga membuka ruang diskusi, aspirasi, serta menerima masukan masyarakat Riau guna penguatan DPD RI kedepan, mengingat DPD RI sedang mengusulkan Amandemen kelima UUD NRI 1945. Dari gelaran perlombaan tersebut, kita bisa mengambil sebuah kesimpulan, seberapa besar masyarakat di Pekanbaru atau bahkan di provinsi ini mengetahui tentang DPD RI.” Terangnya.
Ibu satu orang anak tersebut mengungkapkan bahwa dirinya sadar, sosialisasi tentang kinerja anggota DPD RI tidak bisa diluaskan hanya dengan satu atau dua kegiatan saja. Selaku perpanjangan tangan sementara Sekretariat Jenderal DPD RI yang bertugas mengelola kantor Daerah Sementara DPD RI di Provinsi Riau mengharapkan masyarakat juga mencari tahu tentang apa dan bagaimana DPD RI menjalankan konstitusi Republik Indonesia. “Kalau kita hanya bersandar dengan kegiatan-kegiatan formal saja, saya kira kita sudah mendapat kesimpulan tentang seberapa besar informasi DPD RI diperoleh masyarakat.” Ujarnya.
Saat penutupan berlangsung, Minggu (20/11), Ibu Intsiawati Ayus, SH, MH menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu media sosialisasi kinerja anggota DPD RI. “Saya harap, pajangan-pajangan yang terdapat dalam both masing-masing anggota DPD RI tidak disepelekan keberadaannya, namun lebih diambil sebuah pandangan tentang kinerja DPD RI selama ini. Dan tidak hanya sebatas laporan kinerja saja, masyarakat yang sudah datang ke Galeri DPD RI mendapatkan informasi historis, up todate, dan valid seputar lembaga Negara ini.” Terang beliau.
Menurut C-Production, total pengunjung yang hadir selama 2 hari kegiatan berlangsung, sekita 500 orang, dari berbagai usia. Mulai dari anak-anak hingga usia 60 tahun. Hal ini dilihat dari daftar hadir pengunjung, serta berbagai dokumentasi yang berhasil dihimpun oleh pelaksana kegiatan tersebut. “kami selaku pengelola kegiatan berharap, Galeri ini tidak hanya dilakukan sekali ini saja, mengingat Galeri Tunggal DPD RI ini baru yang pertama kali di Indonesia, namun juga di masa-masa mendatang yang diikuti oleh seluruh provinsi di Indonesia.” Tandas Muhammad Hambali. (Nal)

Gallery DPD RI Resmi Dibuka “Amanah Wakil Negeri Menjunjung Marwah Daerah”


Pekanbaru, dpd.go.id 
Amanah wakil negeri menjunjung marwah daerah menjadi tema kegiatan Gallery DPD RI yang resmi dibuka hari ini (19/11) oleh Anggota DPD RI asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus dan Abdul Gafar Usman. Acara yang akan berlangsung selama 2 hari ini, bertempat di Gedung Perpustakaan Wilayah Hall C Riau, Jl. Jend. Sudirman Pekanbaru Riau.

Dalam sambutannya, Intsiawati Ayus mengungkapkan kegiatan ini akan diramaikan dengan berbagai Perlombaan diantaranya Sayembara Menulis dan Perlombaan Debat dengan tema “Kuat atau Bubarkan DPD RI” untuk tingkat SMA dan mahasiswa se-Riau. Serta perlombaan mewarnai karikatur DPD RI tingkat siswa taman kanak-kanak. Diharapkan acara perlombaan ini dapat menarik minat siswa dan mahasiswa serta untuk lebih mengenal DPD RI.

Bupati Kabupaten Siak, Syamsuar mengatakan bahwa kegiatan sosialisasi DPD RI seperti ini sangat penting dalam pengenalan DPD RI ke masyarakat. Apa yang dilakukan oleh anggota DPD RI yang senantiasa turun ke daerah untuk menyerap aspirasi masyarakat hendaknya ditingkatkan dalam memaksimalkan otonomi daerah demi pemerataan pembangunan desa-desa. Lanjutnya, diharapkan Anggota DPD RI dapat memperjuangkan ditingkat pusat mengenai permasalahan bagi hasil Perkebunan Sawit yang selama ini tidak seimbang disebagian besar wilayah Riau.

Abdul Gaffar Usman mengatakan bahwa 7 tahun keberadaan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia masih sangat muda, kami anggota DPD RI akan introspeksi terhadap apa yang dapat dilakukan dan diperjuangkan oleh DPD RI. (har)

SAYEMBARA MENULIS "ANDAI AKU MENJADI ANGGOTA DPD RI"




Ikuti Sayembara Menulis bertajuk "Andai Aku Menjadi Anggota DPD RI..

TOPIK ISI

1. Apa yang akan Anda kampanyekan seandainya Anda mencalonkan diri menjadi anggota DPD RI.
2. Isyu-isyu apa saja yang ingin anda perjuangkan untuk kesejahteraan Riau.
3. Apa saja yang akan Anda lakukan seandainya terpilih menjadi senator (anggota DPD RI).

KATEGORI PESERTA

1. Siswa Kelas 1,2,3 SMU/SMK/MA Se-Provinsi Riau.
2. Mahasiswa semester 1 - semester akhir PTN/PTS/ Akademi Se-Provinsi Riau.

PENGUMUMAN PEMENANG
Pengumuman Pemenang Sayembara akan dilaksanakan pada kegiatan GALLERY DPD RI pada tanggal 20 November 2011 di Perpustakaan Wilayah Provinsi Riau Hall C, Jl. Jend. Sudirman Pekanbaru pk.14.00-selesai.

KETENTUAN Sayembara Menulis 2011 - "ANDAI AKU MENJADI ANGGOTA DPD-RI"

1. Setiap peserta hanya diperbolehkan mengirim satu tulisan saja.
2. Bentuk dan gaya tulisan bebas, bisa berbentuk cerita, cerpen, essay, refleksi, features, atau opini.
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan atau diikutkan dalam lomba.
4. Jumlah kata maksimum 700-1200 karakter.
5. Diketik rapi di kertas ukuran A4 dengan 1,5 spasi dengan font Arial ukuran 12.
6. Peserta mengirimkan foto pribadi berwarna ukuran 5R (digital atau cetak) dengan pose bebas.
7. Batas akhir penyerahan tulisan dan foto pribadi pada tanggal 15 November 2011 cap pos dan atau waktu pengiriman email.
8. Pengiriman naskah tulisan dapat dikirmkan melalui pos atau email yang tercantum dalam pengumuman ini.
9. Tulisan pemenang menjadi hak panitia untuk dimuat pada media yang ditunjuk.
10. Keputusan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

HADIAH
Kategori Pelajar

Juara I : Piagam Penghargaan, Tropi dan uang Tunai Rp. 1 juta
Juara II : Piagam Penghargaan, Tropi dan uang Tunai Rp. 750 ribu
Juara III : Piagam Penghargaan, Tropi dan uang Tunai Rp. 500 ribu

Kategori Mahasiswa

Juara I : Piagam Penghargaan, Tropi dan uang Tunai Rp. 1,5 juta
Juara II : Piagam Penghargaan, Tropi dan uang Tunai Rp. 1 juta
Juara III : Piagam Penghargaan, Tropi dan uang Tunai Rp. 750 ribu

Alamat Pengiriman Naskah
DPD RI Perwakilan Riau Jl. Jenderal Sudirman No.719 Pekanbaru Telp. (0761) 857142
email : intsiawati@gmail.com

Ayo Ikutiiii... !!!! Buktikan kalau kamu bisaaa...

Riau Merasa ‘Anak Tiri’ Pusat

JAKARTA, HALUAN-Pemerintah Provinsi Riau bersama anggota DPR dan DPD asal Riau mengakui bahwa daerah ini masih merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat karena selama ini selalu disebut sebagai daerah kaya.

“Barangkali ini mungkin karena salah anggapan bahwa selama ini Riau selalu dikesankan sebagai daerah kaya, sehingga perhatian pemerintah jadi berkurang,” kata Gu­bernur Riau diwakili Ketua Bappeda, Ramli Walid dalam acara silaturahim antara jajaran Pemda Riau dengan anggota parlemen asal Riau, baik DPR RI maupun DPD RI, di Jakarta, Kamis (27/10) malam.

Walid menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Riau selama ini memang cukup tinggi, 6,7 persen, tapi bukan berarti rakyat daerah ini sudah sejahtera semua. “Riau masih punya rakyat miskin 8,47 persen dan umumnya berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau karena terbatasnya infrastruktur,” kata dia.

Mulai Menurun

Pada kesempatan itu, Walid juga menjelaskan bahwa laju investasi ke Riau sudah mulai menurun karena semakin terbatasnya lahan.

Lahan perkebunan sawit sudah mencapai 2 juta hektare dan nyaris tak ada lagi lahan yang luas untuk perkebunan.

Karena itu, kata dia, Riau harus bergerak ke industri hilirnya yang memerlukan banyak infrastruktur, listrik dan sebagainya. “Untuk kebutuhan listrik, Riau baru mampu menyediakan 46 persen. Padahal daerah ini adalah penghasil migas terbesar,” katanya.

Begitu juga untuk pengadaan air bersih. Karena Riau tidak memiliki sumber air yang bagus dan airnya banyak dari air payau dan air laut, maka banyak gigi orang Riau yang rontok sebelum masanya. “Sedih sekali, kebutuhan air bersih di Riau baru terpenuhi 7,17 persen,” katanya.

Untuk itulah, kata dia, diperlukan kebersamaan antara Pemda dengan anggota parlemen asal Riau di DPR dan DPD untuk memperjuangkan anggaran untuk Riau.

Baik untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur untuk jalan, jembatan, pengadaan air minum, perbaikan sekolah, rumah sakit dan sebagainya, maupun untuk menujang pelaksanaan PON XVIII yang sudah di ambang pintu.

Permintaan Pemda tersebut cukup direspons oleh 4 anggota DPR yang hadir, masing-masing Lukman Edy, Ian Siagian, Adi Sukemi dan Nurliah, serta 3 anggota DPD, Abdul Gofar, Maimanah, dan Instiawati Ayus. “Soal anggaran PON, DPR sudah janjikan 500 miliar. Yang perlu kita perjuangkan tinggal 180 miliar tersisa,” kata Adi Sukemi.

Nurliah mengakui sepertinya pemerintah pusat agak menganaktirikan Riau dalam penggelontoran dana pembangunan. “Sumbar yang tak banyak berjuang soal anggaran ini malah bisa menerima lebih,” kata dia heran., sembari meminta setiap SKPD yanga ke Jakarta atau aparat kantor Badan Penghubung sendiri untuk selalu nimbrung ke DPR untuk memberikan data-data yang perlu diperjuangkan.

Kepala Badan Penghubung Riau di Jakarta, Tarmizi N Nasution mengatakan acara silaturahim dengan tema “Bersama rebut APBN” ini sudah merupakan tahun ketiga. “Kegiatan ini akan selalu diadakan setiap tahun,” ujarnya. (h/sal)

DPD Pelajari Masalah Pertambangan di Provinisi Riau


RIAU -Indopos 
Komite II DPD RI kembali melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi Riau. Kunker yang dipimpin Ketua Komite Intsiawati Ayus itu untuk menyikapi rencana judicial review terhadap beberapa peraturan perundang-undangan termasuk UU 33/2004 tentang Otonomi Daerah dan UU 22/2001 tentang Minyak Gas dan Bumi. “Di kami (DPD,red), sudah terbentuk Pansus (panitia khusus) untuk persoalan bagi hasil dan pertambangan. Oleh karena itu dalam kerangka mensinergiskan pusat dan daerah, harus ada masukan keduanya,” kata Intsiawati Ayus, di aula Kantor Gubernur Provinsi Riau, Selasa (20/9). Wakil Rakyat asal Provinsi Riau itu juga mengatakan, selain untuk menyerap aspirasi dan melihat dari dekat persoalan di daerah Bumi Lancang Kuning Bumi Melayu itu, pihaknya juga akan melakukan pengawasan pada persoalan pertambangan dan migas, pertanian, kelautan dan perikanan.

“Semisal persoalan jalan dan bagi hasil di Kota Dumai. Kami banyak sekali menerima keluhan dari Walikota Dumai,” katanya. Hadir dalam kunker itu, staf ahli Teguh Sudarmaji bidang pembangunan mewakili Gubernur Riau, HM Rusli Zaenal, Komandan Lanud Riau, Komandan Rayon Militer (Danrem) dan seluruh Muspida Provinsi Riau. Pada kesempatan itu, sejumlah anggota DPD RI menanyakan sejumlah problem yang dihadapi Provinsi Riau, termasuk Perda RTRW dan listrik. “Persoalan RTRW di provinsi Riau kenapa tidak selesai-selesai. Kondisi ini menjadi masalah nasional, termasuk Riau,” kata anggota Komite II DPD RI, Bambang Soeroso. Sementara Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan Teguh Sudarmadji mengatakan, perkembangan Riau, ditunjang dari hasil minyak bumi dan gas serta sektor pertambangan lainnya. Menanggapi Perda RTRW, Teguh mengaku sudah lebih dari 22 kali melakukan rapat khusus membahas Perda RTRW yang hingga kini belum tuntas.

Dia mengaku, lambannya pembahasan dan pengesahan RTRW lantaran adanya tarik menarik dengan pihak Kementerian Kehutanan. “Hingga saat ini masih ada tarik menarik kepentingan. Kami sudah melakukan rapat lebih dari 22 kali,” katanya seraya menyebut hal itu terkait status hutan di wilayah Riau. Sementara Kepala Balitbang Riau Prof Tengku Dahril berharap bagi hasil dari sektor pertambangan sebesar 25 persen. Hal ini katanya untuk membangun sejumlah daerah potensial yang berada di Riau, khususnya Kota Dumai. “Persentase ini saya adalah jawaban dari sedikitnya yang mengucur ke daerah. Di Dumai misalnya, sejumlah perusahaan besar sektor pertambangan ada di sini. Namun Dumai tidak mendapat apa-apa kecuali kerusakan jalan dari arus produksi dan industrinya,” kata Tengku Dahril. (bud)

DPR "Keteteran", Harus Berbagi Kewenangan

JAKARTA (Suara Karya): Adanya dua kamar parlemen yakni DPR dan DPD di yakini belum berjalan secara maksimal. Fungsi DPR yang dinilai berlebihan dan membuat "keteteran" dalam fungsi legislasi pembuatan dan pembahasan RUU. Oleh karenanya, seharusnya membagi kewenangannya kepada DPD.
 Demikian yang mengemuka dalam dalam Dialog Perspektif Indonesia dengan tema "Memecah Kebekuan Hubungan DPR-DPD" di Pressroom DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu. Hadir sebagai pembicara Pengamat Politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, Senator asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus, dan Taslim Chaniago (Anggota Komisi III DPR RI dari FPAN).

 Ikrar mengatakan bahwa saat ini Indonesia berada dalam tahap pematangan demokrasi. "Dalam proses pembentukannya, DPD RI sering dianggap sebagai lembaga prematur. Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang tugas dan fungsi DPD," terang Ikrar.

 Mengenai hubungan kerja DPD dan DPR, Ikrar mengatakan sudah ada kerja sama yang baik antara kedua lembaga tersebut, contohnya dalam pembahasan RUUK DIY, DPD diajak dalam pembahasannya oleh DPR sebagai mitra yang sejajar. "Hal itu kenapa tidak menjadi suatu yurisprudensi dan bisa menjadi suatu hal yang dibakukan menjadi UU," kata Ikrar.

 Ikrar menganggap bahwa sekarang DPR bketeteranb dalam pembuatan RUU dan pembahasan RUU menjadi UU, karena keahlian di DPR sangat terbatas, dibandingkan dengan pemerintah yang lebih terbagi keahliannya. "Daripada keteteran lebih baik dibagi dengan DPD," ujar Ikrar.

 Intsiawati Ayus mengatakan agenda Judicial Review UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang rencananya akan diajukan DPD RI ke MK, bukan semata-mata mengenai sengketa kewenangan legislasi antara DPD RI dengan DPR RI. Intsiawati mengatakan DPD saat ini belum pada posisi dengan tujuan ketatanegaraan yang ideal.

 Kegundahan posisi DPD RI dalam konstitusi, lanjut Intsiawati, beban politiknya akan diberikan ke MK dalam bentuk permohonan penafsiran soal pasal 22D ayat 1 dan 2 UUD 1945, khususnya kata 'dapat' dan 'ikut' dalam pembahasan UU, yang akan menjadi rujukan dalam revisi UU MD3 dan UU P3. "Saya sendiri memahami bahwa Undang-undang merupakan produk kompromi politik, maka dari itu kami meminta MK untuk membuatkan tafsir sesuai konstitusi bagaimana sesungguhnya makna dari kata-kata 'ikut membahas' dalam UU MD3," ujar Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR ini.

 Taslim Chaniago (Anggota Komisi III DPR RI dari FPAN), mengatakan keberadaan DPD sangat membantu DPR terutama soal daerah, misalnya otonomi daerah, kekayaan alam daerah. "Kita sangat membutuhkan DPD karena tidak bisa mengawasi daerah," jelas Taslim.

 Selanjutnya, Taslim menyarankan akan lebih baik jika DPD menunggu proses pembahasan revisi UU MD3 di Baleg DPR selesai, baru mengajukan judicial review jika masih terdapat pasal-pasal yang dinilai kurang jelas. "Pengajuan judicial review ke MK saat ini justru akan kembali membuat hubungan antara kedua lembaga menjadi beku," kata Taslim. Salah satu hal yang harus segera dilakukan menurut Refly Harun adalah mengupayakan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Tujuan judicial review ini adalah untuk meminta penafsiran yang jauh lebih fixed ketimbang penafsiran yang dimiliki pembentuk Undang-undang," jelas Refly.

 Selain itu, pengamat Hukum Tata Negara ini juga menegaskan pentingnya kesepakatan bangsa terhadap DPD. "Apakah kita masih butuh DPD atau tidak?" ungkapnya yang kemudian melanjutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan DPD yang mewakili daerah. (Rully)

Intsiawati: Perusahaan-Masyarakat Duduk Semeja

Konflik Lahan di Pulau Padang Tak Kunjung Reda


PEKANBARU, TRIBUN
Persoalan konflik agraria dalam beberapa tahun mendatang dapat dikatakan cukup mendominasi pemberitaan di media yang beredar di provinsi Riau. Setidaknya, terdapat sekitar antara 30-45 buah kasus, jika dicluster akan menjadi, Konflik agraria antara masyarakat dengan pemerintah, antara masyarakat dengan perusahaan, antara perusahaan dengan perusahaan, perusahaan dengan pemerintah, masyarakat dengan pemerintah, serta masyarakat dengan masyarakat.

Hal ini diungkapkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah-Republik Indonesia (DPD-RI), Intsiawati Ayus SH MH saat setelah melakukan pertemuan penyelesaian kasus antara masyarakat desa Sawah dengan PT Ramajaya Pramukti di hotel Jatra selepas buka puasa, serta dialog bersama NGo dan Ormas di Posko Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan DPRD Provinsi Riau selepas sholat tarawih.

Saat anggota DPD RI kelahiran Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti ini melakukan diskusi bersama aktivis lingkungan dan agraria diketahui bahwa persoalan agraria yang paling mengemuka di Riau sekarang ini adalah konflik antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) yang merupakan kontraktor PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dengan masyarakat Pulau Padang di Kabupaten Meranti. Dikatakannya bahwa, selaku orang yang dilahirkan di daerah tersebut merasa prihatin terhadap perkembangan kasus ini, bahkan bersedih saat membaca jatuhnya korban tewas dan luka akibat konflik pertanahan yang tidak kunjung menemukan titik terang.

"Konflik ini bagi saya, bagaikan bencana yang sangat besar menimpa kampung halaman dan tanah kelahiran saya. Sudah ada korban yang jatuh dan terluka. Sudah terlampau banyak kerugian diderita oleh kedua belah pihak," terang perempuan dengan panggilan kecilnya Intsia (bahasa Latin yang berarti Merbau)

Perusahaan yang berniat melakukan investasi telah mengalami kerugian yang cukup besar, apalagi masyarakat disana yang juga telah kehilangan ketentraman, kenyamanan, dan pencarian penghidupan akibat tak kunjung selesainya masalah ini. "Melalui kesempatan ini, saya mengimbau agar semua pihak terkait segera duduk bersama untuk membicarakan jalan keluar terbaik, agar semua aktivitas ekonomi, politik, sosial, budaya masyarakat dapat berjalan sebagaimana mestinya," ucapnya.

Dikatakan, dirinya baru saja menerima surat edaran dari pimpinan Komite I DPD RI yang menangani persoalan konflik agraria untuk segera melakukan inventarisasi persoalan pertanahan yang terdapat di seluruh Indonesia. "Sebagai anak jati Riau, saya tentunya akan memprioritaskan upaya penyelesaian persoalan pertanahan di provinsi ini. Dan melalui kesempatan kali ini, saya mengimbau agar seluruh pihak yang merasa mengalami konflik pertanahan agar segera memberikan datanya kepada DPD RI hingga tanggal 10 September 2011. Data ini kemudian akan digodok dan dianalisa, supaya kemudian dicarikan upaya penyelesaiannya," jelas ibu dua orang anak ini.

Saat ditanya persoalan agraria di kabupaten Kepulauan Meranti, Wakil Ketua Komite II DPD RI ini mengungkapkan, dirinya menyerukan beberapa hal guna penyelesaian kasus ini di lapangan. "Saya mendengar jika banyak masyarakat yang dipanggil guna memberikan keterangan sebagai saksi dugaan tindakan kriminal berupa pembakaran eskavator serta pengerusakan lainnya oleh Kepolisian Resor Bengkalis. dan saya katakan, pemanggilan itu saya kira bukanlah sebuah solusi pemecahan kasus, apalagi bermaksud menyelesaikan akar persoalannya, yaitu konflik pertanahan," ucapnya.

Intsiawati yakin, di kemudian hari, walaupun polisi mampu melakukan penangkapan terhadap pelaku kriminalnya, namun hal yang besar seperti penyelesaian konfliknya tidak akan tuntas. "Ada baiknya segala pihak duduk 1 meja membicarakan solusi penyelesaian konflik ini, baik itu masyarakat, perusahaan, kepolisian, dan perusahaan kemudian hingga pertemuan ini digelar, agar kepolisian menghentikan dulu pemanggilan terhadap puluhan masyarakat Pulau Padang," ucapnya.

Lalu pemerintah membuat tim pemetaan yang terdiri dari seluruh unsure terkait, termasuk masyarakat dan perusahaan, juga kepolisian, kemudian memulai kerja-kerjanya di lokasi dimana SK Menteri Kehutanan No. 327/Menhut-II/2009 memberikan kawasan untuk dikelola oleh perusahaan. Demikian juga tanah-tanah masyarakat yang mereka claim sebagai tanah milik mereka. (zul/cr12)

PPUU DPD RI Membentuk Tim Kerja Lokakarya Nasional

Jakarta, dpd.go.id- PADA masa sidang I tahun sidang 2011-2012, PPUU mengadakan pleno pertamanya dengan 3 agenda utama yaitu 1. Pembahasan Program Kerja PPUU Tahun Sidang 2011-2012; 2. Pembahasan Rencana Kerja PPUU Agustus-Desember 2011; dan 3. Pembahasan Jadwal PPUU Masa Sidang I 2011-2012 di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (24/08/11).

Wakil Ketua PPUU, Iswandi (Senator DPD RI dari Lampung), membuka rapat dengan menyampaikan substansi dan arah capaian program PPUU. “Program kerja PPUU dapat dibagi menjadi dua besaran,” tegas Iswandi. Dua besaran tersebut merupakan program kerja PPUU dan kegiatan PPUU dengan substansi dari alat kelengkapan lain.

Setelah membahas dan mengesahkan jadwal, PPUU melakukan revisi keanggotaan Tim Kerja dengan memasukkan Juniwati (Senator DPD RI dari Jambi) pada Timja III, serta Gusti Farid (Senator DPD RI dari Kalimantan Selatan) menggantikan Habib Hamid (Senator DPD RI dari Kalimantan Selatan) untuk Timja I.

Selain revisi keanggotaan Timja, anggota PPUU mengangkat isu mengenai Lokakarya Nasional terkait penemuan 84 (delapan puluh empat) UU bermasalah didaerah hasil kerjasama dengan 29 perguruan tinggi yang akan diadakan akhir bulan September 2011. Terkait Lokakarya tersebut, Intsiawati Ayus (Senator DPD RI dari Riau) mengusulkan pembentukan Tim Khusus pengurus Lokakarya Nasional. PPUU memutuskan untuk menugaskan Hamdani (Senator DPD RI dari Kalimantan Tengah) dan Juniawati (Senator DPD RI dari Jambi) sebagai perwakilan. Sedangkan sebagai ketua tim ditunjuk Senator DPD RI dari Papua, Paulus Yohanes.

Masalah Perkotaan Disebabkan Inkonsistensi Pemerintah Dalam Rencana Tata Ruang


citins.blogspot.com
Perkotaan di Indonesia mempunyai masalah yang tipikal, diantaranya urbanisasi, lingkungan, dan sosial. Berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam melaksanakan perencanaan pembangunan. Kritikan tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam acara dialog Suara Daerah dengan tema “Masalah Perkotaan di Berbagai Daerah”. Dialog berlangsung di Press Room DPD, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/07). Pembicara dalam acara tersebut adalah Intsiawati Ayus (Anggota DPD Provinsi Riau), Wasis Siswoyo (Anggota DPD Provinsi Jawa Timur), Dani Anwar (Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta), dan Doni Janarto Widiantoro (Kasubdit Lintas Wilayah Direktorat Penataan Ruang Wilayah II).

Intsiawati menilai bahwa pada umumnya eksekutif dan legislatif masih berpikir konvensional, dan tidak memiliki konsep pembangunan yang tegas dan jelas. Ia juga mengamati bahwa kepala daerah masih banyak yang belum mengenal konsep pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, yaitu yang berwawasan lingkungan. Menurut Intsiawati ada dua hal untuk menyikapi masalah pembangunan kota, yaitu perencanaan dan pembangunan. Namun, untuk masalahnya justru berawal dari kebijakan pemerintah daerah itu sendiri, yang melakukan penyimpangan terhadap tata ruang kota. “Perda yang diturunkan tentang rencana tata ruang kota yaitu bagi saya hanyalah sebuah konsep formalitas. Karena pemerintah daerah tidak konsekuen dalam melaksanakan perencanaan pembangunan, belum lagi kita bicara kurang efektifnya dan koordinasi antar dinas dan instansi,” ungkap Intsiawati.

Masalah kedua yang disebutkan Intsiawati adalah integrasi antar kota dan kabupaten, yaitu adanya isu kesenjangan wilayah. “Langkah idealnya satu kota seimbang memberikan kemajuan dan tidak melemahkan wilayah di sebelahnya,” jelasnya.

Sementara itu, Wasis mengatakan bahwa untuk menciptakan kota yang nyaman, penataan kota harus direncanakan secara matang. Ia menjelaskan keadaan di Jawa Timur yang sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. “Karena itu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan. Contoh, misalnya di kota Malang, pembangunan mal tidak sesuai dengan rencana RTRW Kabupaten/Kota, ternyata ketika masyarakat melakukan protes terhadap pembangunan itu, tapi tetap berjalan tanpa ada sanksi yang jelas,” katanya.

Wasis juga mencontohkan masalah lumpur Lapindo yang belum ada rencana pengganti ruangan yang telah rusak, seperti jalan akses ke Surabaya maupun kota-kota lain, sehingga mengganggu ekonomi masyarakat. Masalah lainnya berkaitan dengan pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang tak kunjung rampung.
Dani Anwar yang menjadi anggota DPD dari ibukota negara menyebutkan tiga hal penting mengenai persoalan perkotaan. Pertama, Indonesia tidak punya perencanaan terintegrasi, sehingga berbagai macam persoalan muncul berkaitan dengan pembangunan kota. Kedua, konsistensi dalam melaksanakan aturan yang ada juga lemah. “Seluruh pemerintah, baik pusat dan daerah keliatannya konsistensinya kalau berhadapan sama pemodal, loyo dia, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba kawasan hijau itu mau dijadikan mal”, tegasnya.

Ketiga, pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-persoalan di masa yang akan datang. Dani mencontohkan Belanda yang membuat rencana tata ruang kota dengan matang hingga beratus-ratus tahun tidak berubah. Dikatakannya, pemerintah Indonesia dianggap tidak mampu melaksanakan perencanaan, contohnya pembangunan Becak Kayu (Bekasi, Cawang, Kampung Melayu) dan proyek monorel yang terhenti pembangunannya. “Kadang peraturan kurang mampu mengatasi persoalan-persoalan di masa depan yang begitu cepat perkembangannya. Kemudian yang terjadi adalah pembiaran pelanggaran terhadap tata kota, sehingga kotanya semrawut,” katanya.

Pendapat Dani tersebut diakui oleh Doni Janarto yang mengatakan bahwa tidak adanya kejelasan aturan main dalam tata ruang kota. “Jadi sejak ada otonomi daerah, pusat tidak lagi punya portofolio tentang perkotaan. Sehingga kalau kita tanya tentang kebijakan pembangunan kota, tidak ada satupun yang berani mengatakan bertanggung jawab,” katanya. Tapi, pada kenyataannya kota-kota itu berkembang tanpa arah dan kendali, lanjutnya.

Doni menerangkan bahwa isu-isu di perkotaan tipikal di berbagai daerah. Pertama urbanisasi yang terbagi menjadi dua definisi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota dan daerah rural yang menjadi urban. Dengan adanya perpindahan penduduk, sektor pertanian yang menjadi andalan pedesaan kini berkurang kontribusinya hingga tersisa 15%-20% dari PDB nasional. Kemudian, proses desa yang berubah menjadi kota, menurut Doni lebih berbahaya. “Karena tidak hanya masalah sosial, tapi juga lingkungan, alih fungsi yang luar biasa di kawasan-kawasan rural, yang mengakibatkan bencana-bencana yang kita rasakan di perkotaan,” jelasnya.

Intsiawati: Subsidi BBM Masih Perlu Diberlakukan


Jakarta, dpd.go.id
Salah satu masalah bangsa Indonesia yang baru-baru ini kembali meresahkan masyarakat adalah isu kenaikan harga BBM atau penarikan subsidi BBM. Kenaikan harga BBM diyakini akan berakibat luas di masyarakat, terutama dilihat dari segi ekonomi seperti penurunan aktivitas produksi dan kenaikan harga barang lainnya. Apakah kenaikan harga BBM itu adalah kebijakan yang bijak bagi rakyat? Tiga narasumber yang hadir dalam Talk Show DPD RI Perspektif Indonesia (1/7/11) menyampaikan argumentasi masing-masing dalam tema “Mengurai Masalah Subsidi BBM” di Press Room DPD RI, Senayan Jakarta.

Fluktuasi harga BBM, bagi Arif Budimanta (Anggota Komisi XI DPR RI/F-PDIP), adalah hal yang biasa terjadi. Yang menjadi masalah adalah transparansi dari pemerintah tentang biaya pokok BBM. “Selama ini pemerintah tidak pernah memberikan transparansi biaya pokok BBM, padahal seharusnya itu dilakukan oleh pemerintah,” ujar Arif menjelaskan. Arif juga menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM akan menggerus daya beli rakyat dan itu berarti pemiskinan terstruktur. Menaikkan harga BBM merepresentasikan bahwa pemerintah itu pragmatis dan populis. “Lagipula, timing kenaikan harga BBM sudah selesai,” tandasnya. Arif yang juga tidak setuju dengan adanya pembatasan BBM menawarkan solusi, yaitu dengan pengaturan dan pengawasan BBM secara reguler.

Aspirasi daerah yang pada kesempatan ini diwakili oleh Intsiawati Ayus (Anggota Komite II DPD RI dari Provinsi Riau) lebih menghendaki adanya keadilan distribusi bagi daerah penghasil BBM. “Selama ini terjadi anomali, justru terjadi kelangkaan BBM di daerah penghasil karena kuota yang diberikan kepada daerah penghasil tidak sesuai dengan konsumsi yang dibutuhkan,” papar Intsiawati. Mengenai subsidi BBM, Intsiawati berpendapat bahwa subsidi BBM masih perlu diberlakukan.

Lain lagi dengan argumentasi Kurtubi, pengamat perminyakan. Dalam argumentasinya, tidak masalah jika pemerintah menaikkan harga BBM mulai dari Rp 1.000,00 sampai dengan Rp 1.500,00, asalkan pemerintah menjelaskan kepada rakyat secara jujur dan transparan, dan harus disertai dengan pengembalian manfaat kepada rakyat dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang memadai. Selain solusi jangka pendek tersebut, Kurtubi yang mengamati bahwa permasalahan harga BBM adalah persoalan salah kelola yang bersumber pada UU Migas No. 22/2001, menganjurkan agar pemerintah tidak menggunakan kebijakan yang justru merugikan pemerintah. “Cabut segera UU migas,” tegas Kurtubi. (AF)

DPD RI dan IPPSR Gelar Seminar Uji Sahih RUU Migas

Pekanbaru (Semenanjung) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Komite II bekerjasama dengan Institute Pengkajian Pengembangan Sumber Daya Riau (IPPSR) menggelar Seminar Perubahan Rancangan Undang Undang Pengganti Undang Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas di Meeting Room 4-5-6 lt. 2 Labersa Hotel and Convention Center Pekanbaru. Seminar ini dibuka olah Gubernur Riau yang diwakili Kepala Bappeda Propinsi Riau Emrizal Pakis.

Hadir sebagai Pembicara dalam Seminar ini selain Anggota DPD RI, Ketua Timja Migas DPD RI Instiawati Ayus SH,MH, Kadistamben Riau Husni Hasan, Ketua Hiswana Migas Eri Purnomohadi dan Kepala Perwakilan BP Migas Sumbagut Baris Sitorus.

Menurut Instiawati Ayus, daerah belum optimal mendapatkan pembagian hasil Migas serta tidak adanya transparansi dalam pengelolaan migas, intinya roh otonomi daerah harus masuk dalam UU Migas. Sementara Ketua Hiswana Migas Eri Purnomohadi mengatakan,” Perubahan UU Migas wajib di lakukan karena tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 “.

Kepala Perwakilan BP Migas Sumbagut Baris Sitorus juga menegaskan bahwa Pengelolaan Migas agar lebih pro ke daerah penghasil dan memperbaiki tata kelola Industri Migas di Indonesia.

Seminar ini diikuti oleh Perwakilan DPRD Kabupaten/Kota se Propinsi Riau, diantaranya DPRD Kab. INHU, DPRD Kota Dumai, DPRD Kab Rohul, Kab. Meranti, Kab. Pelalawan, Kab. Bengkalis, Kab. Inhil, Dosen & Mahasiswa UR, FH Unilak, FH UIR, STIH Persada Bunda, LSM Jikalahari, Walhi, Hakiki, Mapala Unri, WWF, Chevron, BSP dll. (dens)

Dialog Interaktif TVRI: Kompetensi Anggota DPD

mpr.go.id - Amandemen UUD 1945 melahirkan lembaga baru dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Munculnya DPD berarti menyunat sebagian fungsi yang sebelumnya diemban oleh DPR. Dan, menempatkan  DPR menjadi  lembaga perwakilan berdasar aspirasi dan paham politik. Sedangkan  DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah.

Pernyataan itu disampaikan Ovin Endah Lestari sebagai pengantar  dialog interaktif  di Studio 8 TVRI pada Jumat 7 Mei 2010. Dalam acara itu, tampil sebagai narasumber adalah  Lukman Hakim Saifuddin (Wakil Ketua MPR RI) dan Intsiawati Ayus, SH, MH (anggota DPD RI). Tema yang diangkat  adalah: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Sedangkan  pembawa acara adalah  Yana Indrawan dan Ovin Endah Lestari.

Lukman Hakim dalam dialog yang dihadiri para mahasiswa Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia itu menegaskan bahwa DPD lahir  untuk menyempurnakan sistem lembaga perwakilan. Hal itu dimungkinkan setelah terjadinya  perubahan UUD 1945 pada  1999-2002.

Perubahan UUD itu  lahir karena ada tuntutan agar  aspirasi daerah diberikan wadah tersendiri, lantaran selama ini dianggap   tidak cukup optimal dilakukan oleh wakil-wakil rakyat. Tujuannya  agar  kepentingan daerah terakomodasi dalam sebuah lembaga perwakilan daerah. Sebelum  terjadi perubahan tersebut, kata Lukman,  lembaga perwakilan  di Indonesia hanya bertumpu pada   Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

 ”Itulah cikal bakal lahirnya DPD dan bagaimana eksistensinya sekarang?  Memang di tengah-tengah masyarakat muncul pro kontra terkait dengan kinerja. Tetapi, sejauh ini DPD cukup baik jika dikaitkan dengan kewenangan yang dimilikinya,” ujar Lukman.

Kewenangan DPD pada periode lalu belum secara optimal diimplementasikan karena   belum dipayungi oleh undang-undang. Pada periode sekarang sudah ada Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 yang salah satu isinya mengatakan bahwa DPD juga  berwenang  ikut membahas rancangan undang-undang tertentu.,” kata Lukman menambahkan. Tapi harus diakui bahwa kewenangan DPD relatif   kecil  dibanding  DPR, karena tidak bisa lepas dari  kondisi keragaman daerah  saat terjadi perubahan UUD. 1945.

Saat itu, kata Lukman, masih ada kalangan masyarakat yang belum bisa menerima  keberadaan DPD secara utuh, seperti halnya DPR. Namun, tetap terbuka peluang  untuk  menambah kewenangan DPD, apalagi kalau itu merupakan kehendak mayoritas bangsa Indonesia. Pendapat itu disampaikan Lukman untuk menjawab pertanyaan Kurniawan dari Fisip UI yang mempertanyakan tentang keterbatasan kewenangan DPD.

Untuk   mengoptimalkan kinerja DPD  dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, maka langkah membangun DPD yang efektif dan kuat secara sistematis, dan itu harus segera dimulai. Menurut Lukman Hakim, DPD harus  menampung, mengagregasi dan mengartikulasi setiap kepentingan dan aspirasi daerah. Agar  masyarakat   merasakan dan menikmati hasil perjuangan DPD.

Untuk  mensiasati peran DPD itu, Intsiawati berpendapat, tergantung pada masing-masing anggotanya. Yaitu, dengan memilih anggota DPD yang memiliki kompetensi tertentu, mampu    melakukan mitra kelembagaan baik di pusat maupun di daerah.

Revisi UU Penyiaran Didukung KPID Riau


Semenanjungjakarta–Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau mendukung upaya revisi undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Dan salah satu upaya dukungan itu adalah KPID Riau bersama KPI Pusat dan KPID se Indonesia mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI, Kamis (19/5) di Jakarta.

“Kita bersama KPI dan KPID se Indonesia sedang berjuang merevisi UU Penyiaran agar undang-undang ini memberikan penguatan fungsi dan wewenang KPI dan KPID,” kata anggota KPID Riau, Alnofrizal, di sela-sela RDP.

Dikatakan Alnofrizal, salah satu point penting yang ingin diperjuangkan dalam revisi undang-undang ini adalah soal perizinan lembaga penyiaran. Saat ini, kata Alnofrizal, proses perizinan lembaga penyiaran masih terbagi antara pemerintah dan KPI/KPID. Seharusnya, proses perizinan itu menjadi wewenang penuh KPI/KPID.

“Semestinya, pemerintah itu hanya cukup mengalokasikan frekuensi atau kanal saja. Sedangkan proses lainnya, dari awal sampai akhir perizinan lembaga penyiaran, seharusnya wewenang KPI atau KPID. Tapi sekarang kan wewenang itu masih ada yang dijalankan pemerintah sehingga peran KPI/KPID tidak terlalu kuat,” katanya.

Dijelaskan Alnof lagi, berdasarkan RDP dengan Komisi I DPR RI itu, terlihat bahwa DPR RI sebagai lembaga legislasi menyatakan dukungannya atas keinginan KPI/KPID se Indonesia untuk melakukan penguatan tersebut. Tinggal lagi, niat baik pemerintah untuk dapat memberikan wewenang penuh itu kepada KPI/KPID.

“Kita harapkan pemerintah mau memberikan wewenang penuh kepada KPI/KPID agar lembaga KPI/KPID ini bisa lebih kuat. karena memang, KPI/KPID ini adalah lembaga negara independen yang mereprsentasikan publik. Nah, kalau KPID kuat, artinya publik kuat juga,” jelasnya.

Dikatakan Alnof, seluruh komisioner KPID Riau ikut hadir pada RDP tersebut, yakni Ketua KPID Riau Zainul Ikhwan, Wakil Ketua KPID Riau Ahmad Fitri, anggota Cecep Suryadi, M Ridho, Junaidi dan Rini Imron.

Bertemu Anggota DPD RI

Selain mengikuti RDP di Komisi I DPR RI, anggota KPID Riau juga berkesempatan melakukan diskusi dengan anggota DPD RI asal Riau, Intsiawati Ayus dan Muhammad Ghazali. Pada kesempatan diskusi tersebut, hadir juga Ketua Komisi A DPRD Riau, Bagus Santoso.

Dalam diskusi tersebut, Intsiawati Ayus mengharapkan KPID Riau dapat berperan maksimal untuk bisa mengatur dan mengawasi penyiaran di Riau.

“Kita harap, KPID Riau dapat berperan maksimal dan kuat sehingga masyarakat Riau dapat menikmati siara televisi dan radio yang mencerdaskan dan bukan sembarangan,” harap Intsiawati yang diamini oleh Bagus Santoso.*

by : rilis

DPD PROTES


rmol.co
Anggota DPR Fraksi Golkar Harry Azhar Aziz (kiri),Wakil Ketua Komite II DPD Intsiawati Ayus dan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin bericara dalam Dialog Kenegaraan "Dimensi Konstitusionalitas APBNP", di Gedung DPD, Komplek Parlemen, Jakarta, kemarin. Ayus mempertanyakan pengabaian suara DPD oleh DPR terkait penolakan kenaikan harga BBM. TEDY KROEN/RM

Komite II DPD RI Kunjungi Redaksi "PR"


BANDUNG, (PRLM),
Komite II Dewan Perwakilan Daerah RI yang membawahi bidang Sumber Daya Alam (SDA) melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Redaksi Pikiran Rakyat Jln. Soekarno-Hatt 147 Bandung, Kamis (29/3). Rombongan Komite II DPD RI dipimpin Intsiawati Ayus (Riau) disertai tiga anggota lainnya yakni Prof. Moh. Surya (Jawa Barat), Perlindungan Purba (Sumatera Utara), dan Ishak Mandacan (Papua). Mereka diterima Pemimpin Redaksi Harian Pikiran Rakyat Bandung, Budhiana Kartawijaya.

Dalam kunjungan tersebut, para anggota DPD memaparkan berbagai hal terkait dengan agenda kunjungan mereka ke Provinsi Jabar, antara lain potensi energi terbarukan di Jabar yang sangat besar namun belum terkelola dengan baik.

“Jabar memiliki potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar, seperti geothermal atau panas bumi. Namun, karena berbagai kendala, potensi itu belum termanfaatkan optimal dan belum memberikan kesejahteraan yang besar bagi masyarakat,” ungkap Intsiawati.

Ia mengatakan pihaknya juga sudah bertemu dengan kepala daerah baik gubernur maupun para bupati di beberapa daerah yang menjadi agenda kunjungan. “Kami meminta agar koordinasi di semua level pemerintahan dapat terjaga dengan baik. Otonomi daerah tidak bisa menjadi alasan koordinasi yang tidak terjalin dengan baik,” katanya.

Menurut Moh. Surya, hasil kunjungan ke berbagai daerah menjadi bahan masukan bagi pembahasan revisi Undang-undang Nomor 22/Tahun2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Pada pertemuan tersebut, para anggota DPD RI juga berbagi informasi tentang berbagai hal dengan Pemred “PR” Budhiana Kartawijaya, termasuk soal peran media dalam dinamika sosial politik, pendidikan, hingga persoalan lingkungan hidup.

Budhiana menuturkan media massa cetak di daerah menghadapi serbuan media-media nasional asal Jakarta yang ditopang oleh konglomerat media. “Namun, kami tetap yakin dengan potensi dan peran besar kami sebagai media regional yang sudah mapan dan sejak lama mewarnai dinamika sosial dan kiprah masyarakat Jawa Barat. Mudah-mudahan, dengan segenap upaya serta adaptasi zaman disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi, kami bisa tetap bertahan dan melayani segenap kepentingan masyarakat,” kata Budhiana.

Di akhir pertemuan, keempat anggota mewakili semua unsur DPD RI memberikan sumbangan bagi Program Wali Pohon kerjasama HU Pikiran Rakyat dengan Wanadri. “Hal ini sebagai bentuk kepedulian dan dukungan kuat dari DPD bagi upaya pelestarian lingkungan, khususnya sektor kehutanan, yang digagas oleh Pikiran Rakyat,” kata Moh. Surya. (CA-04/A-64/A-107)**

Kemenhut Revisi SK Setelah Rekomendasi Bupati


JAKARTA, HalloRiau
Kementrian Kehutanan sepakat akan merevisi SK No. 327/Menhut-II/2009 dan izin operasional HTI PT RAPP di Pulau Padang. Namun revisi tersebut baru akan terlaksana apabila Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir telah mengeluarkan surat rekomendasi untuk merevisi SK Menhut tersebut.

Kesepakatan tertulis itu tertuang dalam pertemuan perwakilan 20 warga Pulau Padang yang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus dengan Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis (5/1).

Kesepakatan tersebut dibuat setelah melalui dialog dan perdebatan sengit antara rombongan perwakilan Serikat Petani Riau (STR) dan Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) yang dipimpin oleh Ridwan dengan Bambang Supiyanto, untuk menuntut pencabutan izin HTI PT RAPP di Pulau Padang.

Kesepakatan tertulis merupakan lanjutan dari surat dari Ditjen Bina Usaha Kehutanan Kemenhut pada Selasa (3/1) lalu, yang meminta pimpinan perusahaan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT RAPP di Pulau Padang untuk menghentikan sementara kegiatan di Pulau Padang.

Dalam suratnya bernomor 5.3/VI-BUHT/2012 tertanggal 3 Januari, Dirjen BUK Iman Santoso meminta PT RAPP menghentikan sementara seluruh kegiatan pemanfaatan hutan oleh PT RAPP di Pulau Padang sampai adanya pemberitahuan lebih lanjut. Permintaan tersebut setelah memperhatikan keputusan Menhut No.736/Menhut-II/2011 tentang pembentukan tim mediasi penyelesaian tuntutan masyarakat setempat terhadap IUPHHK-HTI di Pulau Padang, kabupaten Kepulauan Meranti.

Bambang mengatakan pihaknya menunggu kehadiran Bupati Meranti hingga hari Jum�at (6/1) besok dan bertemu dengan Menhut Zulkifli Hasan untuk melanjutkan itikadi baik agar tidak menyengsarakan rakyat di Pulau Padang. Bupati Meranti, secara juridis harus membuat surat terkait pencabutan SK tersebut agar ditindaklanjuti oleh Menhut.

Ditambahkan Bambang, kesepakatan tertulis maupun kesepakatan sebelumnya dibuat dalam upaya menyenangkan hati masyarakat Pulau Padang. Menurutnya Kemenhut tidak berhak untuk mencabut SK jika tidak ada rekomendasi dari Bupati Irwan Nasir.

"Itu yang perlu diklarifikasi, kesepakatan hari ini, untuk menjawab kesepakatan sebelumnya. Kemenhut tidak berhak mencabut, karena HTI/HL itu kewenangan daearah, harus ada rekomendasi dari Bupati, kalau tidak ada, Menhut tidak bisa mencabut. Jadi sekarang, Kemenhut menunggu revisinya dari Bupati," katanya.

Ditambahkan Bambang, Kemenhut tidak berhak menyurati Bupati untuk meminta rekomendasi pencabutan SK Menhut dan izin operasional HTI PT RAPP. "Jadi kesepakatan yang lalu itu salah, makanya saya datang untuk meluruskan. Kalau mau digugat silahkan, kita tidak takut. Kita siap hadapi,"jelasnya.

Menurut Intsiawati Ayus, pihak Kemenhut diminta segera menggunakan kewenangannya untuk memenuhi tuntutan masyarakat Pulau Padang, meskipun tanpa kehadiran Bupati Meranti Irwan Nasir ataupun pejabat dari Provinsi Riau.(Bams)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.