Revisi Perppu Harus Cepat dan Terbatas

KPU Kutai Timur - SEMUA fraksi di Komisi II DPR sepakat menyetujui pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang.
Namun, sebagian besar dari 10 fraksi yang ada di Komisi II DPR masih menghendaki revisi pelaksanaan pilkada langsung. ”Fraksi-fraksi menyampaikan materi yang nanti menjadi bahan revisi setelah perppu ini jadi undang-undang,” kata Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman, Senin (19/1), seusai pengambilan keputusan tingkat I terkait perppu itu di Jakarta.
Perppu Pilkada Langsung dan Pemerintahan Daerah pun akan disahkan menjadi undang-undang (UU) pada rapat paripurna di DPR hari ini. Rapat dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Tjahjo mengatakan, pemerintah mencermati masukan dari fraksi-fraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk menyempurnakan pasal-pasal di kedua perppu itu. ”Namun, perppu ini sudah dapat dijadikan landasan hukum untuk pilkada,” ujarnya.
Menurut Tjahjo, UU terkait pilkada langsung ini dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum pelaksanaan pilkada langsung yang pada tahun ini akan digelar di 204 daerah. ”Kalau revisi (UU Pilkada Langsung), kami rasa tidak mungkin dalam persidangan ini karena waktunya terbatas,” katanya.
Dalam pandangan mini fraksinya, juru bicara fraksi Golkar, Agung Widiyantoro, mengatakan, setidaknya ada lima masalah yang harus disikapi. Lima masalah itu adalah pertama, yang diajukan calon kepala daerah atau pasangan calon. Kedua, karena pelaksanaan pilkada serentak menuntut waktu yang sama, ada pelaksana tugas kepala daerah yang menjabat cukup lama. Ini bisa menjadi masalah bagi penyelenggara pemerintahan daerah. Ketiga, penjadwalan tahapan pilkada dinilai terlalu panjang. Keempat, terkait kemampuan pengadilan tinggi menangani sengketa pilkada. Kelima, jeda waktu antara uji publik dan pilkada selama lima bulan dinilai terlalu lama.
Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, Januar Prihatin, mengatakan, fraksinya mendukung pilkada langsung karena menjamin perluasan partisipasi rakyat. Namun, PKB melihat pilkada langsung belum ideal sehingga harus disempurnakan. PKB menyoroti soal persyaratan calon yang lebih banyak berurusan dengan soal administrasi sehingga tidak menggambarkan kompetensi dan integritas.
Waktu penahapan pilkada selama 13-17 bulan, menurut Januar, juga terlalu lama. ”Pilkada serentak juga harus dikaji apakah secara nasional, provinsi, atau regional? Apakah serentak berdasarkan hari, minggu, atau bulan yang sama,” ucapnya.
Mewakili Fraksi PPP, anggota DPR, Arwani Thomafi, mengatakan, masyarakat memang menginginkan pilkada langsung. Anggota DPD dari Riau, Intsiawati Ayus, mengatakan, DPD menerima Perppu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2014 disahkan menjadi undang-undang.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini sependapat dengan keinginan mayoritas fraksi di Komisi II DPR untuk merevisi Perppu Pilkada. Namun, revisi ini cukup dilakukan secara terbatas, hanya mengubah beberapa pasal. Revisi tersebut juga harus dilakukan dengan cepat agar tidak mengganggu proses sirkulasi elite daerah.
Hadar Nafis Gumay, di Jakarta, Senin (19/1), mengatakan, rancangan peraturan KPU (PKPU) dalam merumuskan syarat pendaftaran bakal calon didasarkan pada prinsip hubungan antara partai pengusung dan calon agar lebih kuat. Diharapkan tak sekadar hubungan pragmatis, tetapi lebih kuat, bahkan hingga sampai ideologis.
Komisioner KPU yang lain, Arief Budiman, mengatakan, semua pihak harus konsisten sejak awal, baik dari sisi koalisi maupun calon. ”Jika parpol atau gabungan parpol ketika uji publik bawa lima bakal calon, ya, nantinya parpol atau gabungan parpol itu hanya bisa ambil salah satu dari lima orang itu ketika pendaftaran calon,” katanya.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 telah disetujui DPR. Pendaftaran bakal calon akan dilakukan pada 26 Februari hingga 3 Maret 2015. Uji publik untuk bakal calon digelar 13 April hingga 12 Mei 2015, kemudian untuk pendaftaran calon 4 Agustus hingga 6 Agustus 2015, sementara penetapan dan pengumuman pada 22 Agustus 2015.
Perppu No 1/2014 berbeda dengan tradisi pilkada sebelumnya. Kali ini pilkada mensyaratkan pendaftaran bakal calon dimulai enam bulan sebelum pendaftaran calon. Tiga bulan sebelum pendaftaran calon, digelarlah uji publik bagi para bakal calon.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, konsekuensi dari prinsip konsistensi pendaftaran bakal calon hingga pendaftaran calon itu membuat persyaratan di kedua pendaftaran tersebut dibuat sama. Meski disadari, dokumen persyaratan di kedua pendaftaran tersebut berbeda satu dengan yang lain. Bagi bakal calon yang akan lewat parpol sudah harus konsolidasi internal partainya sejak sekarang apakah partainya memenuhi persyaratan minimal perolehan 20 kursi atau 25 persen suara sah pemilu DPRD lalu atau tidak. Jika tak memenuhi syarat, harus berkoalisi dengan partai lain.
Dalam Perppu No 1/2014, hanya syarat pendaftaran calon yang diatur, sementara syarat pendaftaran bakal calon tak dijelaskan. Husni mengatakan, syarat pendaftaran bakal calon akan diselaraskan dengan syarat pendaftaran calon. Dalam rancangan PKPU, syarat pendaftaran bakal calon telah dibuat sama kecuali syarat dukungan untuk pendaftaran bakal calon perseorangan yang mendapat keringanan, yaitu hanya menyetor 5 persen dukungan dari total dukungan. (rumahpemilu.org)

Komite I DPD RI Putuskan Terima Dua Perppu

WARTAHARIAN.CO-(Jakarta) Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memutuskan untuk menerima dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang mengatur mekanisme pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, yakni Perppu Nomor 1/2014 dan Perppu Nomor 2/2014. Rapat pleno mengesahkan pandangan tersebut di Gedung DPD RI Kompleks Parlemen, Senayan - Jakarta, Kamis (15/01) siang.

Kamis (15/01) malam, Komite I DPD RI mengikuti rapat kerja (raker) Komisi I DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham). Dalam kesempatan itu, Komite I DPD bersama Komisi II DPR menyampaikan pandangannya.

Sementara Pemerintah menyampaikan keterangannya atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perppu Nomor 1/2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; serta RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2/2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam (senator asal Jawa Tengah) memimpin rapat pleno Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/01). Dia memberikan kesempatan kepada setiap senator guna menyampaikan pendapatnya sebelum pengambilan keputusan.

“Posisi (sikap) draw, jumlah yang menerima dan menolak perppu sama (banyak). Saya menerima perppu,” ucapnya, setelah dia mendata jumlah para senator yang menerima dan menolak perppu sama banyak.

Para senator memiliki alasan ihwal manfaat dan mudarat pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota), baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota (tak langsung) maupun rakyat (langsung). Setiap tahapan pemilihan memiliki masalah, baik tak langsung maupun langsung.

“Mudarat harus dihilangkan. Lewat DPRD, kita bisa mengawasi. Misalnya, 1-2,5 miliar per kepala. Apa iya? Berani? Saya menolak perppu, sikap ini tidak dipengaruhi kelompok mana pun,” tegas Juniwati Tedjasukmana Masjchun Sofwan (senator asal Jambi).

Untuk pemilihan tak langsung, masalah pada tahapan persiapan selama pencalonan partai atau gabungan partai seperti calon kepala daerah yang diajukan fraksi atau gabungan fraksi DPRD tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Calon kepala daerah memiliki kompetensi dan integritas rendah, dan politik uang selama pengusungan calon kepala daerah.

Sedangkan calon perorangan (independen) tidak bisa sebagai peserta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Masalah pada tahapan pelaksanaan seperti politik uang selama pemungutan dan penghitungan suara.

Sedangkan masalah pada tahapan penetapan seperti DPRD menyandera kepala daerah dengan ancaman pemberhentian (impeachment), “balas budi” atau “balas jasa” antara kepala daerah dan fraksi dan gabungan fraksi DPRD, dan kepala daerah kurang memperhatikan rakyat serta pemerintahan dan pembangunan karena diajukan fraksi atau gabungan fraksi DPRD.

Untuk pemilihan langsung masalah pada tahapan persiapan seperti biaya banyak (mahal), bakal calon yang memiliki uang, populis, dan/atau kekerabatan; dan incumbent (petahana) mengerahkan sumber daya pemerintah daerah yang dikemas program/kegiatan terselubung. Masalah pada tahapan pelaksanaan seperti rawan konflik, politik uang, birokrat terbelah, dan kinerja birokrasi terganggu.

Bahkan pejabat daerah dimutasikan dan/atau dinon-job-kan; biaya banyak (mahal); hubungan sosial budaya masyarakat rusak (terfragmentasi), birokrasi dipolitisasi, dan penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah berpihak atau tidak netral. Sedangkan masalah pada tahapan penetapan seperti tim sukses yang ikut mengatur dan mempengaruhi kepala daerah selama melaksanakan pemerintahan dan pembangunan, kelompok masyarakat membarter kepentingannya semisal menuntut penguasaan lahan dan pemekaran daerah, jumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut tindak pidana korupsi bertambah, serta sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) bertambah.

Juniwati Tedjasukmana Masjchun Sofwan bersama Rijal Sirait (senator asal Sumatera Utara),  Eni Sumarni (senator asal Jawa Barat), Ahmad Subadri (senator asal Banten), Yusran A Silondae (senator asal Sulawesi Tenggara), Abdul Azis Khafia (senator asal Daerah Khusus Ibukota Jakarta), dan Nurmawati Dewi Bantilan (senator asal Sulawesi Tengah) di pihak yang menolak perppu, karena mudaratnya yang banyak ketimbang manfaatnya. Sementara di pihak yang menerima perppu antara lain Akhmad Muqowam bersama Muhammad Mawardi (senator asal Kalimantan Tengah), Marthin Billa (senator asal Kalimantan Timur), Intsiawati Ayus (senator asal Riau), Jacob Esau Komigi (senator asal Papua Barat), dan Yanes Murib (senator asal Papua). (WH/DS)

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.