DPD Pelajari Masalah Pertambangan di Provinisi Riau


RIAU -Indopos 
Komite II DPD RI kembali melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi Riau. Kunker yang dipimpin Ketua Komite Intsiawati Ayus itu untuk menyikapi rencana judicial review terhadap beberapa peraturan perundang-undangan termasuk UU 33/2004 tentang Otonomi Daerah dan UU 22/2001 tentang Minyak Gas dan Bumi. “Di kami (DPD,red), sudah terbentuk Pansus (panitia khusus) untuk persoalan bagi hasil dan pertambangan. Oleh karena itu dalam kerangka mensinergiskan pusat dan daerah, harus ada masukan keduanya,” kata Intsiawati Ayus, di aula Kantor Gubernur Provinsi Riau, Selasa (20/9). Wakil Rakyat asal Provinsi Riau itu juga mengatakan, selain untuk menyerap aspirasi dan melihat dari dekat persoalan di daerah Bumi Lancang Kuning Bumi Melayu itu, pihaknya juga akan melakukan pengawasan pada persoalan pertambangan dan migas, pertanian, kelautan dan perikanan.

“Semisal persoalan jalan dan bagi hasil di Kota Dumai. Kami banyak sekali menerima keluhan dari Walikota Dumai,” katanya. Hadir dalam kunker itu, staf ahli Teguh Sudarmaji bidang pembangunan mewakili Gubernur Riau, HM Rusli Zaenal, Komandan Lanud Riau, Komandan Rayon Militer (Danrem) dan seluruh Muspida Provinsi Riau. Pada kesempatan itu, sejumlah anggota DPD RI menanyakan sejumlah problem yang dihadapi Provinsi Riau, termasuk Perda RTRW dan listrik. “Persoalan RTRW di provinsi Riau kenapa tidak selesai-selesai. Kondisi ini menjadi masalah nasional, termasuk Riau,” kata anggota Komite II DPD RI, Bambang Soeroso. Sementara Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan Teguh Sudarmadji mengatakan, perkembangan Riau, ditunjang dari hasil minyak bumi dan gas serta sektor pertambangan lainnya. Menanggapi Perda RTRW, Teguh mengaku sudah lebih dari 22 kali melakukan rapat khusus membahas Perda RTRW yang hingga kini belum tuntas.

Dia mengaku, lambannya pembahasan dan pengesahan RTRW lantaran adanya tarik menarik dengan pihak Kementerian Kehutanan. “Hingga saat ini masih ada tarik menarik kepentingan. Kami sudah melakukan rapat lebih dari 22 kali,” katanya seraya menyebut hal itu terkait status hutan di wilayah Riau. Sementara Kepala Balitbang Riau Prof Tengku Dahril berharap bagi hasil dari sektor pertambangan sebesar 25 persen. Hal ini katanya untuk membangun sejumlah daerah potensial yang berada di Riau, khususnya Kota Dumai. “Persentase ini saya adalah jawaban dari sedikitnya yang mengucur ke daerah. Di Dumai misalnya, sejumlah perusahaan besar sektor pertambangan ada di sini. Namun Dumai tidak mendapat apa-apa kecuali kerusakan jalan dari arus produksi dan industrinya,” kata Tengku Dahril. (bud)

DPR "Keteteran", Harus Berbagi Kewenangan

JAKARTA (Suara Karya): Adanya dua kamar parlemen yakni DPR dan DPD di yakini belum berjalan secara maksimal. Fungsi DPR yang dinilai berlebihan dan membuat "keteteran" dalam fungsi legislasi pembuatan dan pembahasan RUU. Oleh karenanya, seharusnya membagi kewenangannya kepada DPD.
 Demikian yang mengemuka dalam dalam Dialog Perspektif Indonesia dengan tema "Memecah Kebekuan Hubungan DPR-DPD" di Pressroom DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu. Hadir sebagai pembicara Pengamat Politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, Senator asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus, dan Taslim Chaniago (Anggota Komisi III DPR RI dari FPAN).

 Ikrar mengatakan bahwa saat ini Indonesia berada dalam tahap pematangan demokrasi. "Dalam proses pembentukannya, DPD RI sering dianggap sebagai lembaga prematur. Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang tugas dan fungsi DPD," terang Ikrar.

 Mengenai hubungan kerja DPD dan DPR, Ikrar mengatakan sudah ada kerja sama yang baik antara kedua lembaga tersebut, contohnya dalam pembahasan RUUK DIY, DPD diajak dalam pembahasannya oleh DPR sebagai mitra yang sejajar. "Hal itu kenapa tidak menjadi suatu yurisprudensi dan bisa menjadi suatu hal yang dibakukan menjadi UU," kata Ikrar.

 Ikrar menganggap bahwa sekarang DPR bketeteranb dalam pembuatan RUU dan pembahasan RUU menjadi UU, karena keahlian di DPR sangat terbatas, dibandingkan dengan pemerintah yang lebih terbagi keahliannya. "Daripada keteteran lebih baik dibagi dengan DPD," ujar Ikrar.

 Intsiawati Ayus mengatakan agenda Judicial Review UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang rencananya akan diajukan DPD RI ke MK, bukan semata-mata mengenai sengketa kewenangan legislasi antara DPD RI dengan DPR RI. Intsiawati mengatakan DPD saat ini belum pada posisi dengan tujuan ketatanegaraan yang ideal.

 Kegundahan posisi DPD RI dalam konstitusi, lanjut Intsiawati, beban politiknya akan diberikan ke MK dalam bentuk permohonan penafsiran soal pasal 22D ayat 1 dan 2 UUD 1945, khususnya kata 'dapat' dan 'ikut' dalam pembahasan UU, yang akan menjadi rujukan dalam revisi UU MD3 dan UU P3. "Saya sendiri memahami bahwa Undang-undang merupakan produk kompromi politik, maka dari itu kami meminta MK untuk membuatkan tafsir sesuai konstitusi bagaimana sesungguhnya makna dari kata-kata 'ikut membahas' dalam UU MD3," ujar Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR ini.

 Taslim Chaniago (Anggota Komisi III DPR RI dari FPAN), mengatakan keberadaan DPD sangat membantu DPR terutama soal daerah, misalnya otonomi daerah, kekayaan alam daerah. "Kita sangat membutuhkan DPD karena tidak bisa mengawasi daerah," jelas Taslim.

 Selanjutnya, Taslim menyarankan akan lebih baik jika DPD menunggu proses pembahasan revisi UU MD3 di Baleg DPR selesai, baru mengajukan judicial review jika masih terdapat pasal-pasal yang dinilai kurang jelas. "Pengajuan judicial review ke MK saat ini justru akan kembali membuat hubungan antara kedua lembaga menjadi beku," kata Taslim. Salah satu hal yang harus segera dilakukan menurut Refly Harun adalah mengupayakan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Tujuan judicial review ini adalah untuk meminta penafsiran yang jauh lebih fixed ketimbang penafsiran yang dimiliki pembentuk Undang-undang," jelas Refly.

 Selain itu, pengamat Hukum Tata Negara ini juga menegaskan pentingnya kesepakatan bangsa terhadap DPD. "Apakah kita masih butuh DPD atau tidak?" ungkapnya yang kemudian melanjutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan DPD yang mewakili daerah. (Rully)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.