Judical Review UU: Koalisi Amankan Pemilu, dan Dukung Penguatan DPD

JAKARTA, Berita HUKUM – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendukung upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk melakukan judicial review terhadap UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3. Dukungan tersebut disampaikan aktivis LSM saat audiensi dengan Tim Litigasi Judicial Review UU MD3 DPD RI yang dipimpin, I Wayan Sudirta di Ruang Rapat Ketua DPD RI, Gedung Nusantara III Lt. 8, Senayan, Jakarta, beberapa pekan lalu.

I Wayan Sudirta didampingi Anggota DPD RI yang juga anggota Tim Judicial Review UU MD3, antara lain Elnino M Husein (Provinsi Gorontalo), Intsiawati Ayus (Riau), Alirman Sori (Sumatera Barat), Juniwati Masjchun Sofwan (Jambi), Zulbahri (Kepulauan Riau), dan Jacob Jack Ospara (Provinsi Maluku).

Aktivis LSM yang bergabung dalam Koalisi Amankan Pemilu terdiri dari Constitutional & Electoral Reform Centre (CORRECT), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Aliansi Masyarakat Sipil untuk Revisi Undang - Undang Politik (Ansipol), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP Indonesia), Indonesia Parlemanteray Center (IPC), Soegeng Sarjadi Syndicate, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Refly Harun dari CORRECT berharap DPD bisa diberi kewenangan yang lebih signifikan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan daerah.

“Penguatan DPD ini penting agar aspirasi masyarakat bisa diperjuangkan dan disalurkan melalui anggota DPD yang dipilih melalui Pemilu”, kata Refly Harun.

Sementara itu, Veri Junaidi dari Perludemmengatakan, penguatan DPD melalui Judicial Review UU MD3 bertujuan untuk mengefektifkan perjuangan mandat rakyat melalui anggota DPD.

Yuda Irlang dari Ansipol menambahkan bahwa, sudah sejak lama ia memimpikan DPD bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Menanggapi dukungan aktivis LSM itu, Wayan Sudirta menyampaikan banyak terimakasih. Menurut Wayan, penguatan kewenangan DPD di bidang legislasi dimaksudkan agar aspirasi masyarakat bisa diperjuangkan maksimal oleh anggota DPD. “DPD sudah banyak membuat keputusan, pertimbangan, pendapat dan mengusulkan RUU kepada DPR, tapi kami tidak tahu kemana usulan DPD itu”, kata Wayan Sudirta yang juga Ketua Panitia Perancang Undang - Undang DPD RI ini.

Ketua DPD RI, Irman Gusman menambahkan, dukungan penguatan DPD berasal dari organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat bahkan perguruan tinggi. ”Judicial Review ini merupakan awal untuk menata demokrasi legislatif, sehingga kita bisa melawan tirani politik yang didominasi oleh partai”, harap Irman Gusman.(bhc/dpd/rat)

Gugat UU MD3, Anggota DPD ‘Serbu’ MK

Jakarta – beritaprima. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI secara resmi melayangkan uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).

Bukti keseriusan gugatan yang didaftarkan DPD RI ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/9/2012), terlihat dari banyaknya anggota DPD yang turut serta ke Gedung MK, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Tampak 18 anggota DPD yang masuk dalam Tim Ligitasi, di antaranya Ketua Tim Ligitasi I Wayan Sudirta, Alirman Sori, John Pieris, Intsiawati, Erma Suryani, Bambang Susilo, Hardi Selamat Hood, Cholid Mahmud, Ferry FX Tinggogoy, Elnino M Husein Mohi dan Muh Asri Anas.

Berikutnya Dani Anwar, Juniwati T Masjchun Sofwan, Jacob Jack Ospara, Bahar Ngitung, Rahmat Shah, Abdurachman Lahabato dan Sulbahri.

Sementara itu dari tim kuasa hukum tercatat Todung Mulya Lubis, Maqdir Ismail, Muspani, Alexander Lay, Aan Eko Widiarto dan Najmu Laila.

Menurut Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, permohonan uji materi ini merupakan langkah terakhir DPD dalam upaya mengembalikan posisi dan peran DPD. “Kami ingin meminta MK untuk memberikan penafsiran terkait kewenangan DPD dalam menyusun UU,” tegasnya dalam konferensi pers di Gedung MK, Jumat (14/9/2012).

Ketua Tim Kuasa Hukum DPD Todung Mulya Lubis, menambahkan, judicial review menyangkut dua Undang-Undang yang disebutnya mengalami anomali konstitusional. Karena DPD yang sejatinya mempunyai hak yang sama dengan DPR dalam hal legislasi, namun dalam kenyataannya justru dikerdilkan oleh DPR.

Hal yang disebutnya bertentangan dengan Pasal 22d ayat (1) UUD 1945, karena dalam pasal tersebut DPD diberikan kewenangan konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU). “Jadi tugas dan wewenang DPD ini harus diluruskan kembali,” kata Todung.

Ia berharap dalam beberapa hari ke depan MK akan segera mengagendakan jalannya persidangan pendahuluan JR UU MD3 dan UU P3. Dengan begitu nantinya ada penyelesaian dan ada solusi serta jalan keluar dari permasalahan tersebut.

Gugat DPR, Puluhan Anggota DPD Geruduk Kantor MK

INILAH.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI secara resmi melayangkan uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).

Bukti keseriusan gugatan yang didaftarkan DPD RI ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/9/2012), terlihat dari banyaknya anggota DPD yang turut serta ke Gedung MK, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Tampak 18 anggota DPD yang masuk dalam Tim Ligitasi, di antaranya Ketua Tim Ligitasi I Wayan Sudirta, Alirman Sori, John Pieris, Intsiawati, Erma Suryani, Bambang Susilo, Hardi Selamat Hood, Cholid Mahmud, Ferry FX Tinggogoy, Elnino M Husein Mohi dan Muh Asri Anas.

Berikutnya Dani Anwar, Juniwati T Masjchun Sofwan, Jacob Jack Ospara, Bahar Ngitung, Rahmat Shah, Abdurachman Lahabato dan Sulbahri. Sementara itu dari tim kuasa hukum tercatat Todung Mulya Lubis, Maqdir Ismail, Muspani, Alexander Lay, Aan Eko Widiarto dan Najmu Laila. [mvi]

Besok, DPD Ajukan Uji Materi UU MD3

Friederich Batari jurnas.com

Dewan Perwakilan Daerah RI akan memastikan waktu pengajuan uji materi (judicial review) UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 dilakukan Kamis (13/9) besok.

Hal itu disampaikan Koordinator Tim Litigasi Judicial Review UU MD3 dari DPD RI, I Wayan Sudirta (Provinsi Bali), didampingi Sekretaris Tim Ligitigasi, Intsiawati Ayus (Provinsi Riau), Elnino M Husein (Provinsi Gorontalo), Jacob Jack Ospara (Provinsi Maluku), Juniwati Masjchun Sofwan (Provinsi Jambi), Muh Asri Anas (Provinsi Sulawesi Barat) dan Ahli Tata Negara, Refly Harun di gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (11/9).

Refly mengatakan usulan uji materi UU MD3 harus dilakukan oleh DPD. Meskipun ada kelompok lain maupun perseorangan yang juga mengajukan uji materi UU MD3, tetapi DPD harus yang utama karena berkaitan langsung dengan kewenangannya di bidang legislasi.

Refly juga mengatakan semua Rancangan Undang-Undang yang disahkan oleh DPR tanpa melibatkan DPD RI bisa dianggap inkonstitusional. Sebab mandat konstitusi yang menyebutkan bahwa DPD "ikut membahas" merupakan prosedur konstitusi yang mesti dijalankan. Oleh karena itu, DPD meminta tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap ketentuan "ikut membahas" dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang. Sejauh mana DPD terlibat dalam pembahasan RUU, menurut Refly, itu tergantung tafsir dan putusan MK ke depan setelah diajukan uji materi UU MD3.

Menurut Refly, ada tiga upaya penguatan kewenangan DPD yaitu melalui amandemen kelima UUD 1945, legislative review UU MD3 dan judicial review UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi. Ketua DPD RI, Irman Gusman mengharapkan dukungan semua pihak untuk memperkuat kewenangan DPD RI.

"Penguatan kewenangan DPD ini bukan hanya untuk kepentingan DPD saja tapi yang utama untuk kepentingan rakyat dan daerah. Dengan kewenangan yang kuat, maka DPD bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat secara optimal," kata Irman Gusman, senator dari Provinsi Sumatera Barat ini.

Pada Senin (10/9), sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendukung upaya DPD melakukan judicial review UU MD3.

Dukungan tersebut disampaikan aktivis LSM saat audiensi dengan Tim Legitigasi Judicial Review UU MD3 DPD RI yang dipimpin, I Wayan Sudirta (anggota DPD dari Provinsi Bali). Aktivis LSM yang bergabung dalam Koalisi Amankan Pemilu, berasal dari Constitutional & Electoral Reform Centre/CORRECT, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Aliansi Masyarakat Sipil untuk Revisi Undang-Undang Politik (Ansipol), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP Indonesia), Indonesia Parlemantery Center (IPC), Soegeng Sarjadi Syndicate), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Friederich Batari/Rhama Deny

Proses Legislasi: DPD Ingin Bahas RUU Bersama DPR

JAKARTA-koran-jakarta.  Upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mendapatkan haknya berupa kewenangan untuk ikut mambahas sebuah undang-undang (UU) bersama DPR dan pemerintah hingga RUU itu diputuskan menjadi UU tidak pernah berhenti. Langkah amendemen UUD '45 yang pernah sangat serius diperjuangkan, belum menemui titik terang. Kini, DPD menempuh perjuangan politik melalui uji materi UU Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai Pasal 22D UUD'45.

"Langkah hukum ke MK akan kita lakukan dalam waktu dekat ini. Persiapan sudah matang, tinggal menentukan hari untuk maju ke MK," kata Ketua Tim Litigasi Judicial Review DPD, I Wayan Sudirta, dalam dialog dengan sejumlah wartawan di ruang rapat pimpinan DPD, Selasa (11/9).

Wayan yang didampingi anggota Tim Litigasi yakni Intsiawati Ayus, El Nino Husein Mohi, Jacob Jack Ospara, Asri Anas, dan Juniwati Sofwan, mengatakan tujuan uji materi ke MK tidak lain untuk mengembalikan substansi dari Pasal 22D UUD '45 perihal keikutsertaan DPD dalam membahas sebuah RUU hingga diambil putusan. Selama ini, DPD dikesampingkan dalam soal pembahasan RUU.

Usul RUU dari DPD hanya masuk kotak DPR, padahal persiapan menyusun RUU oleh DPD memakan waktu, tenaga, dan uang yang tidak sedikit. Keseriusan DPD untuk menempuh uji materi ke MK dibuktikan dengan tersusunnya buku kecil berjudul "Merajut Legislasi Merenda Keadilan bagi Daerah" yang berisi upaya-upaya DPD sejak awal untuk memperkuat peran dan kewenangannya serta legal standing bagi uji materi UU MD3.

Dalam dialog yang lebih banyak mendengar masukan dan pemikiran dari para wartawan yang selama ini meliput kegiatan parlemen, banyak usulan dan strategi yang diusulkan bagi upaya DPD ini. Pada saat bersamaan, para wartawan juga menganjurkan agar DPD terus memperkuat kemampuan dan kepeduliannya bagi kepentingan masyarakat yang diwaliki. "Uji materi bertujuan untuk meraih kewenangan DPD. Tapi pada saat yang sama, anggota DPD harus bekerja keras memperjuangan kepentingan masyarakat daerah," ucap seorang wartawan.

Yakin Menang
Sementara itu, tim ahli yang hadir, Refl in Harus SH, menyatakan optimismenya upaya uji materi UU MD3 ke MK akan menuai hasil yang positif. "Melihat substansi UU MD3 yang tidak sesuai dengan Pasal 22D UUD '45, kita yakin DPD akan menang," kata dia. Refli mengatakan kemungkinan besar yang akan maju sebagai pemohon uji materi adalah beberapa anggota DPD. Tapi dia berharap elemen-elemen masyarakat yang selama ini mendukung penguatan DPD juga akan ikut mengajukan hal yang sama. sur/N-1

DPD Siap Uji Materi UU MD3 Kamis Ini


Jurnas.com | HARI Kamis (13/9), Dewan Perwakilan Daerah RI akan memastikan waktu pengajuan uji materi (judicial review) UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3. DPD berencana mengajukan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK) utamanya berkaitan dengan kewenangan DPD di bidang legislasi.

Hal itu disampaikan Koordinator Tim Litigasi Judicial Review UU MD3 dari DPD RI, I Wayan Sudirta (Provinsi Bali), di gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (11/9).

Wayan Sudirta didampingi Sekretaris Tim Ligitigasi, Intsiawati Ayus (Provinsi Riau), bersama anggota Tim, Elnino M Husein (Provinsi Gorontalo), Jacob Jack Ospara (Provinsi Maluku), Juniwati Masjchun Sofwan (Provinsi Jambi), Muh Asri Anas (Provinsi Sulawesi Barat) dan Ahli Tata Negara, Refly Harun.

Refly Harun mengatakan usulan uji materi UU MD3 harus dilakukan oleh DPD. Meskipun ada kelompok lain maupun perseorangan yang juga mengajukan uji materi UU MD3, tetapi DPD harus yang utama karena berkaitan langsung dengan kewenangannya di bidang legislasi.

Refly Harun juga mengatakan semua Rancangan Undang-Undang yang disahkan oleh DPR tanpa melibatkan DPD RI bisa dianggap inkonstitusional. Sebab mandat konstitusi yang menyebutkan bahwa DPD “ikut membahas” merupakan prosedur konstitusi yang mesti dijalankan.

Oleh karena itu, DPD meminta tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap ketentuan “ikut membahas” dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang.

Menyangkut sejauh mana DPD terlibat dalam pembahasan RUU, menurut Refly Harun, itu tergantung tafsir dan putusan MK ke depan setelah diajukan uji materi UU MD3.

Menurut Refly Harun, ada tiga upaya penguatan DPD yaitu amandemen kelima UUD 1945, legislative review UU MD3 dan judicial review UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

Ketua DPD RI, Irman Gusman mengharapkan dukungan semua pihak untuk memperkuat kewenangan DPD RI. “Penguatan kewenangan DPD ini bukan hanya untuk kepentingan DPD saja tapi yang utama untuk kepentingan rakyat dan daerah. Dengan kewenangan yang kuat, maka DPD bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat secara optimal,” kata Irman Gusman, senator dari Provinsi Sumatera Barat ini.

“Apabila kewenangan DPD tidak diperkuat maka aspirasi rakyat kurang optimal diperjuangkan oleh anggota DPD,” kata Wayan Sudirta menegaskan.

Pada Senin (10/9), sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendukung upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk melakukan judicial review atau uji materi terhadap UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.

Dukungan tersebut disampaikan aktivis LSM saat audiensi dengan Tim Legitigasi Judicial Review UU MD3 DPD RI yang dipimpin, I Wayan Sudirta (anggota DPD dari Provinsi Bali). Aktivis LSM yang bergabung dalam Koalisi Amankan Pemilu, berasal dari Constitutional & Electoral Reform Centre/CORRECT, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Aliansi Masyarakat Sipil untuk Revisi Undang-Undang Politik (Ansipol), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP Indonesia), Indonesia Parlemantery Center (IPC), Soegeng Sarjadi Syndicate), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Koalisi LSM Dukung Uji Materi UU MD3

jurnas.com
SEJUMLAH lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendukung upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk melakukan judicial review atau uji materi terhadap UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.

Dukungan tersebut disampaikan aktivis LSM saat audiensi dengan Tim Legitigasi Judicial Review UU MD3 DPD RI yang dipimpin, I Wayan Sudirta di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin (10/9).

I Wayan Sudirta didampingi Anggota DPD RI yang juga anggota Tim Judicial Review UU MD3, antara lain Elnino M Husein (Provinsi Gorontalo), Intsiawati Ayus (Riau), Alirman Sori (Sumatera Barat), Zulbahri (Kepulauan Riau), Jacob Jack Ospara (Provinsi Maluku). Aktivis LSM yang bergabung dalam Koalisi Amankan Pemilu, terdiri dari Refley Harun (Constitutional & Electoral Reform Centre/CORRECT), Veri Junaidi dan Devi Darmawan (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi/Perludem), Yuda Irlang (Aliansi Masyarakat Sipil untuk Revisi Undang-Undang Politik/Ansipol), Pipit Apriani (Komite Independen Pemantau Pemilu/KIPP Indonesia), Sulastio, Ahmad Hanafi dan August M (Indonesia Parlemanteray Center/IPC), Toto Sugiarto (Soegeng Sarjadi Syndicate), Yurist Oloan (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia/Formappi).

Refly Harun berharap DPD bisa diberi kewenangan yang lebih signifikan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan daerah. "Penguatan DPD ini penting agar aspirasi masyarakat bisa diperjuangkan dan disalurkan melalui anggota DPD yang dipilih melalui Pemilu," kata Refly Harun.

Sementara itu, Veri Junaidi dari Perludem, mengatakan penguatan DPD melalui Judicial Review UU MD3 bertujuan untuk mengefektifkan perjuangan mandat rakyat melalui anggota DPD.

Sedangkan Yurist Oloan berharap DPD tidak berhenti untuk memperjuangkan amandemen Kelima UUD 1945. "DPD tidak hanya Judicial Review UU MD3 tapi harus memperjuangkan amandemen konstitusi," kata Yurist Oloan.

Menanggapi dukungan aktivis LSM itu, Wayan Sudirta mengatakan penguatan kewenangan DPD di bidang legislasi dimaksudkan agar aspirasi masyarakat bisa diperjuangkan maksimal oleh anggota DPD. "DPD sudah banyak membuat keputusan, pertimbangan, pendapat dan mengusulkan RUU kepada DPR, tapi kami tidak tahu ke mana usulan DPD itu," kata Wayan Sudirta yang juga Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI ini.

Wayan menegaskan judicial review UU MD3 akan segera diajukan ke Mahkamah Konstitusi bulan September ini.

Wayan menjelaskan, pasal-pasal dalam UU MD3 yang akan di judicial review adalah Pasal 102 ayat (1), Pasal 147 ayat (3) dan ayat (7), Pasal 102 ayat (1) dan Pasal 150 ayat (3) dan ayat (5).

Ketua DPD RI, Irman Gusman menambahkan, dukungan penguatan DPD berasal dari organisasi kemasyarakat, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat bahkan perguruan tinggi.

Friederich Batari

Review UU MD3

fy-indonesia. Koordinator Tim Litigasi Dewan Perwakilan Daerah [DPD], Iwayan Sudirta [kiri] didampingi Anggota DPD Intsiawati Ayus [kanan] saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi yang dilaksanakan Kelompok Tim Ligitasi DPD -RI dengan tema Judicial Review UU MD3 di Ruang Rapat Ketua DPD-RI.Selasa [11/9/2012].fyi/Mulkan Salmun.

Banyak RUU Tak Selesai: Ikrar Minta DPR Berbagi Tugas dengan DPD

JAKARTA, batamtoday - Pengamat Politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti menyatakan bahwa saat ini Indonesia berada dalam tahap pematangan demokrasi. Karena itu hubungan antara DPR dan DPR bisa saling melengkapi dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legilatif.


“Dalam proses pembentukannya, DPD RI sering dianggap sebagai lembaga prematur. Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang tugas dan fungsi DPD,” terang Ikrar.

Pernyataan itu disampaikan Ikrar dalam Dialog Perspektif Indonesia dengan tema ”Memecah Kebekuan Hubungan DPR-DPD” di Pressroom DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta kemarin.

Mengenai hubungan kerja DPD dan DPR, Ikrar mengatakan sudah ada kerjasama yang baik antara kedua lembaga tersebut, contohnya dalam pembahasan RUUK DIY, DPD diajak dalam pembahasannya oleh DPR sebagai mitra yang sejajar.

”Hal itu kenapa tidak menjadi suatu yurisprudensi dan bisa menjadi suatu hal yang dibakukan menjadi UU,” kata Ikrar.

Ikrar menganggap bahwa sekarang DPR ’keteteran’ dalam pembuatan RUU dan pembahasan RUU menjadi UU, karena keahlian di DPR sangat terbatas, dibandingkan dengan pemerintah yang lebih terbagi keahliannya. ”Daripada keteteran lebih baik dibagi dengan DPD,” ujar Ikrar.

Senator asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus mengatakan agenda Judicial Review UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang rencananya akan diajukan DPD RI ke MK, bukan semata-mata mengenai sengketa kewenangan legislasi antara DPD RI dengan DPR RI. Intsiawati mengatakan DPD saat ini belum pada posisi dengan tujuan ketatanegaraan yang ideal.

Kegundahan posisi DPD RI dalam konstitusi, lanjut Intsiawati, beban politiknya akan diberikan ke MK dalam bentuk permohonan penafsiran soal pasal 22D ayat 1 dan 2 UUD 1945, khususnya kata ’dapat’ dan ’ikut’ dalam pembahasan UU, yang akan menjadi rujukan dalam revisi UU MD3 dan UU P3.

“Saya sendiri memahami bahwa Undang-undang merupakan produk kompromi politik, maka dari itu kami meminta MK untuk membuatkan tafsir sesuai konstitusi bagaimana sesungguhnya makna dari kata-kata ikut membahas’ dalam UU MD3,” ujar Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR ini.

Taslim Chaniago (Anggota Komisi III DPR RI dari FPAN), mengatakan keberadaan DPD sangat membantu DPR terutama soal daerah, misalnya otonomi daerah, kekayaan alam daerah. ”Kita sangat membutuhkan DPD karena tidak bisa mengawasi daerah”, jelas Taslim.

Selanjutnya, Taslim menyarankan akan lebih baik jika DPD menunggu proses pembahasan revisi UU MD3 di Baleg DPR selesai, baru mengajukan judicial review jika masih terdapat pasal-pasal yang dinilai kurang jelas.

“Pengajuan judicial review ke MK saat ini justru akan kembali membuat hubungan antara kedua lembaga menjadi beku, ” kata Taslim.

Salah satu hal yang harus segera dilakukan menurut Refly Harun adalah mengupayakan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Tujuan judicial review ini adalah untuk meminta penafsiran yang jauh lebih fixed ketimbang penafsiran yang dimiliki pembentuk Undang-undang,” jelas Refly.

Selain itu, pengamat Hukum Tata Negara ini juga menegaskan pentingnya kesepakatan bangsa terhadap DPD. “Apakah kita masih butuh DPD atau tidak?” ungkapnya yang kemudian melanjutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan DPD yang mewakili daerah.

Pasang Surut Hubungan Antar Lembaga DPR dan DPD RI


Jakarta, dpd.go.id - Dewan Perwakilan Daerah RI dalam waktu dekat akan meminta pendapat Mahkamah Konstitusi untuk menafsirkan beberapa pasal dari UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang terkait dengan wewenang DPD. Dari proses tersebut diharapkan ada tafsir resmi yang mengatur hubungan kelembagaan antara DPR dan DPD RI. Selama ini, DPD merasa DPR telah mengabaikan wewenang DPD untuk ikut serta dalam pembahasan RUU tertentu yang menjadi domain DPD. Hal tersebut menjadi topik bahasan dialog interaktif Perspektif Indonesia dengan tema “Memecah Kebekuan Hubungan DPR-DPD,” Jum’at (07/09/2012) di Pressroom DPD RI.

Hadir sebagai wakil DPD, Senator asal Provisi Riau, Intsiawati Ayus, menyatakan bahwa dalam judicial reiview ini DPD RI berada dalam posisi meminta MK menafsirkan bukan melakukan gugatan kewenangan antar lembaga Negara. “Saya sendiri memahami bahwa Undang-undang merupakan produk kompromi politik, maka dari itu kami meminta MK untuk membuatkan tafsir sesuai konstitusi bagaimana sesungguhnya makna dari kata-kata “ikut membahas” dalam UU MD3,” ujar Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR ini.

Di DPR RI sendiri, saat ini sedang dibahas RUU revisi atas UU MD3. Menurut anggota Komisi III DPR RI dari FPAN, Taslim Chaniago, akan lebih baik jika DPD menunggu proses pembahasan revisi UU MD3 ini selesai baru mengajukan judicial review jika masih terdapat pasal-pasal yang dinilai kurang jelas. “Pengajuan judicial review ke MK saat ini justru akan kembali membuat hubungan antara kedua lembaga menjadi beku, ” kata Taslim.

Sebagai lembaga perwakilan, baik DPD maupun DPR seharusnya menjadi mitra yang sejajar (equivalent partner). Namun jika satu pihak memiliki kewenangan sangat besar sementara pihak lain hanya diberi kewenangan yang sangat terbatas, maka akan sulit terjadi check and balances antar kamar dalam parlemen. Pengamat Politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti menyatakan bahwa saat ini Indonesia berada dalam tahap pematangan demokrasi. “Dalam proses pembentukannya, DPD RI sering dianggap sebagai lembaga premature. Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang tugas dan fungsi DPD,” terang Ikrar. Oleh karena itu, menurutnya perlu ada penjelasan yang memperjelas posisi DPD.

Salah satu hal yang harus segera dilakukan menurut Refly Harun adalah mengupayakan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Tujuan judicial review ini adalah untuk meminta penafsiran yang jauh lebih fixed ketimbang penafsiran yang dimiliki pembentuk Undang-undang,” jelas Refly. Selain itu, pengamat Hukum Tata Negara ini juga menegaskan pentingnya kesepakatan bangsa terhadap DPD. “Apakah kita masih butuh DPD atau tidak?” ungkapnya yang kemudian melanjutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan DPD yang mewakili daerah. (af/saf)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.