PEKANBARU - Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia  (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Anggaran Daerah, mewanti-wanti soal penggunaan Anggaran oleh Pemprov Riau. Pasalnya, berdasarkan catatan Kemendagri, belanja tidak langsung masih mendominasi alokasi APBD Riau 2016 ini.

"Utamakan belanja untuk kebutuhan publik atau belanja langsung. Juga untuk biaya Perjalanan Dinas pegawai, hal ini saya rasa harus diperhatikan betul oleh Pak Gubernur," tegas Dirjen Bina Anggaran Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, saat memberikan pemaparan dalam Musrenbang penyusunan RPJPD Riau 2005-2025, Rabu (22/6) di Hotel Arya Duta Pekanbaru.

RPJPD Riau sendiri telah ditetapkan berdasarkan Perda nomor 9 tahun 2009. Namun berdasarkan UU nomor 17 tahun 2007 dinyatakan bahwa RPJPD Tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah untuk periode 20 Tahun, sehingga terhitung sejak tahun 2005-2025 mengacu kepada RPJPD Nasional.

Persoalan lain yang disoroti Dirjen terkait penggunaan anggaran di Provinsi Riau, adalah mengenai pengelolaan PDAM. Berdasarkan data, 40% biaya dikeluarkan hanya untuk pembayaran tagihan listrik PDAM. Belum lagi pengeluaran teknis-operasional lainnya, tak heran, dari sektor air bersih ini Pemerintah selalu merugi.

"Ini yang dikatakan PDAM tidak sehat. Maka saya menyarankan kepada Pak Gubernur agar membuat perusahaan bersama daerah-daerah (BUMD) yang berbasis . Dari sini juga bisa dialokasikan APBD Riau agar SILPA kita yang diatas 3 triliun itu bisa dikurangi. Menurutnya hal ini sah-sah saja karena peruntukannya untuk pelayanan publik," urainya.

Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD/MPR RI) asal Riau, Intsiawati Ayus, berharap dengan dibentangnya semua persoalan serta solusi mengenai pengelolaan Anggaran ini, Pemprov Riau bisa lebih memaksimalkan serapan APBD 2016.

"Saya berharap Pemprov bisa lebih proaktif untuk menggerakkan seluruh sumber daya aparaturnya  dari hulu ke hilir seraya mengawal realisasi program-program,” ujarnya. Intsiawati mengingatkan kepada Pemprov agar mengurangi kegiatan yang bersifat seremonial karena hal tersebut selalu menjadi sumber sorotan Pusat terhadap Provinsi Riau, tandasnya.

Di sisi lain, tentang pengembangan budaya dan pariwisata di Riau, dirinya berkeyakinan masih banyak hal dan inovasi yang bisa dilakukan, untuk lebih memaksimalkan potensi yang ada.

"Masing-masing daerah di Riau punya objek wisata, baik destinasi, kuliner, hingga even budaya yang bisa diangkat ke tingkat nasional bahkan internasional. Destinasi ‘Bono’ di Pelalawan dan ‘Bakar Tongkang’ di Rohil, atau ‘Tour De Siak’  misalnya, menurutnya Pemprov bisa mempromosikan even tersebut secara lebih gencar ke dunia, melalui media dan promosi internasional" ungkapnya.

Juga kekayaan warisan budaya, banyak peninggalan bersejarah di Riau yang harus digenjot promosinya. Seperti keberadaan Istana Siak, Candi Muara Takus, Masjid-Masjid Tua, serta Makam para Raja, yang menyisakan bukti-bukti kejayaan peradaban masa lalu di Riau.

"Saat ini minat wisatawan domestik saja masih rendah. Jadi strategi promosi yang efektif harus sering dilakukan, terutama lewat media online dan media sosial. Banyak juga pameran budaya tingkat Nasional dan Internasional, nah Kita harus selalu ikut partisipasi," tutupnya.

Untuk diketahui, alokasi Anggaran untuk sektor budaya dan pariwisata di Riau ternyata masih sangat  rendah, yakni dibawah 2%. (Rls)
TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Lima pemerintah kabupaten/kota yang ada di Riau melaporkan permasalahan jalan dan jembatan di daerah masing-masing. Hal ini mereka sampaikan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang membahas tentang perbaikan dan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan Provinsi Riau, yang digelar DPD RI di Aula Kantor Bupati Kuansing, Rabu (15/6).

Rapat itu, dihadiri oleh pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Bidang Pelaksana Perencanaan Jalan Nasional (BPPJN II). Adapun 5 kabupaten/kota tersebut, yaitu Kabupaten Kuansing, Inhil, Inhu, Kampar dan Kota Dumai. Selain itu juga turut hadir Kadis Bina Marga Provinsi Riau, Kajari Kuansing, Danrem, Kapolres Kuansing, Ketua DPRD Kuansing beserta perwakilan anggota dan unsur Pemkab Kuansing lainnya.

Bupati Kuansing Mursini, dalam sambutannya mengapresiasi atas kesediaan pihak Kementrian yang datang untuk mendengarkan langsung, paparan dari masing-masing wilayah di Riau, mengenai kondisi terkini infrastruktur jalan dan jembatan. ‘’Terimakasih kepada DPD RI yang mengagendakan pertemuan ini. Mari rekan-rekan dari kabupaten lainnya, memanfaatkan pertemuan ini untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya mengenai permasalahan jalan dan jembatan,’’ papar Mursini.

Mewakili Bupati Inhu, Kepala Bappeda Junaedy Rahmat, dalam penyampainnya mengatakan persoalan jalan di Inhu perlu perhatian dengan peningkatan status jalan. ‘’Memang tahun ini kami dapat rigid sepanjang 5 Km yang dananya dari APBN, dari Japura sampai Pematang Rebah. Di dalam e-planing 2017 mendatang, kami juga sudah sampaikan pada Musrenbang provinsi, bahwa kami mengusulkan Rp196 miliar untuk peningkatan jalan di Inhu,’’ sebutnya.

Sementara itu, Pemkab Inhil menyampaikan keluhan infrastruktur jalan yang sangat memprihatinkan, bukan hanya jalan lintas melainkan dalam kota juga. ‘’Kami yang berada di ujung selatan Riau ini sangat perlu perhatian. Kami sudah berupaya maksimal ke DPR RI, Bappenas, Kemenkeu, yang menyangkut untuk urusan anggaran-anggaran perbaikan jalan,’’ kata Sekretaris Bappeda Inhil, Andrismar MP.

Anggota DPD/MPR RI asal Riau, Intsiawati Ayus mengatakan permasalahan ini pada dasarnya soal komunikasi saja. ‘’Posisi saya sebagai mitra kerja secara lembaga. DBH (dana bagi hasil) yang besar dari Riau namun kecil pembagiannya, saya dapat katakan permasalahan utamanya ada pada komunikasi,’’ ungkapnya.(luk)

Read more: http://www.riaupos.co/117394-berita-5-daerah-dan-dpd-bahas-infrastruktur.html#ixzz4CJIfh91G
Anggota DPD RI asal Riau Intsiawati Ayus memberikan perhatian kepada Petani Kelapa Kopra di Inhil. Sempena HUT kabupaten ke 51, Intsiawati Ayus berikan SK SRG ke petani.

Riauterkini - TEMBILAHAN - Penantian para petani kelapa kopra di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) mengenai Sistem Resi Gudang (SRG) untuk komoditi kelapa rakyat mulai menemui titik terang. Sebab Peraturan tentang SRG dari Kementrian Perdagangan, melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) telah dikeluarkan.

Kepastian tersebut, terjawab dengan hadirnya Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD/MPR) RI Dapil Riau, Intsiawati Ayus SH MH, Selasa (14/16) saat mengikuti Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Inhil, dalam rangka Milad (HUT) Kabupaten Inhil ke 51.

IA sapaan akrab Intsiawati, dalam kesempatan tersebut menyerahkan Peraturan baru Menteri Perdagangan RI No. 35/M-DAG/PER/5/2016 Tentang Perubahan Permendag Tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang yang kini memasukkan Kopra sebagai salah satu produk SRG kepada Bupati Inhil dihadapan Anggota DPRD Inhil, jajaran Pemkab Inhil, serta unsur Forkopimda lainnya.

SRG yang merupakan kebijakan stabilitas harga komoditas pertanian, baik itu yang berasal dari sub sektor tanaman pangan maupun perkebunan, yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Kemendag RI, dengan pengendalian tata niaganya dilakukan melalui BAPPEBTI. Melalui SRG maka dua permasalahan utama petani, yaitu biaya produksi yang tinggi dan harga komoditi yang rendah ketika musim panen dapat terjawab. Dengan menggunakan Resi Gudang petani dapat menjaminkan komoditi yang disimpannya untuk memperoleh kredit dari pemerintah. Dan, dalam waktu sampai paling lama 3 bulan dokumen resi gudang tersebut bisa juga dicairkan di Bank-Bank Pemerintah seperti BRI atau BNI.

Selain itu dengan menyimpan komoditinya di dalam gudang maka para petani kelapa akan memiliki patokan harga yang jelas sesuai pasaran yang berlaku dan dapat mengontrol penjualan sesuai dengan harga yang mereka inginkan. Kelapa yang sudah diantar ke gudang penjualannya bisa ditunda oleh para petani menunggu harga naik. 

IA menyatakan, perjuangan untuk mendapatkan persetujuan masuknya kopra dalam Permendag terkait SRG ini tak lepas dari kerja sama secara kemitraan antara DPD RI dengan Pemkab Inhil.

"Alhamdulillah SRG yang sudah kita impikan selama ini akhirnya sudah terjawab. Kini gudang dan pelabuhan untuk SRG yang sudah siapkan oleh Pemkab sejak 2011 segera bisa difungsikan. Selanjutnya, Kami meminta kepada Eksekutif dan Legislatif Inhil, agar duduk bersama untuk merancang dan menerbitkan Perda SRG tersebut," tegasnya.

IA juga meminta kepada Pemkab agar seluas-luasnya melakukan sosialisasi kepada para petani agar sistem ini sungguh-sungguh difahami dan bermanfaat bagi petani agar sistem ini tidak dimanfaatkan oleh sekelompok orang/pengusaha yang dalam jangka panjang akan mengarah pada penguasaan pasar oleh sedikit pedagang (oligopoli).

Setelah Peraturan SRG ini diperoleh, menurutnya masih banyak hal yang akan dilakukan guna memaksimalkan nilai jual kelapa di Inhil. Diantaranya yaitu dengan menyelenggarakan workshop terkait peningkatan pemanfaatan produk turunan kelapa, disamping keberadaan kopra, seperti sabut kelapa, air kelapa, dan batok tempurung kelapa.

"Workshop ini nanti lebih khusus kita berikan kepada petani kelapa. Agar dengan adanya SRG ini, maka bisa memaksimalkan sumber-sumber yang terdapat dari kelapa, yang bernilai ekonomis tinggi," tambahnya.

Wacana untuk menerapkan SRG untuk kopra ini, sudah berkembang sejak tahun2014 silam. Lalu pada 2015 SRG Pemkab mensosialisasikannya kembali ke 20 Kecamatan di Inhil. SRG sendiri, dianggap menjadi salah satu solusi bagi penguatan sistem ekonomi kerakyatan di Kabupaten Inhil yang 70 persen masyarakatnya bekerja sebagai petani kelapa kopra.

"Inilah yang ditunggu masyarakat Inhil selama puluhan tahun. Betul-betul hadiah yang luar biasa di Milad Inhil yang ke 51," ujar Bupati Inhil, HM Wardan. ***(dan)
Pekanbaru, Detakriaunews.com - Manajemen sampah di Kota Pekanbaru, yang saat ini semrawut dan tengah  menjadi sorotan. Apalagi Pekanbaru dahulunya, sering mendapatkan Penghargaan Kota Terbersih atau Adipura.

Anggota DPD RI asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyebutkan, permasalahan sampah di tiap daerah itu berbeda-beda. Untuk itu penanganan sampah merupakan tugas Kepala Daerah untuk bisa mengatasinya.

"Seperti masalah sampah di Pekanbaru beda dengan di Jakarta. Tapi kuncinya ada pada leadership pemimpinnya," ungkap Intsiawati kepada wartawan, Kamis (09/06).

Untuk di Pekanbaru, menurutnya lagi, mestinya kondisi darurat sampah seperti ini tidak perlu terjadi. Karena Pekanbaru yang sering mendapatkan Adipura, harusnya paham pengelolaan terhadap sampah.

"Jadi tidak hanya kesalahan, tapi kesesatan jika sampai darurat sampah seperti ini," terang Intsiawati.

Intsiawati berharap, agar persoalan ini bisa ditangani secepatnya oleh Pemko Pekanbaru. Karena jika dibiarkan berlama-lama, masalah ini akan menjadi besar. "Yang jadi korban nanti justru masyarakat Pekanbaru," pungkasnya. (DON

- See more at: http://www.detakriaunews.com/berita-ini-kata-intsiawati-ayus-terkait-darurat-sampah-di-pekanbaru.html#sthash.6kE9gwGJ.dpuf
PEKANBARU -- Gaung Riau-- Manajemen sampah di Kota Pekanbaru yang saat ini semrawut dan tengah  menjadi sorotan. Apalagi Pekanbaru dahulunya sering mendapatkan Penghargaan Kota Terbersih atau Adipura.

Anggota DPD RI asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyebutkan permasalahan sampah di tiap daerah itu berbeda-beda. Untuk itu penanganan sampah merupakan tugas Kepala Daerah untuk bisa mengatasinya.

"Seperti masalah sampah di Pekanbaru beda dengan di Jakarta. Tapi kuncinya ada pada leadership pemimpinnya," ungkap Intsiawati kepada wartawan, Kamis 9 Juni 2016.

Untuk di Pekanbaru, menurutnya lagi, mestinya kondisi darurat sampah seperti ini tidak perlu terjadi. Karena Pekanbaru yang sering mendapatkan Adipura, harusnya paham pengelolaan terhadap sampah.

"Jadi tidak hanya kesalahan, tapi kesesatan jika sampai darurat sampah seperti ini," terang Intsiawati.

Intsiawati berharap agar persoalan ini bisa ditangani secepatnya oleh Pemko Pekanbaru. Karena jika dibiarkan berlama-lama, masalah ini akan menjadi besar. "Yang jadi korban nanti justru masyakat Pekanbaru," pungkasnya.**(dwi)
PEKANBARU, RanahRiau.com - Ratusan mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR) menghadiri Sosialisasi 4 Pilar MPR RI Berbangsa dan Bernegara, yang digelar Anggota DPD/MPR RI asal Riau, Intsiawati Ayus SH MH, Jum'at (3/6/16).

Adapun pokok pembahasan dalam Sosialisasi tersebut, yakni penjabaran nilai-nilai dasar 4 Pilar diantaranya Pancasila, Undang-undang dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Iin sapaan akrab Intsiawati Ayus, mengatakan sangat perlu untuk kembali mengingatkan kepada generasi muda, tentang pentingnya 4 Pilar dalam kehidupan sehari-hari.

"Masih ada rakyat Indonesia, yang beranggapan bahwa empat pilar hanya sekedar slogan-slogan saja. Sekedar suatu ungkapan indah, yang kurang atau tidak bermakna dalam menghadapi era globalisasi. Bahkan ada yang beranggapan bahwa empat pilar tersebut  sekedar sebagai jargon politik. Yang diperlukan adalah landasan riil dan konkrit yang dapat dimanfaatkan dalam persaingan menghadapi globalisasi," kata dia.

Sesi tanya jawab dalam Sosialisasi 4 Pilar tersebut tidak disia-siakan oleh Yunra, Mahasiswa baru, Fakultas Hukum UIR. Ia bertanya, kenapa lambang negara Indonesia adalah Burung Garuda dan posisinya memandang kesebelah kanan.

"Kan masih banyak binatang lainnya untuk dijadikan lambang Negara. Apa pertimbangannya sehingga memilih Burung Garuda," tanya dia.

Iin menjawab, jika dahulunya telah dilakukan sayembara oleh para pendiri Negara Indonesia. Dan hasil rancangan dari Sultan Hamid II lah yang dipilih, yakni Burung Garuda.

"Terhadap Posisi kepala yang menghadap sebelah kanan, mengartikan Burung Garuda melihat kearah yang baik. Karena sebelah kanan dinilai lebih baik daripada kiri," kata dia.

Pada kesempatan itu, Mahasiswa diperkenalkan dengan lagu 'Pancasila Rumah Kita' sembari dibekali buku materi Sosialisasi 4 Pilar MPR RI. (Nof)

http://ranahriau.com/berita-1601-intsiawati-sosialisasikan-4-pilar-di-uir.html#sthash.obDE4CNX.dpuf

Memaknai Pancasila sebagai dasar untuk tegak dan kokohnya Negara Indonesia, memang harus disadari oleh seluruh elemen bangsa. Demikian disampaikan Anggota DPD/MPR RI asal Riau Intsiawati Ayus.

Riauterkini - JAKARTA - Tepat di hari ini menjadi sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, dimana tanggal 1 Juni merupakan lahirnya dasar Negara Indonesia yakni Pancasila, sebagai pemersatu seluruh bangsa Indonesia.

Memaknai Pancasila sebagai dasar untuk tegak dan kokohnya Negara Indonesia, memang harus disadari oleh seluruh elemen bangsa. Hal inilah yang disampaikan Anggota DPD/MPR RI asal Riau, Intsiawati Ayus SH MH.

"Pancasila adalah kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang berakar dari kebudayaan bangsa, sehingga Pancasila merupakan jatidiri bangsa Indonesia," katanya.

Itu sebabnya, karakter individu dalam kepribadian bangsa Indonesia selayaknya senantiasa mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Karena pengaruh globalisasi kini sudah mengakibatkan generasi muda bangsa Indonesia tercerabut dari akarnya.

"Bangsa kita adalah bangsa yang religius atau berketuhanan, tetapi banyak remaja zaman sekarang mulai banyak yang menjauhi kehidupan beragama bahkan mencemooh moral yang berlandaskan agama," papar dia.

Melihat dari sejarah, dahulunya sifat kebersamaan, gotong royong, santun nan ramah tamah, menjadi kepribadian bangsa Indonesia. Namun anak muda sekarang cenderung individualistik, serta sering menggunakan kekerasan dalam bertindak.

Untuk itulah, kata dia, Pancasila harus giat direvitalisasikan dalam konteks kekinian sehingga terinternalisasi dalam kehidupan keseharian generasi muda bangsa.

Juga untuk penanaman Pancasila itu sendiri, mestinya dilakukan melalui beragam pendekatan, bukan saja melalui sekolah, sosialisasi atau kuliah, tapi juga melalui pendekatan kultural dan sosial, seperti dalam berbagai kegiatan seni, ekstrakutrikuler, kegiatan hobby, komunitas-komunitas anak muda, bahkan melalui permainan ketangkasan (games) dan outbound.

"Pemahaman Pancasila sudah saatnya dibawakan dengan cara persuasi yang populis, informal, ramah, dua arah dan inspiratif. Tidak lagi dengan cara yang kaku, formal, dan satu arah. Karena dalam konteks besar Pancasila adalah rumah kita," tutupnya. ***(dan)
Radarpolitik.com, Jakarta – Wakil Ketua BPKK DPD RI Intsiawati Ayus menegaskan jika usaha membubarkan DPD RI berarti sama dengan akan membubarkan NKRI. Sebab, lahirnya DPD RI ini sebagai dorongan untuk memperkuat NKRI melalui penguatan otonomi daerah. Sehingga keberadaan DPD RI ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah.

“Jadi, kalau ada yang ingin membubarkan DPD berarti mau membubarkan NKRI. Di mana fungsi utama kelahiran DPD RI adalah untuk memperkuat otonomi daerah sekaligus memperkuat NKRI,” tegas Intsiawati Ayus dalam dialog kenegaraan ‘Penguatan fungsi lembaga perwakilan di Indonesia’ bersama pimpinan Kelompok DPD di MPR RI Nurmawati Dewi Bantilan, guru besar hukum UKI Mukhtar Pakpahan dan pengajar hukum UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (10/2).

Seperti dikutip Halloapakabar.com, menurut Intsiawati, tidak semua kebutuhan masyarakat itu bisa dipenuhi oleh DPR RI, sehingga harus diakomodir melalui DPD RI. “Kita memahami bahwa masih banyak daerah yang tertinggal, miskin, tidak punya listrik, krisis air bersih, transportasi yang buruk dan lain-lain, maka dibutuhkan kehadiran DPD RI,” ujar senator asal Provinsi Riau itu.

Hal senada dikatakan Nurmawati, jika kelahiran DPD RI ini sebagai perjuangan sejarah reformasi yang menyadari pentingnya daerah, karena kekayaan sumber daya alam (SDA) ada di daerah, yang diharapkan bisa dikelola dengan optimal untuk kesejahteraan daerah dan sebagainya. “Sama halnya dengan lahirnya KPK. Maka, lahirnya DPD ini tak kalah pentingnya dengan KPK,” katanya.

Tapi, kalau dinilai kinerjanya belum maksimal, itu kata Nurmawati, karena kewenangan yang diberikan juga terbatas. Padahal, kalau DPD RI tak ada, mungkin Aceh, NTT dan Papua sudah lepas dari NKRI. Karena itu, otonomi daerah harus diperkuat untuk mendukung NKRI. Sehingga membubarkan DPD RI berarti akan menambah masalah, dan bukan menyelesaikan masalah,” ungkap anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah itu.

Mokhtar Pakpahan menegaskan jika dirinya mendukung penguatan DPD RI dan bukan membubarkannya. Hanya saja ketika kekuatan itu diberikan dia berharap DPD RI jangan sampai ‘melacurkan diri’ untuk misalnya barter politik UU dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Sebagaimana halnya dilakukan oleh DPR RI selama ini.

Mengapa? Karena DPR RI itu tersandera kepentingan parpol dan kelompok. “Jadi, problemnya DPD ini memang politik. Yaitu, mau tidak DPR RI membagi kewenangannya dengan DPD RI, karena sampai saat ini meski ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga tidak berjalan. Maka masalah bukan hukum dan konstitusi, melainkan politik,” tambahnya.

Menurut Mokhtar, kehadiranDPD ini sebagai kebutuhan reformasi untuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, maka lahir KPK, dan untuk legislasi (UU) lahirlah DPD RI. Di mana kehadiran DPD diharapkan menjadi jalan tengah antara Presiden RI dan DPR RI dalam pembahasan RUU. Mengapa? Sebab, sulit berharap kepada politisi. “Misalnya Kejagung, yang diminta direshuffle, itu karena ada kepentingan politik dalam menjalankan tugasnya. Termasuk mendukung revisi UU KPK,” ungkapnya.

Dengan demikian dia menyarankan DPD RI yang sudah dekat dengan rakyat selama ini harus ditingkatkan lagi, dan menyampaikan bahwa perjuangannya dalam legislasi, anggaran dan pengawasan selama ini yang dinilai belum maksimal adalah akibat kewenangan yang terbatas dan masih tergantung kepada DPR RI.

Zainal Arifin berpendapat jika seluruh analisis menyatakan DPD dibutuhkan. Di mana kehadiran DPD RI itu untuk memperkuat sistem dua kamar (DPR dan DPD). Anomalinya, sistem dua kamar itu belum berjalan sebagaimana mestinya. Padahal di UU, DPD ikut membahas, tapi dalam UU MD3 pembahasan sampai tahap kedua, yang seharusnya sampai tiga tahap pengambilan keputusan. “Jadi, peran DPD RI belum naik kelas dan terjadi proses pengerdilan yang sistimatis,” katanya.

Sama halnya dengan sistem politik ketatanegaraan selama ini, yang seharusnya presidensil, tapi faktanya semi parlemen. Karena itu jalan satu-satunya menurut Zainal, adalah amandemen UUD 1945. Dan DPD sebagai produk reformasi, kalau dibubarkan, maka MK, KY dan KPK juga bisa bubar.



Yang pasti kata Zainal, Indonesia belum menyepakati seperti apa dan bagaimana seharusnya DPD RI ini? “Lokus-nya belum disepakti. Disamping legitimasinya yang masih rendah, akibat problem politik dan bukan konstitusi. Hanya saja kalau DPD RI minta sama kewenangannya dengan DPR RI, berarti meminta deadlock politik. Di mana begitu pandora politik itu dibuka, maka berbagai logika kejahatan akan muncul. Semisal GBHN, itu kontraproduktif dengan sistem presidensil,” pungkasnya. (fri/rdp)
JAKARTA (RIAUSKY.COM) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi Riau‎, Intsiawati Ayus berang soal wacana pembubaran tempat dirinya bernaung. Ayus tak terima dengan pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, yang mengatakan peran DPD kurang maksimal. 
Menurutnya, peran dan fungsi DPD sudah tertera jelas dalam konstitusi negara. Ayus justru balik mepertanyakan indikator apa yang dipakai Cak Imin sehingga berargumen seperti itu.

"DPD ini bekerja sebagai perwakilan daerah, tidak seperti DPR yang langsung berkenaan dengan pusat," ujarnya dalam sebuah diskusi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2).

Dia menambahkan, jumlah rasio tenaga kerja antara anggota DPD dengan DPR pun berbeda jauh. 
"Anggota DPD hanya 132, sedangkan DPR sebanyak 560 anggota, tapi ruang lingkup kami sama tetap NKRI. S‎ebenarnya, ini nggak fair (adil)," cetusnya.

Bahkan, Ayus membuka pintu selebar-lebarnya‎ kepada semua pihak, khususnya media untuk mengakai dan membedah kinerja DPD ke daerah-daerah.

‎Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi Riau‎, Intsiawati Ayus berang soal wacana pembubaran tempat dirinya bernaung. Ayus tak terima dengan pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, yang mengatakan peran DPD kurang maksimal.

Menurutnya, peran dan fungsi DPD sudah tertera jelas dalam konstitusi negara. Ayus justru balik mepertanyakan indikator apa yang dipakai Cak Imin sehingga berargumen seperti itu.

"DPD ini bekerja sebagai perwakilan daerah, tidak seperti DPR yang langsung berkenaan dengan pusat," ujarnya dalam sebuah diskusi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2).

Dia menambahkan, jumlah rasio tenaga kerja antara anggota DPD dengan DPR pun berbeda jauh. 
"Anggota DPD hanya 132, sedangkan DPR sebanyak 560 anggota, tapi ruang lingkup kami sama tetap NKRI. S‎ebenarnya, ini nggak fair (adil)," cetusnya.

Bahkan, Ayus membuka pintu selebar-lebarnya‎ kepada semua pihak, khususnya media untuk mengakai dan membedah kinerja DPD ke daerah-daerah.

Ancam Riau Merdeka
Wacana tersebut menurut Intsiawati, kembali mendorong dirinya untuk melanjutkan perjuangan orang tuanya menjadikan Riau Merdeka.

"Sebagai anak pejuang Riau merdeka, saya tak galau dengan wacana bubarkan DPD RI oleh PKB,” kata Instsiawati Ayus.

Kalau hari ini partai politik ini bisa membubarkan lanjutnya, besok dia segera kembali ke tanah kelahirannya.

“Anda bubarkan DPD, saya kembali ke Riau untuk meraih kemerdekaan Riau sebagaimana yang dicita-citakan oleh orang tua saya,” tegasnya.

Dia tegaskan, modal untuk Riau merdeka masih ada dan itu lebih dari cukup karena Riau dengan segala kekayaan alamnya tidak lagi harus berbagi dengan daerah lain.

Mestinya kata dia, sebelum mendorong DPD dibubarkan, partai politik ini tahu bahwa kerja kami di daerah cukup berat karena harus mengawal NKRI ini. Sementara partai politik ini tahunya hanya Jakarta.

“DPD ini bekerja untuk mempertahankan NKRI. Kalau partai politik serius bubarkan DPD, kami juga serius memperjuangkan kemerdekaan Riau,” tegasnya.
   
Terakhir dia katakan, lokus DPD RI di daerah sesuai dengan amanat konstitusi. “Anda harus ukur secara proporsional. Buka pikiran,” pungkasnya. (R02/JPG/JPNN)
Jakarta (RiauNews.com).  Wacana dari Muhaimin Inskanda dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membubarkan DPD karena perannya dianggap tidak maksimal dan tidak memberikan kontribusi terhadap masyarakat, mendapat pertentangan dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus.

Menurutnya, ide nyeleneh tersebut akan memantik sejumlah daerah yang dulunya menuntut “merdeka” akan kembali memperjuangkan semangat tersebut, termasuk Riau.

Menurutnya, jika parpol memuluskan langkah untuk membubarkan DPD, maka dirinya akan segera pulang ke tanah kelahirannya untuk kembali memperjuangkan Riau Merdeka.

Menurutnya, peran dan fungsi DPD sudah tertera jelas dalam konstitusi negara. Ayus justru balik mepertanyakan indikator apa yang dipakai Muhaimin  sehingga mengeluarkan pernyataan seperti itu.
“DPD ini bekerja sebagai perwakilan daerah, tidak seperti DPR yang langsung berkenaan dengan pusat,” ujarnya.

Mestinya kata dia, sebelum mendorong DPD dibubarkan, partai politik ini tahu bahwa kerja kami di daerah cukup berat karena harus mengawal NKRI ini.


“DPD ini bekerja untuk mempertahankan NKRI. Kalau partai politik serius bubarkan DPD, kami juga serius memperjuangkan kemerdekaan Riau,” tegasnya.
JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Beberapa hari lalu Partai Kebangkitan Bangsa mengeluarkan rekomendasi yang salah satunya menyangkut keberadaan Dewan Perwakilan Daerah. Untuk DPD, PKB merekomendasikan agar DPD dibubarkan atau fungsi dan kewenangannya diperkuat.

Menyikapi rekomendasi ini, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi Riau‎, Intsiawati Ayus marah. Ayus tak terima dengan pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, yang mengatakan peran DPD kurang maksimal.

Menurutnya, peran dan fungsi DPD sudah tertera jelas dalam konstitusi negara. Ayus justru balik mepertanyakan indikator apa yang dipakai Cak Imin sehingga berargumen seperti itu. "DPD ini bekerja sebagai perwakilan daerah, tidak seperti DPR yang langsung berkenaan dengan pusat," ujarnya dalam sebuah diskusi di kompleks parlemen, Rabu (10/2/2016).

Dia menambahkan, jumlah rasio tenaga kerja antara anggota DPD dengan DPR pun berbeda jauh.  "Anggota DPD hanya 132, sedangkan DPR sebanyak 560 anggota, tapi ruang lingkup kami sama tetap NKRI. S‎ebenarnya, ini nggak fair (adil)," katanya. Bahkan, Ayus membuka pintu selebar-lebarnya‎ kepada semua pihak, khususnya media untuk membedah kinerja DPD ke daerah-daerah. "Kami ini saluran alternatif paling diminati oleh daerah. Saluran kebutuhan, harapan, dan yang mengakomodir semua keluh kesah daerah itu kami," paparnya.

Namun, perempuan yang menjabat sebagai Wakil Ketua BPKK DPD‎ itu menuturkan, DPD tidak bisa 100 persen ada di daerah. Sebab, juga harus berkoordiasi dengan pusat. "Tapi, asal kalian tahu, apapun yang dimiliki daerah itu milik pusat. Tapi, belum tentu milik pusat menjadi milik daerah," katanya.(rka)

Laporan: JPG
Editor: Fopin A Sinaga
JAKARTA - Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memiliki urgensi tinggi dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, sehingga usulan pembubaran DPD RI dinilai sebagai langkah kemunduran konstitusi.

Demikian disampaikan Dosen FH UGM, Zainal Arifin Mochtar dalam kegiatan Dialog Kenegaraan yang diselenggarakan di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu, (10/2/2016).

Menurut Zainal, keberadaan DPD RI merupakan salah satu urgensi tinggi dalam sistem parlemen di Indonesia. DPD RI yang merupakan wakil dari daerah mampu menjadi penyeimbang (kamar kedua) dalam penguatan sistem parlemen di Indonesia.

'Jika melihat urgensi DPD hampir semua analisis membenarkan memang DPD sangat urgen. Jika dilihat dari historisnya, DPD mengganti keberadaan utusan daerah yang telah ada sebelumnya. Jika dilihat dari ketatatanegaraan DPD juga hadir untuk menguatkan sistem parlemen dalam proses legislasi,' tukasnya.

Zainal mengatakan bahwa saat ini terbatasnya kewenangan DPD RI menyebabkan kinerja DPD RI tidak optimum. Dirinya mengatakan bahwa sistem parlemen di Indonesia tidak mendukung fungsi DPD RI dalam menjalankan fungsi sebagai kamar kedua. 'Perubahan sistem tata negara dari satu kamar menjadi dua kamar dikarenakan untuk memperkuat proses legislasinya. Tetapi sistem kita tidak menyokong itu. Sistem kita yang dua kamar tetapi secara struktur tidak mendukung hal tersebut. DPD mendapat porsi yang sangat kecil mengenai kewenangannya,' tukasnya.

Zainal juga menambahkan bahwa wacana pembubaran DPD RI lebih dilatar belakangi oleh permasalahan politis, bukan didasari oleh permasalahan ketatanegaraan dan hukum. 'Sebenarnya ini bukan problem hukum, bukan problem cita-cita negara demokrasi, bukan problem membangun kekuatan parlemen, bukan problem presidensil, tetapi problem politik. Permasalahannya adalah mau tidak membagi kue kekuasaan politik. Maukah porsi itu dibagi atau tidak,' ujar Zainal.

Masih menurut Zainal, jika DPD RI dibubarkan, adalah langkah mundur dalam sistem parlemen di Indonesia. 'Kalau DPD dibubarkan adalah cara pandang yang side back. Kalo DPD dibubarkan, maka KY dan MK juga dibubarkan. DPD dibubarkan menurut saya adalah sebagai perantara untuk menciptakan sistem parlementer sebagai tempat tertinggi,' tegasnya.

Menurut Zainal, mengenai legitimasi DPD RI perlu dikaji lebih lanjut, termasuk tentang lokus kerja DPD RI apakah di daerah ataupun di pusat. Tidak adanya kejelasan tersebut menyebabkan DPD RI rentan dengan politisasi. Menurut Zainal, adanya penguatan DPD RI sebagai lembaga parlemen bersama DPR harus mengarah pada perwujudan effective bicameralism, bukan strong bicameralis. Hal tersebut bertujuan agar terdapat kerjasama dan penguatan antar lembaga parlemen dalam proses legislasi dalam sistem tata negara di Indonesia.

Mengenai keberadaan DPD RI sebagai lembaga legislasi dalam sistem parlemen Indonesia, Guru Besar FH Universitas Kristen Indonesia, Muktar Pakpahan mengatakan bahwa DPD lahir karena adanya kebutuhan dari rakyat. Muktar juga menjelaskan bahwa sampai saat ini hanya DPD RI yang mampu menjalankan fungsi sebagai lembaga yang menyalurkan aspirasi rakyat secara murni.

'Kehadiran DPD merupakan kebutuhan rakyat. Pertama ada dua perwakilan di parlemen, yaitu DPR dan DPD. DPR wakil politik, dan DPD wakil dari daerah. Jika melihat proses pemilihannya yang betul-betul murni dari rakyat adalah di DPD. Kebutuhan rakyat saat ini (adalah) penegakan hukum dan penyaluran aspirasi rakyat. Yang menurut catatan kami yang bisa menyalurkan aspirasi rakyat ya DPD. Di DPR kepentingan partai lebih mendominasi. Keputusan cenderung berdasarkan pada kepentingan partai. Jika mendasarkan pada kebutuhan reformasi dan daerah, DPD lebih dibutuhkan daripada DPR,' ujarnya.

Senator dari Provinsi Sulawesi Tengah, Nurmawati Dewi Bantilan mengatakan bahwa keberadaan DPD RI sebagai produk reformasi yang berperan sebagai penyeimbang atas permasalahan yang tidak ditemukan pemecahan terkait legislasi dalam sistem parlemen.

'DPD dilahirkan sebagai produk reformasi, sebagai anak kandung reformasi. DPD tidak kalah pentingnya dengan KPK yang juga produk reformasi, sehingga kita lahir bersama-sama. DPD ditempatkan sebagai penyeimbang untuk hal yang bersifat tarik-menarik dan tidak ditemukan solusinya,' ujarnya.

Nurmawati yang juga menjabat sebagai Pimpinan Kelompok DPD di MPR tersebut juga mengatakan bahwa keberadaan DPD RI untuk mewujudkan adanya otonomi daerah. Otonomi daerah dianggap sebagai jawaban atas ketidakpuasan daerah mengenai hasil aspirasi yang telah disalurkan selama ini.

Di kesempatan yang sama, Senator dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus mengatakan bahwa keberadaan DPD dikarenakan terdapat keinginan mengenai perwakilan daerah, dan adanya kepentingan daerah yang tidak bisa diakomodir oleh lembaga parlemen pada saat itu. 'DPD lahir memang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Dapat dengan tegas yang kami butuhkan dan rasakan, tidak semua yang menjadi kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi lembaga perwakilan lainnya, tidak  semua kepentingan masyarakat dipenuhi oleh satu lembaga,' ujarnya.

Masih menurut Ayus, keberadaan DPD RI dapat menjamin keberadaan NKRI. Karena dengan adanya aspirasi daerah yang tersalurkan dan otonomi daerah, maka potensi pecahnya NKRI dapat diredam. Salah satu fungsi dari DPD RI adalah untuk perwujudan otonomi daerah yang berdasar pada kepentingan daerah. “Fungsi utama DPD adalah untuk otonomi daerah, untuk penguatan otonomi daerah. Pusat milik daerah, bukan daerah milik pusat,” tegas Ayus yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua BPKK DPD RI tersebut.

Menilik pada wacana pembubaran DPD RI yang ada saat karena hasil DPD RI yang tidak optimal, Nurmawati mengatakan bahwa DPD RI sampai saat ini terus berjuang untuk kepentingan daerah, salah satunya adalah melalui perwujudan otonomi daerah. Otonomi daerah dan keberadaan DPD RI menjadi salah satu solusi atas potensi pecahnya NKRI. 'Otonomi daerah harus dikuatkan. Negara Indonesia lahir dikarenakan adanya otonomi daerah. Selama ini suara daerah tidak dapat memuaskan masyarakat daerah. Masyarakat tidak hanya di jakarta, dan DPD merupakan perwakilannya. Jika ada hal yang dianggap kurang, itu dikarenakan kewenangan yang terbatas. Saya tidak bisa membayangkan jika DPD tidak ada hari ini, Aceh bisa lepas dan Papua juga, tidak ada NKRI lagi,' tegasnya. (rls)

DARIRIAU.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau, Intsiawati Ayus berpendapat tidak semua kebutuhan masyarakat bisa diakomodasi oleh lembaga DPD RI mengingat masih banyaknya daerah tertinggal, miskin dan tak memiliki listrik. Karenanya jika ada pihak yang menginginkan pembubaran DPD, maka hal tersebut serupa dengan membubarkan NKRI.

"Sejarah lahirnya DPD sebagai dorongan memperkuat NKRI melalui penguatan Otda sehingga keberadaan DPD ini sesuai kebutuhan masyarakat daerah. Jadi, kalau ada yang ingin membubarkan DPD berarti mau membubarkan NKRI," ujar senator dari Provinsi Riau itu di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (10/2).

Dalam dialog kenegaraan bertajuk 'Penguatan fungsi lembaga perwakilan di Indonesia' hadir pembicara lain pimpinan Kelompok DPD di MPR RI Nurmawati Dewi Bantilan, guru besar hukum UKI Mokhtar Pakpahan dan pengajar hukum UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar.

Sedangkan Nurmawati menegaskan kelahiran DPD RI  sebagai perjuangan sejarah reformasi yang menyadari pentingnya daerah, karena kekayaan sumber daya alam (SDA) ada di daerah, diharapkan bisa dikelola dengan optimal untuk kesejahteraan daerah dan sebagainya.

"Sama halnya dengan lahirnya KPK. Maka, lahirnya DPD ini tak kalah pentingnya dengan KPK," katanya.

Tapi, kalau dinilai kinerjanya belum maksimal, itu kata Nurmawati, karena kewenangan yang diberikan juga terbatas. Padahal, kalau DPD RI tak ada, mungkin Aceh, NTT dan Papua sudah lepas dari NKRI. Karena itu, otonomi daerah harus diperkuat untuk mendukung NKRI. "Sehingga membubarkan DPD RI berarti akan menambah masalah, dan bukan menyelesaikan masalah," ujar senator dari provinsi Sulawesi Tengah itu.

Ditambahkan Nurmawati, kalau  kinerjanya belum maksimal, karena kewenangan diberikan juga terbatas. Padahal, kalau DPD RI tak ada, mungkin Aceh, NTT dan Papua sudah lepas dari NKRI. "Karena itu, otonomi daerah harus diperkuat untuk mendukung NKRI sehingga membubarkan DPD RI berarti akan menambah masalah, dan bukan menyelesaikan masalah," ujarnya.

Sedangkan Mokhtar Pakpahan menegaskan dirinya mendukung penguatan DPD RI dan bukan membubarkannya. Hanya saja ketika kekuatan itu diberikan dia berharap DPD RI jangan sampai 'melacurkan diri' untuk misalnya barter politik UU dengan pihak-pihak yang berkepentingan.  "Sebagaimana halnya dilakukan oleh DPR RI selama ini.Mengapa? Karena DPR RI itu tersandera kepentingan parpol dan kelompok," katanya. (gsu)
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan tidak terlalu galau dengan wacana Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membubarkan DPD.

Wacana tersebut menurut Intsiawati, kembali mendorong dirinya untuk melanjutkan perjuangan orang tuanya menjadikan Riau Merdeka. "Sebagai anak pejuang Riau merdeka, saya tak galau dengan wacana bubarkan DPD RI oleh PKB," kata Instsiawati Ayus, dalam diskusi "Penguatan Fungsi Lembaga Perwakilan Di Indonesia, di Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Rabu (10/2).

Kalau hari ini partai politik ini bisa membubarkan lanjutnya, besok dia segera kembali ke tanah kelahirannya. "Anda bubarkan DPD, saya kembali ke Riau untuk meraih kemerdekaan Riau sebagaimana yang dicita-citakan oleh orang tua saya," tegasnya.

Dia tegaskan, modal untuk Riau merdeka masih ada dan itu lebih dari cukup karena Riau dengan segala kekayaan alamnya tidak lagi harus berbagi dengan daerah lain.

Mestinya kata dia, sebelum mendorong DPD dibubarkan, partai politik ini tahu bahwa kerja kami di daerah cukup berat karena harus mengawal NKRI ini. Sementara partai politik ini tahunya hanya Jakarta.

"DPD ini bekerja untuk mempertahankan NKRI. Kalau partai politik serius bubarkan DPD, kami juga serius memperjuangkan kemerdekaan Riau," tegasnya.

Terakhir dia katakan, lokus DPD RI di daerah sesuai dengan amanat konstitusi. "Anda harus ukur secara proporsional. Buka pikiran," pungkasnya.(fas/jpnn)

JAKARTA-Wacana pembubaran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sangat kuat. Namun publik perlu mencurigai manuver tersebut. Karena dibalik itu diduga ada tujuan politik yang lebih besar lagi. “DPD hanyalah sasaran antara saja, bukan tujuan sebenarnya untuk pembubaran. Kita curiga ada kepentingan yang ingin mengembalikan lagi ke UUD lama,” kata pengamat hukum Zainal Arifin Mochtar dalam dialog kenegaraan “Penguatan Fungsi Lembaga Perwakilan di Indonesia” di Jakarta, Rabu (10/2/2016).

Dengan kembali ke UUD lama, kata dosen FH UGM ini, maka parlemen dalam hal ini MPR akan kembali menjadi kekuatan penting dalam memilih presiden. “Hanya dengan cara itulah, orang-orang yang tak yakin jadi presiden bisa menjadi terpilih,” tegasnya.

Menurut Zainal, DPD merupakan produk reformasi, oleh karena itu kalau lembaga ini dibubarkan, maka MK, KY dan KPK juga bisa bubar. “Sistem politik ketatanegaraan selama ini, yang seharusnya presidensil, tapi faktanya semi parlemen. Karena itu jalan satu-satunya menurut Zainal, adalah amandemen UUD 1945,” tuturnya

Sementara itu, Wakil Ketua BPKK DPD Intsiawati Ayus menegaskan usaha membubarkan DPD RI berarti sama dengan akan membubarkan NKRI. Sebab, lahirnya DPD RI ini sebagai dorongan untuk memperkuat NKRI melalui penguatan otonomi daerah. Sehingga keberadaan DPD RI ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah.


“Jadi, kalau ada yang ingin membubarkan DPD berarti mau membubarkan NKRI. Di mana fungsi utama kelahiran DPD RI adalah untuk memperkuat otonomi daerah sekaligus memperkuat NKRI,” tegasnya.


Menurut Intsiawati, tidak semua kebutuhan masyarakat itu bisa dipenuhi oleh DPR RI, sehingga harus diakomodir melalui DPD RI. “Kita memahami masih banyak daerah yang tertinggal, miskin, tidak punya listrik, krisis air bersih, transportasi yang buruk dan lain-lain, maka dibutuhkan kehadiran DPD RI,” ujar senator asal Provinsi Riau itu. **aec
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Anggota DPD Intsiawati Ayus secara tegas menyatakan DPD kurang dikenal di masyarakat karena pimpinannya.
"Makanya secara mengejutkan batasan pimpinan DPD ke depan tidak lagi lima tahun tapi dua tahun setengah," kata Intsiawati saat menjelaskan upaya penguatan fungsi lembaga perwakilan di Indonesia sehubungan wacana DPD mau dibubarkan, Rabu (10/2/2016).
Menurutnya, dengan pembatasan itu maka agenda keluar negeri anggota DPD yang lewat 2,5 tahun dibatalkan dan dihapuskan.
Diakuinya, upaya untuk meningkatkan peran DPD dilakukan terus, hanya saja kadang segelincir yang berbuat membuat DPD dinilai negatif.
"Seperti wartawan sebutkan ramai-ramai anggota DPD keluar negeri, kesannya semua keluar negeri," ujarnya,
Sedangkan Guru Besar Fakultas Hukun UKI Mukhtar Pakpahan menilai DPD kurang aktif memerjuangkan buruh dan petani.
"Sehingga dua kelompok ini banyak tidak kenal DPD. Jika mau dibantu oleh dua kelompok ini, maka DPD harus melakukan pendekatan agar bisa bertahan melalui perjuangan mereka," ujarnya.
Pakpahan tak setuju DPD dibubarkan karena ada DPD hasil reformasi.
"Saya yang perjuangkan reformasi awalnya dengan mau dihukum mati oleh rezim Orba," ucapnya.
zonalima.com - Guru Besar Fakultas Hukum UKI Mukhtar Pakpahan (kiri), Wakil Ketua BPKK DPD Intsiawati Ayus (kedua kiri), Pimpinan Kelompok DPD di MPR Nurmawati Dewi Bantilan (kedua kanan), dan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Zainal Arifin Mochtar, menjadi pembicara Dialog Kenegaraan di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2016).
Diskusi ini membahas penguatan fungsi lembaga perwakilan, salah satunya DPD.

PENULIS : PRIYAMBODO | EDITOR : ARJUNA AL ICHSAN SIREGAR 
SENAYAN (Pos Kota) — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membutuhkan penguatan dan perluasan kewenangan untuk mensinergikan aspirasi daerah dengan program pemerintah pusat.
Karenanya, evaluasi seorang anggota DPD adalah bagaimana keberhasilan kinerjanya terhadap amanat masyarakatnya. “Kinerja anggota DPD terukur keberhasilannya dalam memperjuangkan aspirasi daerahnya, yang disinergikan dengan program pusat,” kata Abdul Aziz Khapia, senator DKI Jakarta, kepada wartawan, Selasa (10/2).
“Jadi, kami ini bekerja untuk daerah tapi berimplikasi ke pusat,” tambah anggota DPD RI asal DKI Jakarta itu.
Bagi Abdul Aziz Khapia, keberadaan DPD secara konstitusi sebagai pengganti utusan daerah/golongan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang disebut dalam UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD).
“Justru kami-kami para senator inilah yang dipercaya masyarakat dengan pemilihan langsung dari daerah kami masing-masing, legitimate. Kinerja kami langsung diawasi masyarakat, dan tidak terpilih lagi jika tidak diinginkan (tidak aspiratif) lagi,” katanya.
Terkait perkuatan dan perluasan tersebut, kata Intsiawati Ayus, anggota DPD RI asal Riau, dan Nurmawati Dewi Bantilan asal Sulawesi Tengah, sepakat mengingatkan bahwa DPD itu menguatkan fungsi DPR dalam legislatif karena DPD adalah suara daerah.
“Yang pasti, (Pemerintah) Pusat itu milik Daerah tetapi Daerah bukan milik Pusat,” tegas Instiawati Ayus, yang tidak terpengaruh wacana pembubaran DPD oleh sejumlah fraksi DPR. (rinaldi/win)
Add caption
Kabar24.com, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mokhtar menilai upaya untuk membubarkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lebih bertujuan politik ketimbang untuk perbaikan sistem ketatanegaraan.

Menurutnya, wacana untuk membubarkan DPD hanyalah sebagi sasaran antara untuk mengembalikan sistem ketatanegaraan ke sistem seperti zaman Orde Baru. Apalagi, ujarnya, mulai ada pemikiran untuk menghidupkan kembali Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang sebenarnya tidak tetap untuk sistem presidensial seperti yang dianut oleh negara saat ini.

Padahal, ujarnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menetapkan pentingnya kamar kedua di parlemen sebagai perimbangand kekuatan dari DPR. Selain itu, sejarah pembentukan DPD sudah melewati momen-momen yang sangat menentukan sejak lembaga itu berwujud Fraksi Utusan Daerah di MPR pada masa lalu.

"Ini problem politik dan kalau DPD dibubarkan maka itu merupakan pikiran yang setback," ujarnya pada acara Dialog Kenegaraan yang diselenggarakan DPD, Rabu (10/2/2016). Turut menjadi narasumber selain Zainal Arifin, adlaah Anggota DPD Intsiawati Ayus dari Provinsi Riau, Nurmawati Bantilan dari Sulawesi Tengah serta tokoh buruh Mokhtar Pakpahan.

Kendati demikian, Zainal juga menyoroti belum maksimalnya fungsi anggota DPD selama ini. Persoalan fungsi itulah yang sering menjadi sorotan masyarakat sehingga timbul pemikiran untuk membubarkan lembaga negara tersebut.

Sementara itu, Intsiawati Ayus mengatakan bahwa publik sering tidak melihat kerja para anggota DPD karena mereka lebih banyak berbicara soal daerah. Menurutnya, isu daerah sering tidak menjadi liputan media karena tidak semenarik isu-isu nasional.

More

Find Us On Facebook

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.